Suatu hari ia melihat sebuah bangunan besar yang selalu menjadi impiannya. Fakultas Psikologi, ia masuk kuliah jurusan Ilmu Psikologi. Impian Niken adalah menjadi seorang professor muda, cantik dan berbakat. Selain itu, ia ingin melakukan penyembuhan terhadap dirinya sendiri. Bersama ke-4 sahabatnya, Niken masuk ke fakultas tersebut. Saat ospek ia bertemu dengan lelaki bernama Hans. Dia tampan dan baik, dia adalah kakak senior yang mengubah pandangannya terhadap laki-laki.
Niken sempat naksir kepada lelaki itu, ada hal yang berbeda dari pandangannya meskipun Niken tahu, lelaki itu seorang playboy. Hampir semua perempuan dia goda dan dijadikan pacar. Bagi Niken, Hans adalah orang yang tulus. Ia selalu aman bersama lelaki itu. Tangannya yang hangat, senyumannya yang menenangkan, dan dia selalu tampak bahagia.
"Jangan sentuh aku. Aaahhh.... Ibu... Ibu... Ibu..." Teriak Niken saat beberapa lelaki menggodanya. Hans berlari, lalu melerai mereka.
"Woyyyy. Ngapain kalian?" Gertak Hans.
"Kita cuma ngajak temenan koq." Jawab salah satu dari mereka.
"Iya, kita cuman minta nomor hp doang." Tambah yang lainnya.
"Jangan bohong lu. Mau gue hajar." Hans mengepalkan tangannya. Mereka menggelengkan kepala, lalu kabur. Niken berjongkok sambil menangis sesunggukan. Ia memejamkan kedua matanya, nafasnya terengah-engah, bibirnya bergetar, dan keluar keringat dingin disekujur tubuhnya. Hans membawa Niken ke taman, lalu megusap keringat di dahi dan wajah Niken. Ketika Niken membuka matanya, ia terkejut. Tangan Hans begitu hangat, sama seperti tangan almarhum kakek yang selalu melindunginya. Hans menenangkan Niken dengan mengambil sebotol aqua. Hans memberikan air minum. Sama seperti kakek. Lalu entah bagaimana, Niken merasa nyaman bila ada didekat lelaki itu.
"Kau tidak apa-apa?" Tanya Hans. Niken menggelengkan kepala.
Mata Niken terbelalak, mereka yang menggoda Niken datang bergerombol. Niken memegang kedua sisi kiri dan kanan baju Hans.
"Mereka datang lagi." Kata Niken. Hans mengusap rambut Niken, "Mereka tidak akan mengganggumu lagi." Balas Hans. Niken mengerjapkan kedua matanya. Lalu lelaki itu tersenyum.
"Maafkan aku." Lirih Hans didalam mimpinya. Niken menangis dan menyesalinya. Lalu ia membuka matanya perlahan-lahan. Niken melihat lelaki yang ia kenal 10 tahun yang lalu duduk disampingnya. Waktu seolah berjalan dengan sangat cepat, seingatnya ia sedang berbicara dengan Jung Il-Nam. Dan entah bagaimana ceritanya, ia sudah terbaring di rumah sakit. Alangkah terkejutnya, lelaki yang selalu ia cari-cari selama ini, tiba-tiba duduk disampingnya. Bahkan ia sangat dekat sekali dengannya.
"Jangan coba-coba mengintip." Teriak Niken.
"Tidak akan." Balas Hans. Setelah Niken mengenakan pakaian pasein, Hans memapah Niken kembali ke kasurnya.
"Pelan-pelan." Ujar Hans.
Niken menelan ludah, pahit. Hans masih begitu baik kepadanya.
"Awww..." Niken merintih.
"Ahhh selang infusnya bermasalah lagi." Gumam Hans.
"Panggil saja perawat." Tukas Niken.
"Tidak perlu. Biar aku yang perbaiki. Ini tidak sulit. Aku suntikan lagi ya. Kalau sakit bilang." Balas Hans. Niken memandangi lelaki yang pernah ia taksir itu. "Sakit?"
Niken menggelengkan kepala. Setelah infusannya kembali normal, Niken berbaring kembali. Ia memunggungi Hans, lalu menangis hingga ia terlelap dalam tidurnya.
Hans menemani masa pemulihannya dengan baik selama 6 hari. Sampai Niken sembuh dan bugar kembali.
Dokter mengatakan bahwa perkembangan Niken semakin membaik. Dan hari itu, Niken mengkemasi barang-barangnya ditemani oleh Hans.
"Akhirnya aku bisa menghirup udara segar." Kata Niken.
"Baguslah, kau tidak akan menyusahkan aku lagi." Ketus Hans.
"Menyusahkan? Hello, aku tidak memintaku untuk mengaku-ngaku sebagai suamiku. Dan lagi pula siapa yang meminta bantuanmu." Tukasnya sambil mengembungkan kedua pipinya.
"Ahhh benar juga. Lalu siapa yang meminta bantuanku pada saat aku hendak pulang?" Hans mencondongkan punggungnya.
"Eeee, baiklah aku akui. Terimakasih tuan Hans." Balas Niken.
Hening sesaat, lalu Hans bertanya. "Kau tinggal dimana?"
"Uhmmm aku sudah beli tiket untuk pulang." Jawab Niken. Hans mengangguk setuju.
...***...
"Hans...? Kau." Niken terkejut ketika ia mendapati Hans saat pesawat landing di air port Soekarno-Hatta. Hans menoleh.
"Apa?" Tanya Hans. Niken menggelengkan kepala, "Kenapa sekarang dia jadi galak begitu." Batin Niken.
"Kau tidak bilang kalau kau juga pulang hari ini." Balas Niken. Hans tersenyum saat memandangi wajah Niken.
"Hans...?" Seru Rudi teman Hans. Dia menggapaikan tangannya. Hans membalasnya.
"Aku duluan." Kata Hans kepada Niken. Niken mengangguk.
"Siapa perempuan itu?" Tanya Rudi saat mereka sudah menjauh dari Niken.
"Teman satu pesawat." Jawab Hans pendek. Rudi membantu Hans memasukan koper ke dalam mobil. Rudi mengemudikan mobilnya, tiba-tiba ada sebuah keributan yang tak terduga dan mengakibatkan kemacetan.
"Ada apaan sih?" Tukasnya. Semua mobil saling membunyikan klakson dengan kesal. Hans turun dari mobilnya.
Seorang perempuan dengan rambut sepunggung berjongkok. "Ada apa ini?" Tanya Hans.
"Hey nona, ayolah bangun. Kita bisa berdiskusi soal masalah tadi, kau lihat? Kau sudah membuat kemacetan disini." Kata seorang lelaki yang menunduk dan memaksa perempuan itu berdiri.
"Ayo bangun..." Kata lelaki itu.
Hans mengenali perempuan itu. Niken. Lalu ia menahan tangan lelaki yang hampir saja menyentuh punggung Niken. Lalu ia berjongkok. "Niken ini aku. Kau tidak apa-apa?" Tanya Hans.
Niken mendongak melihat Hans. "Hans...?" Lirih Niken.
"Ini mobilmu?" Niken mengangguk, Hans merangkul Niken lalu memapahnya ke mobil. Dan lelaki yang memaksa Niken tadi masih bersungut-sungut.
"Hey nona tunggu dulu. Nonaaa."
"Kau mau apa? Mau uang? Ini uang untukmu. Dan jangan mengganggu istri orang." Ujar Hans sambil mengeluarkan lembaran uang seratus ribuan. Lalu Hans masuk ke mobil Niken dan menancapkan gas, melaju dijalanan.
***
"Rud, antarkan koperku ke apartemenku yang baru ya. Aku akan mengirimkan alamatnya lewat sms." Kata Hans saat telepon terhubung ke saluran ponsel Rudi.
"Kau mau kemana?" Tanya Rudi.
"Aku mengantarkan temanku dulu." Jawab Hans. Niken menoleh sebentar "Teman?" Batin Niken.
"Baiklah. Kirimkan segera alamat apartemenmu." Kata Rudi. Tidak lama setelah sambungan telepon terputus, Hans langsung mengirimkan alamat apartemennya.
Hans melirik Niken sebentar, "Dimana rumahmu?" Tanya Hans.
"Uhmmm aku tinggal di apartemen. Kau bisa lihat disini." Tunjuk Niken pada arah peta dimobilnya.
"Baiklah." Hans menyetir dengan santai. Niken menyelipkan rambut ke telinganya.
"Bahkan ketika menangis pun, kau terlihat cantik." Puji Hans.
"Huh?" Niken menoleh. "Kau tidak perlu memujiku. Aku memang sudah cantik sejak lahir." Balas Niken narsis.
"Kau banyak berubah." Tukas Hans, matanya sering kali melirik Niken.
"Berubah apa? Berubah seperti singa maksudmu?" Ketusnya. Meskipun agak canggung, tapi Hans berhasil mengubah suasana hati Niken.
"Iya, singa betina yang bermetamorfosa menjadi bidadari singa yang cantik." Balasnya. Niken mengernyitkan dahinya.
"Hah?? Apaan sih, nggak jelas."
"Jelaslah kan singa jantannya aku." Niken menyipitkan matanya, "nggak lucu ya?" Lanjut Hans. Niken mengangguk setuju. Hans tertawa ringan, begitu pun dengan Niken yang merasa Hans sangat aneh.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments