Pulang sekolah Alisha dijemput Pak Ujang sesuai instruksi dari sang papa. Matahari masih berada di pucuk langit dan semburat kemerahannya menyelusup di antara gumpalan awan. Mama telah menyiapkan tupperware berisi menu makan siang di mobil agar Alisha tidak telat makan setibanya di rumah nanti. Kebiasaan masa kecilnya kembali terulang gara-gara gadis itu kembali diantar jemput Pak Ujang. Gadis itu sebenarnya kurang suka diantar jemput supir karena semua teman pasti akan memperhatikannya,terlebih seragam hitam-hitam dengan nametag Pak Ujang cukup menarik perhatian para penjemput di luar sekolah yang rata-rata dipadati oleh ojek motor, taksi online, maupun angkutan kota. Alisha sangat enggan disebut sebagai anak mami,suatu julukan yang menyakitkan karena dianggap manusia cupu yang kurang pergaulan. Supir keluarga yang telah bekerja belasan tahun lamanya itu memasang seat belt dan menyalakan mesin mobil. Sementara Alisha menikmati makan siang buatan art yang merangkap koki keluarga.
“Kita langsung pulang ke rumah,Non?”tanya Pak Ujang sambil menengok ke arah belakang.
“Bapak bisa antarkan saya ke arah ini gak?”tanya gadis itu sambil menunjukkan google map dalam ponselnya.
“Itu udah di luar kota,Non. Nanti dimarahi bapak atau ibu gak?”
“Papa mama masih kerja kan?”
“Iya,Non.”
“Yaudah kita langsung ke sana.Bapak jangan bilang-bilang. Janji ya!”
“Oh baik,Non. Tapi ngomong-ngomong itu rumah siapa?”
“Rumah temen,Pak. Udah jangan banyak tanya!”
Alisha membuka jendela mobil dan mengamati parkiran mobil untuk mencari keberadaan mobil milik Ryan.
“Pak..Coba berputar dulu. Jangan langsung keluar sekolah!” perintah Alisha sambil mengunyah makan siangnya.
Pak Ujang menjalankan mobil pelan-pelan. Alisha tak menjumpai mobil cowok itu padahal hari ini tidak ada ekstrakurikuler yang harus diikuti Ryan.
“Pasti sudah jalan terlebih dahulu,”batinnya.
“Udahan,Non?”tanya Pak Ujang dengan sabar setelah beberapa kali berputar mengelilingi area parkir sekolahan.
“Tancap gas,Pak!”seru Alisha sambil menutup kembali tupperware dan meletakkan ke dalam multifunction car seat yang terletak di belakang jok mobil.
Pak Ujang tiba di lokasi perbukitan dimana Ryan tinggal setelah melakukan hampir satu jam perjalanan. Kabut mulai turun dan rumah di atas bukit itu nampak samar dari kejauhan. Gadis itu membuka jendela mobilnya, udara sangat dingin di luar,membuat tubuhnya menggigil seketika. Nampak kepulan asap seperti orang merokok, ketika Alisha menghembuskan napas.
“Kita naik ke atas,Non?”
“Jangan!”
“Lalu untuk ap akita ke sini? Ini kan daerah perkebunan atau peternakan.”
“Bapak coba ke rumah gubuk yang ada di bawah. Tanyakan ke empunya rumah, siapa Annisa yang batu nisannya ada di kuburan belakang rumah itu.”
“Kuburan? Aduh takut,Non. Non ikut turun tidak?”
“Kaki saya sakit,Pak. Bapak sendirian aja.Tapi ingat jangan lama-lama di bawah!”
“Baiklah. Non kunci mobilnya dari dalam ya..”
Pak Ujang pun nampak berjalan turun ke gubuk yang terletak di sisi kiri rumah Ryan.
Sang supir mengetuk gubuk yang konon dihuni penjaga kuburan, tak ada jawaban dari dalam rumah. Pak Ujang melemparkan pandangan ke sekeliling rumah, yang ada hanya rumput yang sangat tinggi, tak ada tanaman bunga sedikitpun. Hanya ada beberapa ayam yang mematuk-matuk tanah mencari makan dan seekor kucing hitam yang menatap tajam dengan pupil mata mengecil di saat siang hari. Dan…sebuah kursi goyang dari rotan di kiri pintu rumah yang tampak bergoyang-goyang sendiri. Pak Ujang memegang tengkuknya yang terasa dingin, lututnya mulai gemetaran karena tak ada satupun tetangga di sekitar sana. Kucing itu masih menatap dengan sorotan mata tajam bagaikan seekor macan kumbang yang hendak menerkam mangsanya.
“Jangan-jangan kucing siluman,”pikir Pak Ujang yang bersiap-siap beranjak dari tempat itu.
Supir itu sempat berpikir penjaga kuburan adalah siluman yang suka duduk berayun-ayun di kursi goyang dan kadang berubah menjadi seekor kucing hitam.
“Pantas saja anak majikan sampai jatuh. Ini tempat sangat menyeramkan,”gumam Pak Ujang sambil membalikkan badan.
Dari kejauhan ada suara berat dari laki-laki tua yang berjalan dengan tertatih-tatih, “Anak muda, berhenti dulu!”
Pak Ujang menghentikan langkahnya dan menatap ke laki-laki tua yang tampak aneh. Tubuhnya kurus kering dan bongkok, mata kirinya nampak menonjol keluar dengan urat mata kemerahan.
“Perkenalkan saya Ujang,Pak.”
“Iya…Ada keperluan apa kemari? Orang memanggil saya dengan sebutan Mbah Melotot karena mata saya sebelah kiri selalu melotot.”
“Njih. Kedatangan saya kemari untuk menanyakan mengenai nama Annisa salah seorang penghuni kuburan di belakang,”sahut Pak Ujang sambil membungkukkan badan memberi hormat.
Kuncen itu menyuruhnya masuk ke dalam gubuknya yang pengap dan gelap, hanya ada sebuah lampu templok berisi minyak tanah tergantung di dinding yang hanya dinyalakan saat malam tiba. Pak Ujang duduk di kursi kayu yang panjang bersama sang kuncen.
Mbah Melotot menarik napas panjang sambil berusaha menegakkan punggungnya yang bongkok,”Saya yang memandikan dan mendoakan semua jenazah di daerah sini. Saya tidak ingat karena banyak sekali kuburan di sana.”
“Apakah tidak ada catatan mengenai siapa keluarga dari mereka yang dikuburkan?”
Sang kuncen menggelengkan kepala, lalu menatap dengan sorot mata tajam ke arah sang supir. Pak Ujang seketika menjadi bergidik melihat bola mata kiri sang kuncen yang makin membesar dan seakan mau keluar dari soketnya.
“Mbah..Apa saya boleh tanya rumah besar di atas bukit itu milik siapa?”
“Itu milik juragan peternakan di sini. Namanya Robert Sanders. Ada anak laki-lakinya yang tinggal di sana. Ada banyak karyawan tinggal di sana.”
Sang supir mengangguk-angguk,”Lalu mengapa di sini tidak ada rumah lain? Maaf nanya.”
“Karena daerah ini awalnya lahan pertanian dan peternakan. Daerah khusus pekuburan. Mungkin orang-orang takut atau karena lokasinya jauh dari pasar atau angkutan umum.”
“Oh begitu,Mbah? Bisa antarkan saya menengok kuburan?”
“Kaki saya sudah lemah. Tapi baiklah.”
Kedua orang itu berjalan ke jalan setapak berbatu-batu ke arah bagian belakang yang berupa area pekuburan seluas puluhan hektar. Pak Ujang berjalan mencari batu nisan dengan nama Annisa. Mbah membantunya mencari di kompleks pekuburan yang dikelilingi rumput yang telah tinggi. Perhatian sang supir mengarah pada sebuah gundukan tanah yang masih merah dengan banyak taburan bunga di sana.
“Ini makam siapa,Mbah?”
Mbah Melotot menghentikan langkahnya, tubuh tuanya tampak ringkih, meletakkan satu tangannya di pinggang dan berpikir.
“Ini sebenarnya kuburan lama. Tapi saya lupa.”
“Lalu mengapa tanahnya tetap merah?”tanya sang supir penuh tanda tanya.
“Itu saya tak pernah tau. Saya kurang memperhatikannya. Tapi memang selalu ada bunga yang ditabur di atasnya. Selalu rapi kuburannya.”
“Coba mbah ingat-ingat lagi.”
Mbah Melotot menggelengkan kepalanya, “Sepertinya istri juragan di sebelah juga makamnya di sini. Tapi saya lupa yang mana.”
“Baiklah,Mbah. Kalau begitu saya permisi dulu. Ini titipan dari anak majikan saya sekedar untuk bantu-bantu kebersihan makam sekitar sini,”kata Pak Ujang sambil menyerahkan amplop warna putih berisi sejumlah uang tunai.
“Oh… Terima kasih.”
Lalu kuncen itu memandangi sang supir yang berjalan keluar area pekuburan hingga punggungnya tak terlihat lagi.
Alisha gelisah di mobil karena sang supir hampir satu jam berada di bawah. Dikecilkannya pendingin udara dalam mobil karena tubuhnya sangat kedinginan. Gadis itu merebahkan tubuhnya di jok belakang mobil karena mengantuk.
“Tok…tok…tok…”
Alisha baru saja nyaris terlelap , kini kembali terbangun dan kaget. Dibukanya pintu mobil, otaknya kembali segar dan rasa kantuk pun menghilang.
Pak Ujang memasang seat belt dan bersiap tancap gas karena hari menjelang gelap.
“Gimana,Pak?”
“Nama kuncennya Mbah Melotot. Dia lupa siapa yang dikubur di sana. Tapi katanya istri juragan di sebelah dimakamkan di sana.”
“Hanya itu ? Amplopnya udah diserahkan,Pak?”
“Sudah,Non. Tapi kata dia ada yang aneh. Makam Annisa itu makam lama yang tanahnya selalu merah dan ada yang menabur bunga entah siapa.”
“Hah? Lalu siapa Annisa itu? Mamanya Ryan?”sejuta pertanyaan bergelayut di hati Alisha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments