"Jadilah Hans yang playboy. Tetaplah seperti itu. Jangan pernah berbalik kepadaku. Jangan pernah merayu dan menggodaku. Semua yang kau lakukan itu tidak akan mengubah apapun. Aku tidak akan berpikir kau berbeda dengan lelaki lain. Biar saja masa lalu hanya menjadi kenangan kita. Dan kau tidak perlu membuatku merasa nyaman." Jelas Niken. Ia mengatur nafas. Ia mengeluarkan semua kekesalannya kepada Hans. Sementara itu Hans mengernyitkan dahinya. "Tapi aku salah. Kau masih sama seperti yang dulu. Lelaki playboy yang menolongku dan membuatku seolah-olah tangan itulah yang akan menyembuhkanku. Seperti tangan kakekku. Kau sungguh menjijikan Hans." Umpat Niken. Tambahnya lagi. Emosinya berapi-api.
Hans menarik nafas dalam-dalam, ia menoleh ke belakang. Lalu kembali menghampiri Niken. Menarik lengannya dan mencengkeramnya kuat-kuat.
"Kau tahu, bertemu kembali denganmu adalah musibah terbesar dalam hidupku. Sama sepertimu, aku juga menyesal telah membuka lebar-lebar tali pertemanan kita. Kau tahu, aku membencimu. Aku membencimu. Aku sangat membencimu." Ujar Niken dengan keras, Hans menatapnya lekat-lekat. Matanya berkaca-kaca, seolah-olah ada air mata yang membendung didalam mata perempuan itu.
"Katakan sekali lagi kalau kau membenciku." Ujar Hans. Mata sayunya tak mampu menatap mata Hans.
"Lepaskan aku." Ucapnya.
"Apa aku membuatmu menderita? Huh? Apa aku membuatmu terluka? Apa aku membuat kesalahan kepadamu? Huh? Katakan Niken." Tukas Hans. Niken melepaskan kedua tangan Hans, lalu menggelengkan kepala. Niken menundukkan kepalanya. Semua kalimat yang ia lontarkan kepada Hans adalah bohong. Ia hanya kesal dengan perlakuan Hans kepada dirinya. Kenapa ia mendekat jika dia sudah memiliki kekasih? Hans tidak tahu, betapa cemburunya Niken selama ini. Niken hanya terdiam. Ia tidak berani menjawab sepatah kata lagi kepada Hans.
Hans meraih pundak Niken dan membuat perempuan berambut panjang sepunggung itu mendongak menatapnya.
"Apa selama ini aku berbuat salah kepadamu? Huh?" Kata Hans sambil melotot. Niken menahan air matanya.
"Lepaskan aku." Balasnya.
"Katakan sekali lagi kalau kau membenciku." Pinta Hans. Tapi Niken hanya terdiam. "Katakan Niken." Bentak Hans.
"Sakit Hans." Suaranya tercekat. Ia juga berusaha melepaskan dirinya. "Lepas... Sakit." Jawabnya. Air mata yang sejak tadi terbendung, pelan-pelan jatuh ke pipinya. Akhirnya Hans melepaskan cengkramannya.
"Kau tidak perlu berbuat baik lagi kepadaku." Tukas Niken. Hans menarik lengan Niken lagi. Ada sesuatu yang salah pada diri Niken. Tapi Hans tidak tahu apa masalahnya. Niken tampak sangat marah dan kesal, pun sangat sedih. Hans ingin sekali mengetahui perasaan Niken, tapi ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Niken berusaha melepaskan cengkraman Hans, tapi lelaki itu menarik ke dalam pelukannya. Niken berusaha melepaskan pelukan Hans tapi ia tidak punya tenaga untuk melawan.
"Maaf. Maaf. Aku minta maaf, Niken. Maafkan aku." Kata Hans. Seketika Niken terhanyut dalam dekapan Hans, jantungnya berdegup lebih kencang. Seluruh aliran darahnya terasa panas dingin. Niken ingin dekapan itu selalu ada untuknya.
Diluar ruangan hampir saja Bella mengganggu Niken dan Hans. Tak sengaja ia melihat lagi Niken dan Hans berpelukan.
"Bu...?" Seru Rina.
"Ssst..." Bella menempelkan telunjuknya ke bibirnya. Rina mahasiswanya juga tak sengaja melihat adegan mesra kedua dosennya itu. Tiba-tiba Bella punya ide menarik.
"Ibu punya ide buat kamu dan teman-temanmu." Kata Bella.
"Apa bu...?" Tanya Rina penasaran. Bella berbisik ditelinga Rina. Dan Rina menyetujui ide cemerlang dosennya itu.
Suara ponsel Niken berdering. Sontak Niken melepaskan pelukan Hans.
"Yaa Miss Tanu?" Kata Niken menjawab teleponnya. Sembari menghapus air matanya. "Ohya, aku hampir lupa. Setengah jam lagi aku akan kesana. Ahh begitu. Baiklah." Niken mengakhiri percakapannya ditelepon.
"Kau mau kemana?" Tanya Hans.
"Ke tempat Miss Tanu. Psikolog pribadiku." Jawab Niken kemudian berlalu. Hans mengernyitkan dahinya.
"Tanu?" Gumam Hans.
"Hans, kau tahu tidak? Kalau Tanu itu sekarang psikolog terkenal. Dia juga punya biro konsultan." Kata Tyas. Hans teringat kalimat Tyas tempo hari yang lalu. Hans berpikir, apakah psikolog Niken itu adalah sahabatnya? Ada begitu banyak hal yang ingin Hans ketahui tentang Niken. Mungkin ini adalah waktu yang tepat. Hans bergegas menuju parkiran. Mengendarai mobilnya dan melaju menuju biro konsultan Tanu.
***
Tanu duduk diruang kerjanya. Membaca kondisi perkembangan psikis Niken yang masih dalam tahap terapi. Tanu tidak pernah memberikan resep obat kepada pasiennya. Ia hanya akan memberikan konseling dan terapi untuk kenyamanan si pasien. Beberapa pasien yang membutuhkan obat, akan ia rujuk ke psikiater. Penerapan terapi yang ia lakukan terhadap Niken adalah hipnoterapi dan CBT (Cognitive Behavioral Therapy). CBT adalah salah satu terapi psikologis yang sering digunakan untuk mengubah pemikiran, perilaku, atau emosi terhadap sesuatu. Terapi tersebut bertujuan agar pasien dapat menyelesaikan masalah dan meningkatkan rasa bahagia. Meski begitu, Niken masih belum mampu untuk mengubah pemikirannya terhadap masa lalu yang menyakiti hatinya. Terlebih lagi terhadap laki-laki yang selama ini ia anggap kurang ajar. Tok tok tok...
"Masuk!" Perintah Tanu. Niken membuka pintu dan melempar senyum kepada Tanu.
"Hai Niken? Bagaimana kabarmu? Apa hari ini kau bahagia?" Tanya Tanu sambil merangkul pundak Niken. Rangkulan yang akan membuat nyaman kliennya. Terlebih lagi yang memiliki masalah. Itu adalah salah satu kunci rahasia seorang psikolog.
"Hallo Miss Tanu. I'm okay. Yaa aku ba-hagia." Jawab Niken. Tanu menatap Niken, memastikan apakah pasiennya ini benar-benar bahagia atau berpura-pura. "Ya... Aku baik-baik saja." Ujar Niken.
"Niken...?" Tanu menyelidik.
"Kau tahu sendirilah. Aku tidak pernah merasa baik berhubungan dengan yang namanya laki-laki." Kata Niken akhirnya.
"Uhmmm baiklah. Silahkan duduk dulu." Balas Tanu. Niken menyiapkan diri untuk terapi lewat relaksasi. Sementara Tanu menyiapkan peralatan terapi dan instrumen yang akan diputar. Ruangan yang sangat nyaman dan tenang. Harum aromaterapi, bahkan membuat semua pasiennya betah ditempat relaksasi.
"Apa kau bertemu seseorang, Niken?" Tanya Tanu basa basi.
"Siapa?" Balas Niken dengan mengerutkan bibirnya.
"Yaaa siapa saja, hari ini kau bertemu siapa saja?" Kata Tanu mengulangi pertanyaannya. Niken melepaskan tasnya.
"Kau tidak akan percaya, aku bertemu dengan lelaki dimasa laluku. Kau ingat ceritaku tentang Hans? Yaa dia. Secara kebetulan dia tetanggaku, juga rekan kerjaku di kampus. Aku hampir gila dibuatnya." Jawab Niken.
"Apa dia tampan?" Balas Tanu sambil tersenyum.
"Ohh God. Dia itu playboy. Aku tidak pernah tertarik kepadanya." Balas Niken. Tanu kembali tersenyum.
"Aku tidak bertanya kau tertarik atau tidak. Aku bertanya, apakah dia tampan?" Ujar Tanu dengan tenang. Niken terdiam.
"Uhmm, ya, mungkin." Jawab Niken. Tanu tahu kalau kondisi Niken saat ini sedang tidak baik. Terlihat sangat jelas digaris wajahnya. Ia tampak kesal dan sedih. Namun bagaimana pun Tanu harus tetap melakukan pendekatan khusus agar Niken tetap merasa nyaman. Tanu sudah memasang semua peralatannya, ia juga mempersilahkan Niken bersandar di sebuah kursi relaksasi.
"Aku akan memasangkan pendeteksi perasaan padamu." Kata Tanu sambil memasangkan sebuah kabel gelombang perasaan ke kepala Niken.
"Kau baru membelinya?" Tanya Niken.
"Yaa, suamiku bekerjasama dengan pihak rumah sakit di Kanada. Mereka memakai alat ini untuk mengetahui perasaan pasien mereka yang mengalami trauma. Uji coba ini berhasil di beberapa negara, dan kau bisa memakainya sebagai pasien pertamaku." Jelas Tanu.
"Wahhh keren. Kau memang hebat, miss Tanu." Kata Niken memuji.
"Kau siap?"
"Selalu. Ahhh aku sudah lelah. Dan terapi ini sangat membantuku ditengah-tengah kesibukanku." Niken berbaring ditempat tidur khusus pasien. Alat sudah terpasang didahi dan didadanya. Niken siap untuk tidur.
Sebuah instrumen dari Yiruma diputar dengan lembut. Niken sudah memejamkan matanya. Sementara Tanu memastikan peralatan sudah terpasang dengan baik. Tiba-tiba suara pintu diketuk.
"Miss Tanu...?" Asistennya membuka pintu....
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments