Intercom di meja kayu berwarna cokelat yang menjadi tempat baru Wafa berkutat itu terdengar berdering. Tangannya yang sibuk mengetik di keyboard laptop di hadapannya terulur untuk meraih gagang intercom yang masih terdengar menyala.
"Mana kopi dingin untuk ku?? Kenapa kamu belum membuatkannya??"
Kalimat pertama yang Wafa dengar dan menyadarkannya pada tugas barunya. "Maaf pak, saya akan segera buatkan untuk anda".
"Cepatlah, kerongkongan ku sudah kering."
"Baik pak".
Wafa meletakkan kembali gagang intercom itu, ia keluar ruangannya melalui pintu samping yang terhubung dengan pantry kecil khusus untuk kebutuhan sang Presdir.
Tangan lentiknya meracik kopi yang akan ia buat, meski ragu dan takut Arsya tak menyukainya, ia tetap membuatkannya sesuai dengan instingnya. "Kemanisan gak yah?" Pertanyaan yang ia tujukan pada diri sendiri kemudian menjawabnya sendiri. "Gak deh kayanya pas". Ucapnya lagi.
Wafa menghela nafas panjang, berdehem untuk mengusir gugup kemudian memutuskan untuk segera memberikan kopi dingin yang di buatnya pada sang bos.
"Silahkan pak Presdir".
"Hemmmm". Arsya mengalihkan fokusnya dari layar laptop di depannya, tangannya terulur mengambil gelas berisi kopi dingin pesanannya kemudian menegukknya. Dahinya mengernyit, "Wafaaa".
Wafa menghentikan langkahnya yang hendak memasuki ruangannya. Ia berbalik dan kembali menghampiri meja Arsya. "Iya pak". Jawabnya
"Kemanisan, bikin lagi". Arsya tak memperdulikan Wafa yang masih menganga di tempatnya. Ia kembali sibuk dengan pekerjaannya.
"Baik pak". Wafa kembali menuju pantry, ia kembali membuat kopi dingin untuk Arsya dengan mengurangi gulanya. Setelah di rasa selesai, Wafa membawanya dan menyimpannya di depan Arsya. "Silahkan pak".
Wafa membungkukkan badannya kemudian kembali melangkah menuju ruangannya.
"Wafaaaa".
Wafa memejamkan matanya sejenak, ia menahan rasa kesalnya kemudian berbalik menghadap Arsya, memasang senyum semanis mungkin lalu menjawab "iya pak".
"Ini kurang manis, bikin lagi sana".
Wafa mengatur nafasnya, rasa kesalnya ia tekan dalam-dalam. Jika pria di depannya ini bukanlah bosnya, maka ia akan melepas high heels nya dan melemparkannya pada hidung mancung pria itu, "menyebalkan". Gumamnya
"Aku mendengarnya nona Wafa".
Wafa tak lagi menggerutu, ia berlari kecil menuju pantry sebelum bos menyebalkannya itu kembali mengomel.
Sementara Arsya, pria itu menunduk, bibirnya berkedut menahan tawa.
Tak lama, Wafa kembali dengan segelas kopi dingin pesanannya yang ke tiga kalinya. "Silahkan pak".
"Jangan dulu pergi, saya takut kopinya gak enak".
Wafa mendelikkan matanya, ia menunggu sang bos mencicipi kopi buatannya.
Arsya tampak terdiam, mengecap-ngecap lidahnya saat kopi dingin buatan Wafa menyentuh lidahnya.
"Yang ini kayanya yang paling pas, enak". Arsya mengambil satu gelas kopi dingin yang membuat mulut Wafa menganga dengan mata membulat.
"Itu kopi yang pertama saya buat pak, yang kata anda terlalu manis dan sekarang pilihan anda tetap pada gelas itu setelah saya buat tiga gelas kopi?? Ya tuhan ada apa dengan pria ini?".
Arsya mengatupkan bibirnya, menahan agar tawanya tak pecah. "Terus salah kalau saya pilih yang ini?? Ini lidah siapa??"
"Anda pak".
"Kopi yang kamu buat untuk siapa??".
"Anda pak"
"Jadi siapa yang berhak memilih??".
"Anda pak".
"Bagus, itu kamu tahu. Poin penting buat kamu, bos selalu benar. Ingat itu". Arsya menjentikan jari telunjuk dan ibu jarinya, menimbulkan bunyi TRIK yang membuat Wafa memutar bola matanya dengan malas.
"Baik pak, anda selalu benar, saya selalu salah. Saya permisi pak".
"Hei hei hei. Siapa yang menyuruh kamu pergi, ambil dua gelas kopi ini dan habiskan".
"Tapi pak saya..."
"Saya menolak kata tapi, ambil dan habiskan".
Wafa mengepalkan tangannya, kesal bercampur cemas, namun ia juga tak bisa menolak. Wafa berjalan lebih mendekat pada meja, mengambil dua gelas berisi kopi dingin itu dan meminumnya dengan kesal. "Sudah pak, apa ada lagi yang anda ingin lakukan pada saya??"
Arsya menoleh "ada" .
"Silahkan katakan pak". Wafa menggigit bibir bawahnya menahan kesal, dadanya naik turun menahan amarah.
"Saya ingin menerkam kamu, memakan kamu dan tulangnya saya buang ke kutub Utara."
