Aku tidak tahu apa yang aku rasakan. Tapi perasaan ini sangat melukai hatiku. Dia telah membuatku kecewa. Aku tidak pernah sesakit ini. Aku pikir, hanya ada satu laki-laki yang baik untuk singgah kedalam hatiku. Tapi aku salah. Aku mulai percaya pada cinta, tapi kini aku tepis kembali. Cinta hanya membuat aku terluka. Hanya membuat kesengsaraan bagi yang memilikinya. Dan aku tidak menginginkannya, dekat denganku. Meski mati harus kutempuh, aku tak akan mempercayai laki-laki.
"Niken, tolong beri aku kesempatan." Pinta Hans. Ia sudah berulang kali mengejar Niken untuk menjelaskan semua kesalahpahamannya. Namun tetap saja, semua usahanya sia-sia. Dengan dingin Niken selalu berhasil membuat Hans patah semangat. Niken menghembuskan nafas dengan pelan. Ia sudah sangat kecewa terhadap Hans.
"Kita duluan ya, Ken." Kata Naira dan ke-3 sahabatnya. Niken mengangguk pelan.
"Ini yang terakhir." Ujar Niken.
"Terakhir?" Hans mengernyitkan dahinya.
"Apapun alasan dan penjelasanmu, ini adalah terakhir kau berbicara denganku. Setelah ini, tolong pergi jauh dari kehidupanku. Aku tidak ingin terlibat dalam urusanmu lagi." Imbuh Niken.
Hans mendesah panjang, "tapi aku mau menjelaskan semuanya kepadamu." Katanya.
"Ngejelasin apa lagi sih? Semuanya udah jelas." Balas Niken.
"Aku nggak kenal sama mereka. Dan aku nggak mungkin nyakitin kamu." Tukas Hans, berusaha sebaik mungkin menjelaskan kesalahpahamannya.
"Omong kosong." Ketus Niken. "Kamu tahu kan, aku paling benci sama orang yang bohong. Udahlah nggak perlu lagi capek-capek ngejar aku. Mending kamu urusin tuh pacar-pacar kamu. Aku udah capek percaya sama cowok playboy kayak kamu." Jelas Niken.
"Okey. Fine. Aku udah jelasin semuanya sama kamu. Terserah kamu mau percaya atau enggak sama aku. Aku tahu kamu kecewa, dan mungkin penjelasanku tidak akan berarti apa-apa untukmu. Maaf karena sudah membuatmu kecewa. Ohya, nggak peduli kau percaya atau nggak sama cinta tapi kau harus bahagia apapun yang terjadi." Balas Hans. Niken menelan ludah. Sebenarnya bukan ini maunya. Sebenarnya ia juga ingin menyelesaikan masalahnya dengan Hans. Tapi entah bagaimana, hatinya sangat keras sekali. Ia tidak ingin menoleh kembali. Ada rasa takut dan cemas yang menyelimuti seluruh rongga cinta didalam hati Niken. Yang membuat ia tidak ingin mempercayai lagi laki-laki termasuk Hans. Meskipun ia tahu sentuhan hangat Hans sebenarnya mengalihkan semua dunianya.
"Semoga tidak ada lagi perempuan yang tersakiti olehmu." Ucap Niken, kemudian ia pergi meninggalkan Hans. Kalimat itu menampar keras ke ulu hati Hans. Pada akhirnya Hans pun menyerah. Ia tidak akan lagi membenarkan semua pendapatnya kepada Niken. Kali ini Hans benar-benar menghentikan usahanya mendapatkan hati Niken.
"Sampai kapan kau akan terus meminta maaf kepada perempuan itu Hans? Sudahlah dia tidak berguna." Kata Tia mantan pacar Hans.
"Tidak Tia, kau tidak akan mengerti." Ujar Hans
"Aku ngerti Hans. Makanya aku selalu ada untuk kamu." Balas Tia.
"Tia, aku kan sudah bilang, hubungan kita udah selesai. Kamu bukan lagi pacarku. Dan kamu tidak perlu lagi datang ke rumah orangtuaku." Balas Hans. Semenjak ia mengenal Niken, Hans memutuskan hubungan dengan semua perempuan yang pernah ia dekati. Termasuk dengan Tia yang pernah menjadi pacarnya. Namun sekarang pendekatannya itu sudah gagal total.
***
Niken pamit ke toilet pada jam Metode Kualitatif. Saat ia berada di toilet, dengan tak sengaja ia mendengar suara yang sedang membicarakan dirinya dengan Hans. "Kalian kenal Niken kan?" Suara itu sangat nyaring dan jelas, sehingga Niken merekamnya dengan jelas. Niken juga tak sengaja merekam semua pembicaraan mereka di ponselnya.
"Cewek yang dikejar-kejar oleh Hans itu?" Tanya temannya.
"Iya. Gara-gara dia, aku diputusin." Katanya.
"Ohya? Cuma gara-gara cewek kampung itu."
"Iya. Padahal ya, waktu Hans sama tuh cewek pergi kencan. Aku tuh udah bayar preman buat celakain tuh cewek. Mau diperkosa kek, mau dibunuh kek, bodo amat lha... Ehhh tahunya malah nggak kenapa-napa. Lu tahu kan kenapa gue nggak bisa putus sama Hans, Hans itu ibarat bank tahu nggak. Kalau dia putusin gue, gue mau nyari uang kemana coba. Udah bayar preman mahal-mahal buat ngejebak mereka. Ehhh malah gagal. Melayang deh uang gue 5 juta." Jelas suara itu. Niken menahan nafas dalam-dalam. Ia tak percaya bahwa kejadian malam itu adalah skenario dari mantan pacarnya Hans yang sangat membencinya.
"Hah? Serius lu bayar preman sebesar itu?"
"Ya iyalah. Itu bayaran buat ngebunuh seorang cewek yang bernama Niken. Udah gue labrak, masih aja deketin Hans." Ketusnya.
"Gila lu. Bahaya tahu. Gimana kalau beneran dia mati. Lu bisa masuk penjara, Tia." Ujar seorang temannya.
"Gue, masuk penjara? Nggak bakalan lah. Gue kan punya orang dalam dari kapolres dan babinsa." Balas perempuan yang bernama Tia itu.
"Orang dalam atau simpanan om-om." Temannya menyikut lengan Tia.
"Kenapa? Lu mau? Kalau nggak kayak gitu, gue nggak bakalan bisa cantik. Paham?" Katanya dengan pede.
"Wah gila lu Tia."
"Ehhh tapi, gue denger katanya Hans mau kuliah ke luar negeri ya?"
"Hah serius lu? Denger dari mana?" Tanya Tia.
"Ada sih yang bilang. Ya lu tahu kan mantan pacar lu itu populer dikalangan cewek-cewek." Jawabnya.
"Ehhh bersyukur lu. Hans sama Niken nggak jadian. Kan si Hans pergi. Artinya elu berhasil misahin si Hans sama si Niken."
"Iya sih. Yaaa setidaknya Hans dan Niken tidak akan kembali bersama. Sekarang, waktunya gue menikmati dunia. Niken membenci Hans, dan Hans tidak akan memiliki kesempatan untuk bersama perempuan itu lagi." Tuturnya.
Niken menghembuskan nafasnya, Hans benar-benar tidak mengenali preman itu. Niken merasa bersalah karena sudah menganggap Hans sama seperti kebanyakan lelaki lainnya. Setelah selesai mendengar semua percakapan mereka, Niken membuka kunci pintu kamar mandi. Keluar dengan santai. Tampak wajah ketiga perempuan yang sedang bersolek itu amat tegang.
"Makasih ya." Ucap Niken.
"G-g-gue nggak takut sama lu." Kata Tia tiba-tiba. Niken menyilangkan kedua tangannya lalu menoleh. "Hans tidak akan pernah kembali kepadamu. Sekeras apapun lu mencobanya. Hans, adalah satu-satunya milik gue." Lanjut Tia tanpa gentar. Niken melangkah pelan, mendekati Tia. Dia tampak gemetar dan takut menghadapi Niken.
"Kau tidak akan bisa melawan takdir. Sekeras apapun kau mencobanya." Balas Niken.
"Lu mau apa? Lu mau menuntut gue? Silahkan. Gue nggak takut. Kita selesaikan masalah kita dengan jalur hukum. Lu punya apa? Bukti? Saksi? Hah? Lu akan kalah dari gue." Tutur Tia.
"Tidak." Balas Niken dengan tenang. "Kita akan lihat bagaimana Tuhan menghukummu. Bagiku, kau sangat menyedihkan." Niken menambahkan. Tia semakin murka terhadap Niken. Tia benci sekali dengan kehadiran Niken. Perempuan itu seakan-akan merebut semuanya. Perhatian Hans, hati Hans, dan waktu milik Hans. Tia tidak pernah mendapatkan kembali perhatian dari Hans. Semua itu membuat Tia sangat membenci Niken. Ia ingin menyingkirkan Niken, karena baginya Niken adalah perangainya.
***
Sepanjang jam kuliah perasaan Niken tidak tenang. Ia ingin segera menemui Hans. Ada kata maaf yang ingin ia sampaikan. Ia tahu bahwa ini adalah kesalahpahaman. Tapi apakah Hans juga akan memaafkannya setelah apa yang ia katakan tempo hari? Niken ingin meneteskan air matanya. Maafkan aku. Hanya itu yang ingin ia ucapkan kepada Hans. Semoga kau mengerti keadaanku saat itu. Ia ingin sekali bercerita banyak kepada Hans. Termasuk rasa takutnya kepada laki-laki. Mungkin Hans berbeda dari lelaki lain. Tapi, apakah ia masih punya kesempatan untuk meminta maaf kepada Hans? Niken sangat gelisah.
Hans tolong, jangan pergi dulu. Aku ingin meminta maaf atas apa yang telah aku katakan padamu. Hans aku mohon jangan pergi dulu. Aku mohon untuk tetap bersamaku. Aku mohon untuk bisa menjagaku." Batin Niken.
"Niken...?" Seru Naira. "Lu nggak apa-apa kan?" Mereka tahu bahwa Niken tampak gelisah.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments