Pagi ini, Ardi kembali datang ke rumah Wafa, mengajak perempuan itu berjalan-jalan keliling kampung, hal yang sudah lama tak Ardi lakukan sejak ia kuliah di Negeri orang.
Awalnya Wafa menolak, ia tak mau menjadi bahan gunjingan para penduduk karena berani keluar rumah sebelum masa iddahnya selesai, tapi tatapan memohon Ardi tak bisa ia abaikan begitu saja. Akhirnya dia menyerah dan di sinilah mereka sekarang, di jalan menuju ke area persawahan yang dulu selalu menjadi tempat mereka bermain dan menghabiskan waktu.
Wafa menatap hamparan sawah yang sejauh mata memandang berwarna hijau muda dan mampu membuat matanya kembali segar.
"Dulu kita sering banget ke saung itu Fa". Ardi menunjuk saung yang berdiri di tengah sawah, saung itu masih tampak sama, hanya saja lebih terlihat menua.
"Iya Ar, waktu cepat banget berlalu, rasanya ingin kembali ke masa itu, masa dimana aku belum mengenal masalah dalam hidup, hanya memikirkan belajar dan belajar, habis itu main". Wafa mengakhiri kalimatnya dengan sebuah kekehan.
Baru saja Ardi ingin kembali berucap, salah satu penduduk yang kebetulan melewati mereka tampak menghentikan langkah dan menyapa mereka.
"Assalamualaikum Wafa, Ardi".
"Waalaikumsalam Bu, mau ke sawah Bu??". Tanya Ardi.
Wafa hanya tersenyum setelah menjawab salam wanita tua yang di ketahui bernama Marni itu.
"Iya nak Ardi, nak Ardi kapan pulang dari Negeri orang??".
"Baru tiga hari yang lalu Bu".
"Wah, baru yah." Bu Marni melirik Wafa, ia menatap Wafa dengan tatapan tak terbaca. "Wafa, apa gak sebaiknya kamu gak keluar rumah dulu? Kamu kan baru di talaq suami kamu, harusnya kamu menghabiskan masa Iddah kamu di rumah, jangan berkeliaran. Apa lagi sama laki-laki yang bukan muhrim kamu".
Wafa tersentak dengan ucapan Bu Marni, ia hanya mengangguk kemudian menunduk.
"Saya yang ngajak Bu, saya hanya ingin menghiburnya, lagi pula kami juga berjalan-jalan di tempat umum Bu, menurut saya kecil kemungkinan jika hal ini akan menjadi fitnah". Ardi sedikit tidak suka dengan cara penyampaian Bu Marni, seolah menyudutkan Wafa.
"Apa pun yang berhubungan dengan seorang janda, itu rentan menjadi fitnah nak Ardi. Apalagi Wafa baru beberapa Minggu saja di talaq suaminya".
"Astagfirullah Bu, apa saya harus menikahi Wafa dulu agar semuanya tidak jadi fitnah?"
"Dari pada sama janda, mending sama anak ibu aja, masih gadis".
Ardi hendak kembali menyanggah, namun tarikan Wafa di kaos bagian belakangnya membuat pria itu menoleh, gelengan kepala dari Wafa menandakan jika ia tak mau Ardi melanjutkan perdebatannya, mereka tidak akan menang melawan mulut penduduk.
"Kami permisi Bu, assalamualaikum". Ucap Ardi.
"Waalaikumsalam, anak muda zaman sekarang, di nasihatin kok ya melawan". Gumam Bu Marni.
Dari sejak perdebatan itu, Wafa tak lagi tersenyum, tak lagi banyak bicara dan tak lagi menatapnya. Perempuan itu sibuk menunduk menyembunyikan air matanya.
"Fa..."
"Aku kan udah bilang Ar, jangan mau deket-deket sama aku. Kamu jadi kena masalah kan?".
"Itu bukan masalah buat aku Fa, kamu jangan diam saja kalau mereka merendahkan mu".
"Aku harus bagaimana Ar? Yang mereka katakan memang benar". Wafa terisak, ia benar-benar terluka. Ia juga tak ingin menjadi seorang janda di usianya yang masih sangat muda. Dan harusnya pernikahan mereka sedang hangat-hangatnya, namun semua berbanding terbalik.
"Fa, Wafa yang aku kenal tidak selemah ini".
"Wafa yang kamu kenal mungkin sudah mati Ar".
"Astaghfirullah, istighfar Fa. Patah hati bukan akhir dari segalanya, buka mata kamu, masih banyak orang-orang yang sayang dan perduli sama kamu. Jalan kamu masih panjang Fa, jangan memutus jalan itu hanya karena cinta yang tidak sempurna".
"Kamu gak akan ngerti Ar, kamu gak pernah merasakan kehilangan dan patah hati".
"Kata siapa Fa? Aku penah mengalaminya. Orang yang aku cintai menikah dan di miliki pria lain, bayangkan bagaimana perasaan ku Fa, aku juga pernah berada dalam posisi kamu. Tapi aku membaginya dengan Allah, sampai Allah memberikan ku obat hati yang kembali membuat ku mampu menata hidup. Percayalah Fa, dalam setiap ujian dan musibah, terselip sebuah hikmah yang akan membuat kamu mengerti arti ikhlas kemudian bersyukur. Mungkin Allah sedang menyiapkan kebahagiaan untuk kamu, mungkin Allah juga telah menyiapkan seorang pria yang akan mencintai kamu dengan tulus. Jangan putus asa Fa, jangan berkecil hati karena masalah yang menurut Allah kamu sangat mampu melaluinya."
Wafa semakin terisak, ia terdiam mencerna setiap untaian kata indah yang mampu menggetarkan hatinya itu. Benar yang Ardi katakan, ia tidak boleh menyerah karena masalah yang sebenarnya mampu ia lalui, Allah percaya ia mampu, maka ia akan berusaha untuk mampu.
"Lebih dekatlah dengan Allah Fa, Dia yang maha mengatur segalanya. Serahkan semuanya padanya. Jika kita sudah berusaha hasilnya tetap mengecewakan, berarti Allah punya kebahagiaan lain untuk kita."
Wafa mengangguk, "kamu benar Ar, aku terlalu sibuk meratapi nasib ku, hingga aku lupa pada yang memberi takdir. Harusnya aku lebih mendekat padaNya, astaghfirullah ya Allah".
Wafa menghapus air matanya, ia menatap Ardi yang tengah tersenyum lembut padanya. Andai saja Wafa halal baginya, ingin sekali ia memeluk perempuan itu dan memberikan usapan di punggungnya agar perempuan itu kuat.
❤️❤️❤️❤️
Malam harinya, Wafa meminta izin pada ibu dan bapak untuk pergi ke kota, ia ingin memulai hidup yang baru dan mencari pekerjaan yang baru.
"Apa kamu yakin nduk??" Bapak menatap Wafa dengan sendu, ia merasa gagal menjaga putrinya.
"Aku yakin pak."
Ibu hanya terisak sedari tadi, sejak Wafa mengungkapkan keinginannya untuk pergi ke kota, wanita tua itu hanya menangis tanpa berucap apapun.
"Apa ini karena aku mbak??" Arini, gadis itu baru saja tiba dari rumah saudaranya, sejak terungkapnya kebenaran tentang dirinya dan Fahmi, gadis itu memilih pergi dan tinggal sementara di rumah saudaranya.
Wafa terkejut dengan kehadiran Arini yang tiba-tiba. "Bukan dek, bukan karena kamu. Mbak hanya ingin memulai kehidupan mbak dari awal."
Arini menggelengkan kepalanya, ia bersimpuh di pangkuan Wafa seraya terisak. "Maafkan Arin mbak, ini semua karena Arin. Arin yang salah, dan mbak yang menjadi korbannya."
Wafa menangkup kedua pipi sang adik, ia menghapus air mata gadis itu dengan ibu jarinya. "Jangan nangis dek, ini bukan salah kamu, mbak gak nyalahin kamu".
"Jangan pergi mbak, maafin aku." Arini menunduk, ia semakin terisak saat Wafa memeluknya, wanita berwajah syahdu itu sama sekali tak menyalahkan dirinya atas kandasnya rumah tangganya.
"Mbak tetap harus pergi Rin, mbak hanya ingin sembuh dari luka ini. Mbak gak marah sama kamu, mbak sayang sama kamu. Mbak ikhlas kalau kamu mau melanjutkan hubungan kamu dengan mas Fahmi. Kamu harus bahagia Rin, maafkan mbak yang sempat jadi penghalang kalian untuk bersama. Mbak jahat ke kamu Rin".
"Enggak mbak enggak, aku yang jahat."
"Sudahlah nduk, jangan saling menyalahkan diri sendiri. Ini sudah jalanNya, ini takdir yang Allah berikan pada kalian". Bapak mengusap air mata di ujung matanya, ia tak terharu melihat kedua putrinya masih saling menyayangi dan memaafkan meski mereka terlibat cinta dan hubungan yang rumit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
himawatidewi satyawira
yee ndak malu, malah nawarin anknya sendiri
2023-10-29
0
Agustina Kusuma Dewi
pergilah kasih
kejarlah impianmu
selagi masih ada waktumu
jangan kau perdulikan
meski sakit perih
kau yang jalani
bahagiakan dirimu
senyumlah
selagi esok masih terbentang
cha yo/Heart//Brokenheart//Plusone//Ok/
2023-09-29
0
Aiur Skies
walah bodo banget klo laki-laki pengangguran, penjudi, pemabuk dan players masih mau diterima, arini disini bukan ada kereta yg akan lewat tapi ada laki-laki kaleng bekas yang akan lewat wkwkwkwkwkwk🥳🥳🥳🥳🥳🥳
2023-05-15
1