"Hah??" Wafa bergidik ngeri, kemudian segera beranjak meninggalkan meja sang boss yang terdengar tertawa. Tawa yang terdengar sangat mengerikan untuk Wafa.
"Dasar bos gila, duh mana aku gak bawa obat aku lagi. Semoga aja gak kambuh deh".
***
Jam makan siang tiba, Wafa masih betah di ruangannya. Bukan karena rajin bekerja, tapi karena lambungnya sedang memprotes dan menolak minuman yang tadi di minum oleh Wafa, lambungnya terasa perih dan menusuk-nusuk.
Wafa memang tidak pernah bisa meminum kopi, apalagi kopi hitam. Riwayat lambung membuatnya sangat menghindari minuman yang banyak di gemari itu.
Wafa mengerutkan dahinya seraya meringis, perih di lambungnya semakin terasa. Di tengah menikmati rasa perih di area lambungnya, intercom di mejanya berdering. Dan Wafa tahu siapa yang menghubunginya, karenanya ia tak bisa mengabaikannya.
"Iya pak, ada yang bisa saya bantu??"
"Ke ruangan saya sekarang".
"Iya pak". Wafa menyimpan kembali gagang intercom di tempatnya, ia berdiri dari duduknya dan beranjak ke ruangan Arsya.
"Iya pak, anda memanggil saya??"
"Pesankan saya makan siang, dari kantin bawah aja".
"Baik pak". Wafa meremas area perutnya, rintihqn kesakitannya terdengar di telinga Arsya.
"Kamu kenapa??". Tanya Arsya.
"Tidak apa-apa pak, saya permisi".
Arsya mengangguk meski ia tak percaya jika sekretarisnya itu baik-baik saja.
Baru saja hendak meraih gagang pintu, Wafa terhuyung ke depan. Pandangannya kabur, buliran keringat dingin membasahi dahinya. Rasa perih di perutnya semakin terasa meremas lambungnya. "Astaghfirullah ya Allah". Runtuhnya
Arsya yang mendengar suara ringisan dari Wafa segera beranjak saat mendapati tubuh wanita itu terhuyung menabrak pintu di depannya, jika saja tidak ada pintu, mungkin Wafa akan tersungkur dengan posisi tengkurap.
"Wafa, kamu kenapa??" Arsya menahan tubuh Wafa yang kembali tak seimbang dan akhirnya jatuh tak sadarkan diri. "Hei, Wafa. Jangan buat aku khawatir, kamu ini kenapa sebenarnya?? Sadar Fa".
Arsya menggendong Wafa dan membaringkannya di sofa, ia tak berani membawa Wafa ke kamar pribadinya, takut terjadi fitnah dan Wafa pasti akan marah jika Arsya lancang berbuat sejauh itu.
"Ren, ke ruangan ku sekarang". Karena Arsya panik dan tidak tahu apa yang harus ia lakukan, ia memutuskan untuk menghubungi Reno, asisten pribadinya.
"Anda memanggil saya tuan??"
"Ren, telpon dokter. Wafa pingsan, saya bingung kenapa dia bisa kaya gini. Baru hari pertama udah ngerepotin".
Reno mengangguk, segera melaksanakan perintah sang bos untuk menghubungi dokter pribadinya.
***
"Sepertinya, dia punya riwayat MAG kronis. Lambungnya bermasalah. Apa dia makan atau minum sesuatu sebelum dia pingsan??"
"Mana gue tau Ko, gue bukan pengasuhnya".
Niko, sahabat Arsya sekaligus dokter pribadi keluarganya.
"Ck, barangkali Lo tau." Jawab Niko
Arsya terdiam sejenak, ia berfikir apa ada yang salah dengan sesuatu yang di makan atau di minum oleh perempuan itu. "Seinget gue, dia itu cuma minum kopi buatan dia sendiri. Kopi dingin, karena rasanya gak pas, ya gue suruh dia minum dan abisin dua gelas kopi dingin".
"Ya tuhan Arsya, pantesan aja ni anak pingsan. Kopi itu ngaruh banget sama lambungnya, dua gelas pula". Omel Niko
"Ya mana gue tahu dia punya penyakit lambung. Dia juga gak nolak tadi".
"Dia pasti takut lah buat nolak. Lo kan kaya singa Sya".
"Sialan Lo, jangan panggil gue Sya Sya, nama gue Arsya. Kalo Lo panggil gitu, kesannya kaya nama gue Nisya".
Niko dan Reno kompak tertawa, mereka lupa mereka berhadapan dengan siapa.
"Siapa yang nyuruh kalian ngetawain gue??"
Reno nyaris tersedak ludahnya sendiri mendengar suara dingin Arsya, jika sudah begini, mode kabur adalah pilihan yang terbaik. "Ma..maaf pak, sepertinya saya harus ke toilet".
"Kabur sana kabuur". Omel Niko
Arsya menatap wajah polos Wafa ketika matanya terpejam. Buliran keringat masih membasahi dahinya. Pashmina yang ia pakai sudah meleot ke sana ke mari. Satu kata yang pantas menggambarkan seorang perempuan yang kini tengah terbaring tak sadarka diri itu. "Cantik".
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Alung Ss
hmmm
nada nada bakal kena virus tu pak presdir....
2022-01-14
1