Karena cinta bukan hanya sekedar memiliki, tapi juga melepaskan...
Ardi menatap kepergian Wafa dengan berusaha tegar, padahal sesungguhnya, kedua kakinya terasa lemas, rasanya ingin duduk meluruh di atas tanah yang ia pijak kemudian berteriak sekeras mungkin untuk meluapkan segala rasa yang membuat dadanya sesak. Bibirnya boleh saja mengukir senyum mengiringi kepergian perempuan yang sangat di cintainya itu, tapi hatinya terasa teremas tangan-tangan raksasa yang membuat himpitan di dalam sana dan menyebabkan ia kesulitan dalam bernafas, sesak dan menyakitkan.
Tatapan sendu dari mata teduh Wafa tak bisa hilang begitu saja dari benak Ardi, perempuan itu di paksa pergi karena keadaan. Lingkungannya berada membuat perempuan itu tertekan, meski sekeras apapun menjelaskan pada mereka, mereka tetap saja akan melihat yang terjadi tanpa mau mendengar kenyataan yang sesungguhnya. Di mata mereka Wafa tetap seorang janda yang di anggap remeh dan di pandang sebelah mata.
Inilah keputusan akhirnya, Wafa harus kembali meninggalkan orang-orang tersayangnya demi bisa melanjutkan hidupnya dan mengobati luka yang tertoreh di hatinya.
***
Wafa memutuskan untuk merantau ke kota Surabaya. Jarak dari kampungnya di malang ke Surabaya menghabiskan waktu sekitar dua jam. Keinginannya untuk pergi sangat jauh tak mendapatkan izin dari ibu dan bapaknya. Ia di perbolehkan merantau hanya di sekitaran Jawa timur saja.
Pukul sembilan pagi Wafa telah sampai di sebuah kos-kosan dimana temannya tinggal. Kos-kosan yang hanya di peruntukan pada perempuan saja itu berderet sekitar dua puluh pintu, Wafa menempati pintu paling pojok karena hanya itulah yang kosong. Sementara Lastri, temannya, hanya terhalang tiga pintu saja dari tempatnya.
"Cuma tinggal ini Fa yang kosong". Kata Lastri, setelah melepas rindu dan sedikit berbincang, Lastri dan pemilik kosan itu mengantarkan Wafa ke kamar yang akan ia tempati.
"Gak papa Ti, deketan sama kamu aja aku udah seneng banget. Maaf yah aku ngerepotin kamu".
"Ngerepotin apa toh Fa, cuma segini doang mah gak repot".
Pemilik kosan yang di ketahui bernama Bu Retno itu memberikan kunci pada Wafa, kemudian ia pamit untuk kembali ke rumahnya yang hanya berjarak sekitar tiga kilometer saja dari gedung kosan itu.
"Semoga betah ya Fa, besok aku antar kamu ke perusahaan tempat aku kerja."
"Iya Ti, sekali lagi makasih banyak yah".
"Iya-iya sama-sama, kamu istirahat gih. Pasti cape banget kan?".
Wafa mengangguk, ia menutup pintu dan menguncinya setelah Lastri meninggalkan kamar kosannya.
Wafa mengedarkan pandangannya, ruangan itu terdiri dari satu kamar, dapur dan kamar mandi juga ruang tamu yang berukuran kecil. Lebih seperti kontrakan tapi ukurannya seperti kos-kosan. Antara ruang tamu dan dapur tak memakai sekat, kamar mandi terletak di dekat dapur sedangkan kamar tak jauh dari pintu masuk dan bersebrangan dengan ruang tamu. Cukup nyaman dan bersih.
Kasur berukuran kecil dan lemari yang juga kecil sudah terdapat di dalam kamar. Sedangkan untuk perabotan dapur tak terlalu banyak, hanya ada penanak nasi, kompor, dan peralatan masak juga piring dan gelas yang hanya berjumlah lima buah saja.
Wafa memutuskan untuk beristirahat, perjalanannya cukup melelahkan dan membuat tubuhnya terasa kaku.
Malam harinya, Lastri mengajak Wafa pergi makan malam. Ingin memasak sendiri namun bahan-bahan belum tersedia.
Dengan berjalan kaki, Wafa dan Lastri menikmati suasana pusat kota Surabaya yang cerah. Bintang-bintang bertaburan di langit gelap, semilir angin yang tak terlalu kencang membuat segar permukaan kulit. Warung angkringan menjadi tujuan mereka, menikmati makanan sederhana yang menjual hidangan lezat khas Surabaya dengan harga terjangkau. Tidak menguras dompet untuk Wafa dan Lastri.
Setelah mengambil makanan, Wafa dan Lastri duduk di salah satu meja yang terdapat di pojok belakang. Mereka sengaja memilih tempat itu agar lebih leluasa bercerita mengenang masa SMA mereka dulu. Warung angkringan itu lumayan ramai, dengan gaya lesehan semakin membuat tempat itu nyaman.
"Eh Fa, aku denger-denger Ardi ada di kampung yah??"
Wafa mengangguk, "iya Ti, kuliah dia udah selesai katanya".
"Tambah ganteng gak dia? Jadi penasaran gimana tampangnya sekarang".
"Ya gitu, gak jauh beda sama dulu kok. Cuma dia jadi kelihatan lebih dewasa aja. Kamu sih betah banget di sini, jarang pulang kampung".
"Tuntutan Fa, aku butuh uang buat sekolah adik-adik ku".
Wafa mengangguk, "kamu hebat Ti, aku kagum loh sama kamu".
Lastri tersenyum, ia mengusap lengan Wafa dengan lembut. Ia tahu permasalahan rumah tangga Wafa, namun ia tak berani bertanya. Karena gosip di kampusnya akan cepat sekali menyebar apalagi itu mengenai hal-hal seperti itu.
"Kemarin aku sempat ketemu ibu kamu Ti, sempat mampir juga ke rumah kamu sebentar".
"Iya Fa, ibu aku cerita waktu nelpon kemarin. Katanya kamu sempat main ke rumah sebentar".
"Kemarin aku sempat jalan dulu sama Ardi sebentar. Tadinya aku juga malas keluar, tapi Ardi maksa."
"Waaah jalan kemana FA??"
"Keliling kampung doang Ti, aku kan gak pernah keluar rumah. Malas juga, tapi Ardi ngajak aku jalan, kebetulan ketemu ibu kamu terus aku di ajak mampir dulu sebentar".
Percakapan mereka terhenti saat sang pemilik warung menyajikan minuman untuk mereka. "Silahkan nduk".
"Terima kasih pak". Ucap Wafa.
Selesai makan malam, keduanya jalan-jalan sebentar kemudian pulang untuk beristirahat. Menyongsong hari esok yang di perkirakan akan penuh dengan perjuangan.
💜💜💜
Pagi-pagi sekali, Wafa sudah bersiap. Memakai celana panjang hitam dan kemeja putih di padukan dengan pashmina hitam dan sepatu flat hitam sebagai penyempurna penampilannya.
"Assalamualaikum Fa, udah siap belum??"
Suara Lastri dari luar sana membuat Wafa tergesa mengambil tas selempangnya juga amplop cokelat berukuran besar berisi data diri dan surat lamaran pekerjaan juga berkas-berkas lainnya yang di perlukan sebagai persyaratan melamar pekerjaan di sana.
"Waalaikumsalam Ti, aku sudah siap. Sebentar".
Wafa mengunci pintu kamarnya, kemudian menemui Lastri yang menunggu di depan pintu.
"Kunci pintunya Fa".
"Iya Ti, sebentar".
Keduanya berjalan ke jalan raya dan menyetop angkutan umum untuk menuju perusahaan tempat Lastri bekerja.
Beruntung meski mereka terpisah lama, Wafa dan Lastri tidak putus komunikasi, sehingga saat Wafa meminta tolong pada Lastri untuk mencarikan pekerjaan, Lastri langsung mengabari Wafa bahwa di kantor tempatnya bekerja sedang menerima lowongan pekerjaan. Lastri sendiri bekerja sebagai staf keuangan di perusahaan itu.
Lima belas menit waktu tempuh mereka menuju ke perusahaan itu. Dan disinilah mereka sekarang, di depan gedung bertingkat yang megah dan di atasnya bertuliskan GALAMEDIA.
Perusahaan berlantai lima belas, yang bergerak di bidang jasa periklanan.
Tak hanya Wafa yang tampak berkumpul untuk melamar pekerjaan, tapi ada sekitar dua puluh orang yang tengah berkumpul menunggu interupsi dari perusahaan itu.
Di sinilah awal yang baru bagi kehidupan Wafa Az-Zahra. Entah awal bahagia, atau justru awal penambah luka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Agustina Kusuma Dewi
kos2 an model wafa dl q msh 500an perbulanya lo
trs pas nikah sblm puny anak,
trs sdh punya anak.. ambil lagi kamar kos sebelahnya
jd alias 2 kamar
1 untuk tdr
1 untuk brg2,
yg sejak nikah punya byk barang
2023-09-29
0
Agustina Kusuma Dewi
wafa
malang mana tuh kampung nye
rmh babe nyak gue d blimbing griya shanta malang
wafa ngekos dmn tuh
sby@sda..kalo model bgtu macem kos keluarga
krn pas dl q ngalami kos bgtu model tempatnya
alhamdulillah, skrg hbs nikah bs rmh sendiri
cha yo wafa
2023-09-29
0
Aty Ayu
semoga awal yg baik buat Wafa ...
2022-01-12
1