Ryan sengaja datang ke sekolah lebih awal dari biasanya. Cowok dengan penampilan paling paripurna itu duduk di halaman samping sekolah, menanti pujaan hatinya lewat. Seragam putih abu-abunya membalut tubuhnya yang tinggi atletis menambah keren penampilannya hari itu. Beberapa siswi yang lewat sengaja menggoda namun tak digubrisnya.
Rupanya semesta sedang berdamai dengan cowok keren itu, sehingga gadis yang dinanti pun melenggang di depan mata. Maya, gadis cantik berkulit putih dengan bola mata bulat bersinar dan bibir merah semerah delima itu melintas di depannya sambil menuntun sepedanya ke arah parkiran khusus sepeda roda dua.
“Hai…” sapa Ryan sambil melambaikan tangan.
Maya hanya menengok dan tersenyum, lalu pergi begitu saja.
“Yah..cantik-cantik kok sombong,”gerutu cowok keren itu sambil melempar kerikil kecil dan mengenai tanah di samping sepatu milik gadis itu.
“Hai…”sahut Maya dengan terpaksa.
Gadis itu menghentikan langkahnya dan menengok ke belakang, menatap wajah Ryan. Cowok keren itu mendekatinya lalu mengajaknya berjalan beriringan.
”Oh ya..aku mau ngucapin selamat buat kamu,” kata si gadis kepang dua sambil memarkirkan sepedanya agak di pinggir.
“Atas apa?” tanya Ryan dengan bola mata berbinar bahagia karena sapaannya ditanggapi.
“Selamat atas terpilihnya kamu jadi kapten basket dong.”
“Oh itu. Biasa aja sih. Anyway thanks,May.”
Maya hanya tersenyum, mengambil tas ranselnya dari keranjang di depan sepeda dan menggendongnya di punggung.
Maya, gadis cantik nan lugu itu berjalan dengan terseok-seok dengan kaki pincangnya. Salah satu kakinya mengalami patah tulang saat kecelakaan yang dialaminya saat kelas 5 SD. Setelah gyps dilepas, bekas patah tulangnya serasa memendek meskipun Maya telah menjalani fisioterapi selama 3 bulan.
“Kamu gak malu jalan sama aku?”
Sebuah pertanyaan lugu namun sangat mengejutkan bagi Ryan. Cowok keren itu hanya tertawa dan menjawabnya dengan bijak.
“Buat apa aku harus malu? Aku mengagumimu bukan dari fisik tapi dari kepribadian dan karaktermu.”
Wajah Maya langsung memerah karena malu, namun dalam hatinya ia sangat tersanjung. Bagaikan kejatuhan bulan kalau cowok paling keren di sekolah ini akhirnya mendekati dirinya yang cacat dan miskin.
“Oh ya..Nanti istirahat kedua kita makan bareng di kantin yuk!”
“Makasih. Ta..tapi aku gak biasa jajan di sekolah.”
“Ayolah please. Kali ini aja, bikin aku bahagia. Anggaplah traktiran karena terpilih jadi kapten basket.”
“Oke deh. Tapi traktirannya rame-rame ya? Please.”
Maya menatap dengan penuh harap agar Ryan mau mengajak beberapa teman dekat Maya dan temannya juga.
Akhirnya saat istirahat kedua, tepat pukul 12 siang, Ryan mengajak Doni ke kantin. Sementara itu Maya yang biasa akrab dengan siapa saja, mengajak teman yang bersedia makan di kantin. Ada empat orang yang bersedia dan kebetulan memang kelaparan dan uang sakunya sedang pas-pasan, maklumlah tanggal tua. Mereka adalah Iwan yang bertubuh bongsor, Ika si tukang nyemil, Ani si doyan makan dan Boni si pelahap cepat. Ketujuh orang ini duduk di kantin dengan merapatkan dua meja menjadi satu sehingga membentuk meja persegi panjang yang besar dengan tujuh kursi.
“Mbak pesan bakso tujuh mangkok. Es teh manis juga tujuh,” teriak Ryan dari mejanya.
“Ayo kalian pengen menu apa lagi? Silakan pesan sendiri,” imbuh Ryan pada keenam temannya.
Alisha bersama dua pengikutnya, Sandra dan Niken sedang makan bakso juga di meja seberang. Sandra, si tomboy sengaja memanasi Alisha. Cewek berambut cepak itu sengaja menyenggol siku Alisha.
“Tuh..Liat si pincang indehoy bareng Ryan.”
Alisha memandang jijik dan mencibir.
“Ryan hebat oii… Nraktir orang satu rt!” pekik Niken hingga seorang di antara teman-teman Maya melirik ke arahnya.
“Ah gitu aja. Gue juga bisa nraktir lebih hebat dari dia. Siapa yang gak tau gue,” teriak Alisha dengan gayanya yang congkak sambil menepuk dada.
Miss popular langsung berdiri dan berteriak ke semua anak yang ada di kantin.
“Woiii…Siapa aja yang pengen makan bakso. Daftar di gue… Makan gratis sampai kenyang. Dibayarin!”
Seketika kantin menjadi penuh dengan anak-anak SMA dari kelas 1 hingga kelas 3 dari berbagai jurusan, ada juga dua tukang kebun ikut antri pesan bakso di kantin.
Ryan dan Maya hanya tertawa dan geleng-geleng kepala.
Seluruhnya ada 58 orang yang makan gratis dibayarin Alisha. Cewek angkuh itu membayar di kasir dengan segepok uang seratus ribuan yang sengaja diletakkan dengan keras di atas meja.
“Prook..”
Malam harinya adalah hari pertama belajar bersama antara Ryan dan Maya. Pak Tarno, wali kelas mereka yang menyarankan agar Ryan belajar semua mata pelajaran yang kurang dimengerti dibantu Maya. Awalnya Maya menolak dengan berbagai alasan. Namun lagi-lagi benteng pertahanannya jebol ketika menatap sorot mata Ryan dengan segudang pesona yang memintanya mengajari di rumahnya nan mewah. Cowok keren itu menjemput Maya di rumahnya dan ijin baik-baik pada sang mama.
“Aku pamit pinjem Maya dulu,Tan. Gak sampai malam nanti saya antar.”
“Baik. Jaga Maya baik-baik ya,Nak. Hati-hati di jalan.”
Mobil memasuki pekarangan yang sangat luas dan berpagar tinggi. Pintu pagar dapat terbuka secara otomatis dengan remote control yang dikendalikan dari pos satpam. Dari balik pagar nampak dua orang satpam berpakaian polisi sedang berjaga dan mengamati sekeliling. Rumah Ryan nampak sepi, bangunan berlantai tig aitu tampak sangat luas. Lebar rumahnya sekitar 25 meter dengan air mancur di depan rumah dan kolam renang di belakang rumah. Ryan memarkirkan mobilnya di garasi yang terbuka secara otomatis pula. Di sana berjejer mobil mewah ada lima jumlahnya. Cowok itu membawanya berkeliling rumah, ada halaman yang ditumbuhi aneka tumbuhan hijau dan bunga-bungaan, ada jembatan kecil di atas kolam ikan yang dibuat memanjang.
“Home tour-nya udah beres?” tanya Maya yang tampak kelelahan berjalan mengelilingi rumah Ryan di sore itu.
“Oh maaf. Aku lupa,” kata Ryan sambil menggendong Maya.
“Turunin! Malu ih diliat satpam,” teriak Maya sambil memukul-mukul kecil punggung Ryan.
Gadis lugu kepang dua itu tak bisa melihat dengan jelas seluruh isi rumah Ryan karena posisinya digendong dengan terbalik menghadap tanah. Cowok itu baru menghentikan langkahnya ketika sampai di sebuah sofa besar berwarna coklat di tengah ruangan.
“Blek..” tubuh Maya dijatuhkan di atas sofa.
Maya memegang kepalanya yang pening karena posisi kepalanya ada di bawah .
Dilihatnya Ryan membawa setumpuk buku, ada Matematika, Kimia dan Fisika yang kurang ia pahami.
“Stop! Jangan mulai dulu. Aku minta waktu karena masih pusing muter-muter.”
“Kamu vertigo? Maafin aku ya!”
“Gapapa. Cuma low blood. Boleh minta teh manis?”
“Iya bentar.Aku ambilin,” sahut Ryan lalu menekan intercom memanggil salah seorang art di rumah ini.
Tak lama kemudian muncullah seorang art berseragam putih biru dengan apron putih berenda, persis dalam film-film jaman dulu di dunia barat.
Maya menggosok-gosok matanya dan membatin,”Apa aku terperangkap dalam jaman revolusi Prancis?”
Yang terjadi sesungguhnya adalah memang seperti itulah seragam para pelayan dalam keluarga vampire yang diwariskan secara turun temurun.
Maya menjelaskan satu persatu dengan jelas dan sabar. Ryan mendengarkan dan mencatatnya dalam buku catatan. Cowok keren itu menopang dagunya dengan telapak tangannya sambil memperhatikan Maya yang sedang mengajar. Wajah cantik nan imut itu terekam di dalam perasaannya yang paling dalam. Ryan merasakan jantungnya berdebar lebih keras ketika melihat gadis pujaannya.Sebuah perasaan yang membuatnya candu, selalu ingin dekat dan lebih sering berjumpa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments