Pagi itu dengan tak sengaja Hans melihat Niken sedang memperbaiki mobilnya. Hans memandangi Niken sejenak, tubuh semampai, rambut hitam legam dan panjang, hidung mancung, mata agak sipit dan bibirnya yang mungil nun ranum merah jambu. Dia tumbuh menjadi wanita cantik yang elegan. Siapa yang tidak terpesona dengan kecantikan Niken? Lelaki mana pun pasti sangat menginginkan menjadi kekasihnya bahkan suaminya. Namun, Hans pernah mendengar dari rekan dosen yang lain, bahwa selama ini Niken tidak pernah pacaran. Menurut gosip yang beredar dari kalangan kampus, Niken di kabarkan penyuka sesama jenis. Tapi Hans menyangkalnya. Ia tidak percaya dengan gosip, ia selalu mencoba untuk mendekati Niken kembali. Ia ingin memperbaiki kesalahpahaman yang terjadi beberapa tahun ke belakang.
Hans melepaskan sabuk pengamannya, lalu turun dari mobil untuk melihat kerusakan mobil Niken.
"Niken?" Seru Hans. Niken melempar senyum tipisnya. Tapi ia masih tampak cantik dengan warna gincu merah jambu yang teroles dibibirnya.
"Kenapa?" Tanya Hans.
"Mobilku mogok lagi. Entah apa yang rusak. Sudah keluar masuk bengkel, masih saja rusak." Gerutu Niken sambil mengoprek mesin mobilnya. Lalu ia menyerah.
"Ikut saja dulu denganku." Hans menawarkan tumpangan.
"Tapi mobilku...?"
"Biar aku yang urus, nanti." Balas Hans.
"Emmm, aku naik taksi aja deh."
"Niken, nggak baik menolak ajakan lelaki tampan sepertiku." Tukas Hans.
"Dih, narsis." Ketus Niken.
"Ayo..." Hans memiringkan kepalanya. Niken menghembuskan nafasnya. "Ummm, okey." Dengan terpaksa, Niken ikut bersama Hans.
"Mungkin mobilmu sudah tua, Niken. Dan sudah sepantasnya kau diantar jemput oleh kekasihmu." Ujar Hans.
"Aku tidak punya kekasih, Hans." Balas Niken. Hans menahan senyumnya. Lihat betapa bahagianya dia saat mendengar langsung jawaban dari Niken bahwa perempuan yang ia taksir itu tidak memiliki kekasih.
"Bagus. Itu berita baik untukku." Ketus Hans. Niken menyipitkan matanya dan Hans merapatkan bibirnya.
"Kenapa kau selalu bahagia disaat aku mengalami kesulitan?" Niken menyipitkan matanya.
"Karena itu adalah kesempatanku." Jawabnya.
"Kesempatan apa?"
"Untuk mendekatimu." Niken menghembuskan nafas panjang. "Kita sudah dewasa Hans. Bukan anak remaja lagi." Lanjutnya.
"Kau benar. Kita sudah dewasa. Sudah saatnya mencari pasangan hidup." Niken menghembuskan nafas, Hans selalu memiliki cara untuk membuatnya terdiam.
"Orangtuaku sering membicarakan hal itu. Dan kau tahu? Hal yang paling risih ditelingaku? Hans, mama ingin cepat-cepat gendong cucu. Cepatlah menikah kalau tidak nanti mama mati penasaran karena tidak melihatmu menikah." Celoteh Hans, Niken tertawa mendengar lelucon itu.
"Aku berhasil." Kata Hans. Niken pun menoleh.
"Apa?"
"Aku berhasil membuatmu tertawa."
"Apaan sih."
"Sekarang ceritakan, bagaimana kehidupanmu dan orangtuamu?" Tanya Hans.
Niken menggelengkan kepala, ia enggan menceritakan keluarganya. Tidak terlalu penting. Karena, ia sudah me-reject kebersamaannya dengan ayahnya. Inner child yang pernah ia alami 21 tahun yang lalu, menyeretnya hingga ia tumbuh dewasa. Dan hal itu membuat Niken sangat risih jika harus menceritakan kisah keluarganya.
"Ohh ayolah, bagaimana dengan keluargamu? Kakak atau adik? Atau orang yang kau sukai." Ujar Hans.
"Tidak ada lelaki yang aku sukai." Balas Niken pelan.
"Sungguh...?" Hans seakan tidak percaya. Niken menggelengkan kepala.
"Kau tidak pernah pacaran?"
"Untuk apa kau tahu kehidupanku?"
"Untuk bisa melindungimu."
"Kau bukan Tuhan, kau tidak perlu melindungiku." Balasnya.
"Kau sungguh tidak mau bercerita kepadaku?"
"Apa yang harus aku ceritakan? Aku tidak punya cerita menarik sepertimu."
"Yaaaa, cerita saat kau masih kecil kek, bersama orangtuamu. Aku ingin mendengarnya." Desak Hans sambil menikmati perjalanan menuju ke kampus.
"Uhmmm aku tidak punya banyak kenangan indah. Sehingga tidak ada alasan aku untuk tinggal dimasa lalu. Aku tidak tinggal bersama orangtuaku juga tidak terlalu dekat dengan kakakku. Kakek dan nenek adalah objek lekatku. Setelah mereka meninggal, aku tumbuh sendiri dengan luka dan rasa takut. Jadi aku tidak punya alasan untuk mengenang masa lalu. Karena bagiku, luka itu harus dikubur dalam-dalam. Aku keliru, ketika aku pikir, hanya aku satu-satunya orang yang tidak normal. Setelah bertemu Naira, Naina, Elsa dan Via, aku punya kekuatan. Kita semua sama. Kita memiliki banyak kesamaan dalam hal apapun. Kita saling menguatkan, terluka bersama dan menangis bersama. Kita sama-sama aneh, sama-sama nggak normal. Dibandingkan mereka aku lebih aneh." Niken mengakhiri ceritanya.
Hans menelan ludah mendengar cerita Niken. "Kau tidak aneh. Tapi unik."
"Tidak Hans. Aku ini benar-benar aneh." Kata Niken.
"Ada banyak yang ingin aku tanyakan padamu. Tapi yang terpenting, dari semua pertanyaanku adalah, mengapa kau merasa takut jatuh cinta?" Tanya Hans.
Niken terdiam, ia menoleh kearah Hans, "Kau tidak akan mengerti, Hans." Jawabnya, Niken melepaskan sabuk pengamannya, kemudian meninggalkan Hans didalam mobil setelah mereka tiba di kampus.
Hans masih ingat bagaimana kejadian 10 tahun yang lalu. Ketika Niken diganggu oleh beberapa temannya. Niken mengalami kecemasan dan ketakutan, ia menjerit histeris. "Kalian kenapa ganggu Niken sih? Jangan melecehkan wanita ya, kalau aku dengar kalian melecehkan Niken, aku nggak akan segan-segan ngehajar kalian." Gertak Hans mengancam.
"Siapa yang melecehkan sih, Hans. Kita tuh cuma mau kenalan sama mau minta nomor hp nya. Dianya aza yang histeris berlebihan." Jawab Ghani.
"Pokoknya awas ya, jangan ada yang gangguin dia lagi." Ancam Hans.
"Siap." Balas mereka. Niken selalu mencengkram kuat-kuat tangan Hans. Seakan-akan ia adalah pelindungnya. Niken sama sekali tidak takut terhadapnya, namun sayang tinggal sayang, disaat Hans mulai memiliki cinta untuknya, terjadi kejadian yang tidak diharapkan. Sebuah kesalahpahaman yang membuat mereka berpisah. Hans ingat saat ia hendak menemui Niken, ia sempat mendengar percakapan sahabatnya Niken.
"Elsa, keadaan Niken bagaimana?" Tanya Naira.
"Dia sudah membaik. Ehya, Nay, koq aneh ya. Perasaan cuma sama Hans, Niken mau dipegang." Jawab Elsa.
"Mungkin dia berbeda. Kau tahu bukan mengapa Niken menganggap kakeknya berbeda dari ayahnya. Mungkin seperti itu juga pandangan Niken terhadap Hans." Balas Naira.
"Ada ya penderita philofobia seperti Niken. Hanya Hans satu-satunya lelaki yang membuat dia merasa nyaman." Tukas Elsa.
"Ssst, udah ah. Takutnya ada yang dengar. Kita ke tempat Via yuk? Khasian Via." Ajak Naira saat itu. Hans ingat istilah Philofobia yang Naira dan Elsa perbincangkan saat itu. Hans mulai mengetik istilah Philofobia dilayar laptopnya. Kemudian muncul berbagai definisi tentang philofobia.
Philophobia adalah sebutan bagi seseorang yang memiliki rasa takut berlebihan pada segala sesuatu yang berhubungan dengan cinta. Penyebab dari philophobia sendiri cukup banyak. Mereka cenderung menarik diri dari orang-orang yang ia sukai.
Menurut Scott Dehorty, Direktur Eksekutif di Maryland House Detox, Delphi Behavioural Health Group, philophobia lebih umum dialami oleh orang yang memiliki trauma atau luka masa lalu. Orang-orang yang harus menyaksikan perceraian orangtuanya, mengalami segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga atau penganiayaan di rumah saat masih kecil, mungkin enggan untuk menjalin hubungan atau kedekatan dengan orang lain yang akan melakukan hal yang sama pada mereka.
Orang-orang seperti ini akhirnya mengembangkan rasa takut yang menyebabkan mereka cenderung menghindari hubungan, sehingga mereka dapat menghindari rasa sakit. Namun, semakin seseorang menghindari sumber ketakutannya, rasa takutnya justru akan semakin meningkat.
Sejak saat itu pula, Hans berpikir banyak hal tentang Niken. Mungkin salah satu ia tidak menjalin hubungan dekat dengan lelaki karena itu. Hans semakin ingin meyakinkan Niken bahwa cinta itu lebih indah dari dugaannya. Tiba-tiba ponselnya berdering. "Siapa ini...?"
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments