Wafa termenung di ruangannya. Sesaat yang lalu, Karolina baru saja keluar dari ruangannya. Ia tengah memikirkan bagaimana caranya menolak keinginan kukuh wanita paruh baya itu.
Memang, setelah mendengan salah satu alasan kenapa Karolina bersikukuh untuk menjadikan Wafa menantunya, hati Wafa sedikit tergerak. Namun tetap saja, ia tak menyukai Arsya, begitu pun sebaliknya. Pernikahannya dengan Fahmi atas dasar suka saja kandas, apalagi ini. Meski Wafa sadar betul jika rasa cintanya pada Fahmi sepihak, tapi setidaknya ia dapat bertahan karena cinta itu. Lalu dengan Arsya? jika sesuatu terjadi nanti, apa yang harus ia pertahankan??
"Kenapa semua menjadi sulit? Aku hanya ingin bekerja disini, aku ingin melupakan masa laluku dengan menyibukkan diri bekerja, bukan dengan menikah lagi dan menghadirkan pria yang baru." Lirihnya.
Wafa teringat perkataan sang ibu ketika Ardi menyatakan perasaannya. Ibu sempat mengatakan jika obat sakit hati karena pria itu adalah dengan menghadirkan pria yang baru, dengan kata lain, terluka karena cinta itu obatnya adalah cinta yang baru. Tapi bagi Wafa itu terlalu frontal, Wafa masih membutuhkan waktu lagi untuk sendiri agar ia tak salah memilih lagi.
Intercom di mejanya kembali berdering. Wafa menghela nafas panjang sebelum akhirnya mengangkat benda tersebut. "Iya pak." Ucapnya.
"Kenapa kamu ketus banget jawab telpon dari saya??"
"Tidak pak, biasa saja. Mungkin itu perasaan anda pak."
"Ah sudahlah, kita pergi sekarang."
Wafa menghela nafas panjang saat Arsya mematikan sambungan intercom-nya. Ia menelungkup kan wajahnya pada meja beralaskan dua tangannya yang terlipat. Tapi kemudian ia bangkit kembali dengan berusaha menyemangati.
Wafa beranjak ke ruangan Arsya lewat pintu penghubung antara ruangannya dan ruangan pria itu dengan file-file yang di butuhkan untuk meeting. Pria itu sudah tampak menunggu.
Tanpa berkata apapun, Arsya keluar ruangan. Wafa tak mau ambil pusing dengan sikap Arsya yang semaunya, ia sudah pusing dengan permintaan Karolina yang mendesaknya untuk dapat menikah dengan Arsya.
Menempuh perjalanan Lima belas menit, Arsya dan Wafa tiba di resto Bulan, tempat pertemuannya dengan perusahaan Star Center. Ia memarkirkan mobilnya terlebih dahulu, kemudian turun dari mobil saat kendaraan kesayangannya itu telah terparkir cantik dengan sempurna.
"Kamu pilih saja mejanya, saya ke toilet dulu." Kata Arsya.
"Baik pak."
Wafa berjalan terpisah dengan Arsya. ia memilih meja sesuai perintah Arsya. Meja di dekat jendela kaca menjadi pilihannya, ia ingin melihat jelas pemandangan lalu lalang orang dan kendaraan yang melintas di luar sana.
Ingatannya kembali ke saat Karolina berbicara dengannya mengenai alasan wanita itu memilih Wafa sebagai menantunya.
FLASHBACK
"Yang lebih cantik banyak nak, tapi tidak ada yang lebih baik dari kamu. mami memilihmu karena......"
"Karena apa nyonya??"
"Kamu putri sahabat mami nak.. Retno."
"Nyonya mengenal ibu saya??"
"Sangat sayang, Ibu kamu pernah melakukan hal yang sangat berarti untuk mami dan Arsya. Karena itu, tolong terima pernikahan ini. Mami mohon." Karolina mengatupkan kedua tangannya sebagai tanda memohon, hal itu membuat Wafa berhambur untuk menangkup tangan Karolina yang masih memohon padanya.
"Nyonya, jangan memohon pada ku seperti ini."
"Tidak nak, mami akan melakukan apapun asal kamu mau menjadi menantu mami. Hanya dengan cara ini mami bisa membalas Budi, dengan cara menyayangi mu dan menjaga mu nak."
"Tapi tidak harus menikah." Ingin rasanya Wafa menjawab seperti itu, tapi melihat sorot mata sendu penuh permohonan dari Karolina, Wafa tak sampai hati mengatakannya. Akhirnya Wafa mengangguk pelan. "Tapi nyonya harus berjanji untuk menceritakan pada ku apa yang ibu ku lakukan untuk nyonya dan Arsya dulu."
"Mami janji nak, tapi tidak sekarang. Terima kasih sayang. Mami yakin Arsya akan bahagia bersama mu."
Wafa tak menjawab juga tak mengangguk, ia hanya memberikan sebuah senyuman pada wanita paruh baya itu.
FLASHBACK END
"Wafa Az-Zahra!!! Saya panggil-panggil kenapa diam saja? Kamu melamun??"
Pertanyaan itu membuat Wafa terlonjak kaget, benar, dia melamun. "Maaf pak, saya gak dengar bapak manggil saya."
"Jelas gak dengar lah, kamu bengong gitu."
"Maafkan saya pak."
"Ini bukan hari raya lebaran, jangan minta maaf terus."
Wafa mengatupkan bibirnya rapat-rapat, lebih baik ia diam dan tak memperpanjang perdebatannya dengan Arsya.
"Ya Allah, apa jadinya rumah tangga ku nanti?? Kami sama sekali tidak cocok, bahkan selalu berdebat. Lalu bagaimana kalau kami tinggal bersama? Aku tidak bisa membayangkannya..."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Erina Munir
bisa2 jdi jendes 2 x
2024-07-17
0
Agustina Kusuma Dewi
mending cerewet bgtu
drpd diem2.. emang e, dukun maen telepati
2023-09-29
0
Aiur Skies
😂😂😂😂😂 kocak banget
2023-05-16
0