“Di resto ini angker Fa, jangan melamun terus. Kamu mau kesambet??”
Kalimat itu terlontar dari Arsya saat ia baru saja duduk di kursinya, berseberangan dengan kursi yang Wafa duduki.
“Angker?? Masa sih pak? Bapak jangan ngadi-ngadi, nanti jatuhnya fitnah loh.” Kata Wafa seraya bergidik.
Arsya menahan tawanya, wajah polos Wafa membuat Arsya ingin tertawa kencang.
“Siapa yang ngadi-ngadi? Kamu tanya aja sana sama pelayan disini.”
Wafa berdehem, kemudian tengok kanan tengok kiri lalu sedikit menggeser kursinya agar sedikit dekat dengan Arsya. “Jangan nakut-nakutin saya pak.” Bisik Wafa.
“Siapa yang nakut-nakutin sih Fa, beneran loh aku.”
Wafa mengusap lengannya sendiri, kemudian ia pamit ke kamar mandi. “Saya permisi pak, mau ke toilet.”
“Iya-iya, kamu hati-hati ya Fa.”
Wafa tak menggubris Arsya, ia pergi menuju ke toilet dengan berjalan cepat.
Tak lama berselang, Wafa kembali duduk di kursinya. Wajahnya tampak sedikit memucat, dan hal itu membuat Arsya bertanya-tanya. “Kenapa tuh anak? Dia anggap serius kali omongan aku tadi.” Batin Arsya.
“Kamu kenapa Fa? Kok pucet sih?”
Wafa tergagap, ia menatap Arsya sekilas kemudian menunduk. “Saya gak papa pak, kenapa bapak belum makan??” Tanya Wafa ketika melihat makanan di atas meja sudah tersaji namun masih tampak utuh belum tersentuh.
“Kamu fikir kenapa? Saya nungguin kamu lah. Ayo makan.”
“Nungguin saya? Kok tumben pak? Perhatian banget sama saya.”
“Ap..apa??” Arsya tergagap, sepertinya ia tak sadar dengan ucapannya sendiri. “Siapa yang nungguin kamu? Apalagi perhatian?? Saya itu Cuma gak tega aja kalau kamu kelaparan. Sebagai bos yang baik, murah hati dan tampan, saya itu harus memberi teladan yang baik untuk bawahan saya Wafa. Kamu tuh GEER banget.”
Wafa mendelik, ia tak mau berdebat lagi, oleh karena itu ia memilih menyantap makanannya.
“Astaga, saya nungguin dari tadi dan sekarang kamu malah ninggalin saya makan duluan.”
“Katanya bapak gak nungguin saya, dari pada saya di bilang GEER, ya mending saya makan kan??” Kata Wafa dengan mulut penuh makanan.
Arsya menggelengkan kepalanya saat di sudut bibir Wafa terdapat satu butir nasi, ia mengambil tissue kemudian membersihkannya. “Kamu tuh makan kaya anak kecil aja, nasi sampai meleber kemana-mana.”
Wafa diam terpaku, baru kali ini ia mendapatkan perhatian seperti itu. Perhatian kecil namun nyaris membuat dadanya meledak. Dari mantan suaminya, ia tak pernah mendapat perhatian demikian.
“Yah bengong lagi, beneran kesambet nih. Baru di kasih perhatian gitu aja kamu klepek-klepek. Pasti dada kamu berdebar-debar nih.” Kata Arsya seraya mesem-mesem.
Wafa mendelik kesal, ia mengambil tissue dari tangan Arsya kemudian membersihkan mulutnya sendiri. “Gak usah so’ perhatian gitu pak, bapak gak cocok.” Ucap Wafa dengan ketus.
Arsya mendengus, kemudian melempar tissue bekas dirinya pada Wafa hingga perempuan itu memprotes. “Jorok ih.”
“Abisin cepetan, keburu meeting nanti.”
Mendengar kata meeting, Wafa jadi teringat kejadian di toilet tadi, tapi ia tidak mau gegabah dengan mengatakannya pada Arsya. Bisa saja Arsya yang di maksud oleh orang di toilet tadi bukan Arsya-nya, maksudnya, bukan Arsya bos-nya.
Seorang pelayan yang mendekat ke meja mereka membuat perhatian Arsya dan Wafa teralihkan. “Ada apa mbak??” Tanya Wafa.
“Maaf, apa ini dengan pak Arsya??” Tanya pelayan wanita itu, ia mengacuhkan pertanyaan dari Wafa dan menatap Arsya dengan penuh kekaguman.
“Ya, ada apa??” Jawab Arsya.
“Silahkan ke privat room pak, pak Rama dari star center sudah menunggu anda di sana.”
“Oh ok, sebentar lagi saya kesana. Terima kasih.” Arsya sedikit terkejut karena ternyata Rama sendiri yang menghadiri meeting itu, karena menurut info yang Arsya dapatkan, jika dari Star Center tidak pernah di hadiri oleh Presdirnya, yaitu Rama. Rama selalu mengirim perwakilannya di setiap meeting dengan perusahaan lain.
Pelayan itu mengangguk seraya tersenyum manis, kemudian ia beralih menatap Wafa. Wafa terkejut saat perlakuan yang berbeda ia dapatkan, pelayan itu tampak mendelik dengan bibir berkomat-kamit. Ingin sekali Wafa mengatakan…”APA SALAHKU????”
“Kamu udah kan makannya??” Pertanyaan dari Arsya membuat Wafa tersadar dari tatapan anehnya pada pelayan tadi.
“Ah sudah pak.”
“Bagus, kita ke privat room, pak Rama udah nunggu kita katanya.”
Wafa mengangguk, ia mengambil tasnya dan file-file yang di butuhkan untuk meeting kemudian beranjak dari kursi mengikuti langkah lebar Arsya.
Wafa terkejut karena ternyata kedua orang yang ia lihat di toilet tadi ternyata adalah orang yang sama dengan yang ada di privat room itu. Namun dengan segera ia memperbaiki ekspresi terkejutnya, ia berpura-pura tidak terjadi apa-apa dan tidak mengenal dua orang yang ia dengar percakapannya di toilet itu. Beruntungnya, kedua orang itu tak melihat Wafa saat di toilet.
“Wah, terima kasih pak Rama. Anda sudah meluangkan waktu untuk meeting ini. Saya kira hanya orang perwakilan anda saja, tapi ternyata anda juga datang, suatu kehormatan untuk saya bisa langsung meeting dengan anda.”
“Jangan berlebihan pak Arsya, justru saya yang mendapat kehormatan karena bisa menjalin kerja sama dengan perusahaan anda.” Kata Rama.
Mereka saling berjabat tangan, kemudian Rama memperkenalkan sekretarisnya pada Arsya.
“Perkenalkan pak Arsya, ini Vita, sekretaris saya.” Kata Rama.
“Oh iya, saya Arsya. Dan ini…”
“Saya calon istrinya pak Arsya, Wafa.” Potong Wafa dengan mengulurkan tangannya.
Arsya terkejut karena dengan berani Wafa memperkenalkan dirinya sebagai calon istrinya. Padahal sebelumnya Wafa menolak untuk menikah dengan Arsya. Tapi kali ini Wafa membuat kejutan dengan memperkenalkan dirinya sebagai calon istri dari Gala Arsyanendra.
Dua orang di hadapannya pun tak kalah terkejutnya, mereka bahkan saling menatap. Dan rencana mereka mungkin akan gagal.
“Sa..saya Vita, sekretaris pak Rama.” Ucap Vita dengan sedikit terbata.
“Wow, ini kejutan pak Arsya. Karena saya baru mendengar jika anda ternyata sudah mempunyai calon istri.”
Arsya tersenyum lebar, entah mengapa ia sangat bahagia mendapat pengakuan dari Wafa. “Iya pak Rama, sebenarnya saya tidak mau gembar-gembor dulu sebelum saya benar-benar menikahi calon istri saya ini.”
“Ok, jangan lupa undangannya pak Arsya. Dan, mari kita mulai meeting ini.”
Satu jam sudah terlewat, meeting pun sudah selesai dari sepuluh menit yang lalu, tapi Arsya masih menahan Wafa di privat room itu. Sedangkan Rama dan Vita, mereka juga telah meninggalkan ruangan itu.
“Jadi??” Tanya Arsya.
“Jadi apa pak?”
“Jadi kamu setuju menikah dengan ku??”
Wafa membulatkan matanya, “Jangan salah faham pak, ucapan saya tadi hanya untuk melindungi bapak. Lagi pula, kalau bapak tahu siapa saya yang sebenarnya, saya yakin bapak akan menolak menikah dengan saya.”
“Melindungi? Maksud kamu?”
“Tadi itu…”
HEI HEI, STOP JANGAN KELUAR BAB INI DULU.....KALIAN LUPA NGASIH MAK LIKE LOH, KOMEN JUGA MAK SELALU NUNGGU...TEKAN JUGA LOVE-NYA SUPAYA CERITA INI MASUK KE CERITA FAVORIT KALIAN. SUPAYA KALAU MAK UP, NOTIF-NYA MASUK KE HP KALIAN.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Erina Munir
udeh maak
2024-07-17
0
NifRoro
lanjut mak🤩
akhirnya balik lagi ke lapakmu mak😂setelah lama tdk pernah singgah🤭🙏🤣
2022-01-18
2
Ellycahnia.go
next mak....
semangat...
2022-01-18
1