Ke esokan harinya, bapak dari Wafa benar-benar menghubungi Fahmi dan menyuruh pria itu datang ke malang untuk menyelesaikan masalah rumah tangga putrinya, dan Fahmi meng iya kan.
Menjelang sore Fahmi sampai di stasiun kereta api kota Malang, ia bergegas mencari angkutan umum agar tak sampai kemalaman sampai di rumah Wafa.
Lampu-lampu jalanan mulai menyala, menghiasi malam di kota itu. Para pedagang yang menjajakan berbagai macam makanan ada yang baru memulai menggelar dagangannya ada juga yang bersiap untuk pulang.
Fahmi menghela nafas panjang, sejenak ia mengumpulkan keberanian untuk menghadap pada mertuanya, sesungguhnya, tak ada sedikit pun niat menyakiti Wafa, ia melakukan itu hanya semata-mata ingin berpisah dari Wafa dan menikahi wanita yang benar-benar di cintainya.
"Assalamualaikum". Fahmi mengucap salam bersamaan dengan tangannya mengetuk daun pintu berwarna coklat di depannya.
Lama tak ada jawaban, sepertinya para penghuni rumah tengah ke mesjid yang berjarak beberapa meter saja dari rumah, kebiasaan di kampung itu adalah kegiatan berjamaahnya yang masih kuat, pemandangan indah bagi setiap muslim yang di tempatnya masih memiliki mesjid yang isinya penuh dengan para jamaah. Termasuk di kampung Wafa ini.
Fahmi kembali mengucap salam seraya mengetuk pintu.
"Assalamualaikum pak Bu".
Terdengar derap langkah kaki mendekat, "Waalaikumsalam". Jawab seseorang dari dalam.
"Mas Fahmi?". Arini, adik dari Wafa itu begitu terkejut dengan kedatangan kakak iparnya. Ia menundukkan pandangannya saat Fahmi menatapnya dengan lekat. "Masuk mas".
Fahmi mengangguk, kemudian duduk di kursi ruang tamu setelah sebelumnya Arini mempersilahkannya untuk duduk.
"Yang lainnya kemana?". Tanya Fahmi.
"Lagi sholat jamaah Maghrib di mesjid mas".
Fahmi mengangguk, "Kamu apa kabar? Udah lulus yah?".
"Baik mas, Alhamdulillah udah".
Hening, sesaat mereka saling diam, tak ada pembicaraan lagi selain bunyi jangkrik yang terdengar bersahutan dengan suara jarum jam yang berdenting.
"Oiya aku sampai lupa, mas mau minum apa? Biar aku bikinkan".
"Gak usah repot-repot dek, kamu duduk aja, ada yang mau aku omongin".
Arini mengangguk, tiba-tiba saja jantungnya berdetak kencang. "Ada apa mas?".
"Jangan pura-pura tidak tahu Arini, kamu tahu tujuan ku ke sini. Aku ingin berpisah dari Wafa dan menikahi mu".
Arini menatap Fahmi yang juga menatapnya, ada air bening menetes di pipinya tanpa permisi, entah tangisan apa yang gadis itu keluarkan, tangisan bahagia ataukah luka. "Aku tidak mau membahas ini mas".
"Kenapa Arini? Aku sudah cukup lama menunggu mu".
"Kamu suami mbak ku mas, ingat itu. Mbak Wafa sangat mencintai kamu, dan kamu malah memperlakukannya dengan buruk mas".
"Semua ini tidak akan terjadi jika saja kamu menerima aku dan tidak menyuruh ku menikahi mbak mu. Aku melakukan itu agar aku bisa berpisah dengannya dan menikahi kamu. Hanya kamu satu-satunya gadis yang aku cintai dari dulu sampai sekarang, gak ada yang berubah Arini".
"Cukup mas, mbak Wafa sangat mencintai kamu dari dulu. Jangan menyakitinya lagi".
"Tapi aku hanya mencintai kamu, kalau saja kamu tidak memaksa ku untuk menikahinya maka kejadian seperti ini tidak akan pernah terjadi".
"Tapi aku gak bisa lihat mbak Wafa terluka mas".
"Dan kamu sendiri terluka karena mengorbankan cinta kamu Arini".
Arini terdiam ia mengusap air matanya, benar apa kata Fahmi, ia memang mencintai pria itu, tapi sayangnya mbaknya pun menginginkan pria yang sama dengannya. Dan dia memilih mengalah dengan mengubur cintanya dan meminta Fahmi menikahi Wafa. Ia tak menyangka jika karena keputusannya itu banyak hati yang terluka pada akhirnya.
"Jangan tolak aku lagi Arini, aku sangat mencintai kamu. Inilah kesempatan kita untuk bersatu". Fahmi mencoba meyakinkan Arini, namun gadis itu tetap menggelengkan kepalanya.
"Maaf mas, aku tetap tidak bisa. Akan ada banyak hati yang terluka di sini".
Keduanya kembali terdiam, mereka tak menyadari, jika ada seorang perempuan yang tengah membekap mulutnya menahan agar tangisannya tak menimbulkan suara ketika ia baru saja mengetahui kenyataan baru tentang rumah tangganya yang ternyata mengorbankan dua hati, hati Arini dan Fahmi.
Wafa yang tidak enak badan memutuskan untuk pulang terlebih dahulu, di antar ibu ia pulang ke rumah. Niatnya mengantar saja lalu ibu akan kembali ke mesjid, namun mendengar percakapan dua orang di dalam sana membuat ibu terkejut, ibu memeluk Wafa yang saat itu terduduk lemas di lantai saat kenyataan pahit kembali ia dapatkan. Ibu tak menyangka jika putri-putrinya menjalani masalah yang rumit seperti ini. Hatinya ikut sakit ketika mendapati hati putri-putrinya tersakiti dengan lingkaran cinta pada satu pria yang sama.
❤️❤️❤️
"Sabar nduk".
Hanya kata itu yang mampu ibu lontarkan, ia berada di posisi yang membingungkan, dua putrinya mencintai pria yang sama.
Suara samar-samar dari arah luar membuat percakapan Arini dan Fahmi terhenti, mereka sama-sama saling menatap kemudian beranjak melihat keadaan di luar.
Betapa terkejutnya ketika Arini mendapati Wafa dan ibu tengah menangis duduk di atas lantai. Gadis itu yakin jika Wafa dan ibu mendengar semua percakapannya dan Fahmi.
"Mbak Wafa, aku...."
Wafa mengangkat sebelah tangannya. "Jangan bicara apapun dek, mbak merasa menjadi orang bodoh". Ia semakin terisak.
Arini diam menunduk, ia pun menangis mendapati kekecewaan Wafa. Perasaan seseorang memang tidak bisa di atur kemana akan berlabuh, ia juga tak bisa menahan seseorang untuk mencintainya. Ia mencoba mengalah dan menyembunyikan perasaannya demi sang kakak yang ternyata juga mencintai pria yang sama. Tapi ternyata ia malah menyakiti hati kakaknya.
"Kalian membuatku terlihat konyol, aku tak menyangka jika aku sebodoh ini, aku tidak bisa menyadari perasaan kalian."
"Maafkan Arin mbak, Arin hanya ingin membuat mbak bahagia".
"Tapi kamu justru melukai mbak dek, mbak merasa menjadi orang bodoh dan jahat secara bersamaan". Wafa memeluk sang ibu, meluapkan rasa kecewanya, bukan kecewa pada adik dan suaminya, tapi kecewa pada dirinya sendiri yang hadir menjadi orang ketiga di antara adiknya dan suaminya.
"Maafkan aku Wafa, ini semua salah ku. Arini tidak bersalah dalam hal ini".
"Cukup mas, jangan bicara apapun lagi padaku. Kenapa kamu tidak bicara baik-baik padaku, kenapa kamu malah memperlakukan aku dengan kejam hanya untuk agar aku pergi dari mu".
Fahmi terdiam, ia akui caranya memang salah. Ia fikir dengan membuat Wafa membencinya semua akan mudah ketika kelak ia meminang Arini, tapi ia justru banyak menyakiti hati orang.
Di tengah perdebatan menyakitkan itu, bapak datang dengan tergesa. Dari kejauhan ia dapat melihat jika Wafa dan istrinya tengah menangis. Dan kehadiran Fahmi membuat bapak mempercepat langkahnya.
"Assalamualaikum". Ucap bapak.
"Waalaikumsalam pak".
"Kenapa berbicara di luar? Tidak enak di lihat tetangga. Ayok masuk, Bu ajak Wafa masuk".
Ibu mengangguk, ia menuntun Wafa untuk masuk. Mereka duduk bersama di ruang tamu.
"Ada apa ini nak Fahmi? Pernikahan kalian baru seumur jagung, tidakkah kalian bisa mempertahankannya?". Tanya bapak.
"Tidak pak, aku ingin tetap berpisah. Dan aku ingin mas Fahmi menjatuhkan talak pada ku malam ini juga." Tegas Wafa, ia menghapus air matanya, cukup sudah ia harus terlihat bodoh. Ia memang kecewa, tapi kekecewaan terbesarnya adalah pada dirinya sendiri. Ia tak menyangka jika ia akan menjadi orang ke tiga di antara adiknya juga suaminya.Menhadi penghalang bagi cinta mereka, dan ia hanya batu koncatan bagi Fahmi dalam menunggu Arini.
"Fikirkan dengan matang nduk, jangan terburu-buru mengambil keputusan".
"Aku sudah memikirkannya pak".
"Jika karena alasan sikap Fahmi padamu, bukankah itu masih bisa di rubah nduk? Bapak tidak ingin kamu menjadi gunjingan warga karena status mu. Kamu tahu sendiri di lingkungan kita ini janda itu di pandang sebelah mata".
"Bukan karena itu pak, mas Fahmi mencintai Arini, bukan aku. Aku hanya batu loncatan untuknya dalam menunggu Arini, itu justru akan lebih menyakitkan bagi ku pak, aku lebih terlihat menyedihkan." Wafa kembali terisak, ia meluapkan segala ganjalan di hatinya.
"Astaghfirullah, apa yang bapak dengar ini benar nduk?". Bapak menatap Arini dan Fahmi bergantian, keduanya hanya menunduk dan terdiam. "Apa diamnya kalian ini berarti IYA??". Tanya bapak lagi.
Arini dan Fahmi masih diam. Bapak menatap ibu yang juga tengah menangis. "Bu, apakah itu benar??".
Ibu mengangguk sebagai jawaban.
"Ya Allah...." Bapak meremas jantungnya yang berdetak lebih kencang dari biasanya, hingga menimbulkan rasa tak karuan juga nyeri di dadanya.
"Bapak..."
"Ya Allah pak.."
Semua orang panik, bertambah panik saat bapak mulai tak sadarkan diri.
Malam itu semuanya terungkap, menimbulkan kegaduhan juga rasa sakit bagi Wafa dan keluarganya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Nurlaila Hasan
lanjuuuiut
2024-02-21
0
◉‿◉♡-Ƥυтrу Ƴαѕмιη-♡◉‿◉
Tega bener mereka ini, si Arini berkorban demi kk tp dia tidak tau apa akibat dari semua ini 😭
2022-09-23
0
Alung Ss
ya Allah....
2022-01-13
1