Saat Hans sedang berbincang dengan temannya, ia melihat Niken sudah menenteng tasnya. Sepertinya perempuan itu hendak pulang. Hans mengakhiri perbincangannya dengan teman-temannya. Lalu ia berlari menghampiri Niken. "Niken? kau mau pulang? Tunggu aku ya. Sebentar. Aku bawa tas dulu." Hans bergegas membawa tasnya. Ia berlari, namun perempuan yang ia taksir itu sudah menghilang. Ia sedikit kecewa, tapi mungkin hari ini bukan hari keberuntungannya. Bagi Hans mendapatkan hati Niken itu butuh perjuangan. Ia tidak bisa dibeli dengan uang, tidak bisa dirayu sembarangan. Hans tak sekadar jatuh cinta kepada Niken, ia juga sangat ingin menikahinya. Karena baginya hanya Niken satu-satunya perempuan yang mampu mengubahnya ke segala arah.
Seoul
"Hans, ini yang kau minta." Kata Jung Il-Nam menyerahkan catatan Niken yang bercecer saat ia mengalami kecelakaan. Hans tidak sengaja membuka jurnal pribadi Niken. Disana tercatat alamat, nomor hp dan identitas lengkap milik Niken. Terlintas didalam pikirannya untuk memulai kembali hubungannya dengan Niken. Hans meminta Rudi mengurus semua kepindahannya. Dimulai dari tempat tinggal hingga tempat bekerja. Semua ia lakukan untuk mendapatkan kembali perhatian Niken. Ia meninggalkan Rusia untuk mendapatkan kembali hati Niken. Begitulah Hans yang sangat memperjuangkan cintanya.
Suara bel pintu berbunyi. Tyas, Fredy, Gilang dan Tanu datang kembali ke apartemennya. Kali ini Hans meminta bantuan kepada ke-4 sahabatnya untuk mendekor ulang ruangan kerjanya.
"Haiii Hans...?" Seru Wina.
"Tunggu, katanya kau tidak bisa datang." Balas Hans.
"Ya ampun, masa sahabatku minta bantuan aku tolak sih. Aku datang lho, untukmu Hans." Ujar Wina.
"Dia bela-belain datang lho, Hans. Padahal dia baru pulang kerja." Tukas Tanu.
"Itu pun kita yang paksa." Timpal Fredy.
"Kalau nggak ada Wina, kita nggak bisa kerja. Wong dia arsiteknya koq." Lanjut Gilang.
"Tan, mau masak lagi?" Tanya Hans.
"Iya dong. Ada bahan makanannya?"
"Aku beli dulu ya. Win, yuk ikut?" Ajak Hans kepada Wina.
"Asyik... Gue ditraktir." Kata Wina sambil menggandeng tangan Hans.
...***...
Suara perut Niken berbunyi. Waktu menunjukan pukul 10 malam. Niken membuka pintu lemari es. Tidak ada cadangan makanan. Telur dan mie instan sudah habis. Nasi tinggal tersisa segenggam lagi. Ia malas sekali untuk pergi ke supermarket. Tapi karena perutnya terus keroncongan, dengan terpaksa ia turun ke bawah untuk membeli makanan. Begitu ia membuka pintu, disaat bersamaan, pintu apartemen Hans juga terbuka. Niken melihat Hans bersama seorang wanita yang berbeda lagi. "Siapa lagi wanita itu?" Batin Niken.
Niken masuk ke lift bersama mereka. Niken tidak menyapa Hans, begitu pun dengan Hans. Tak sengaja ia juga melihat Hans di supermarket. Ihhh menyebalkan. Ketus Niken dalam hati.
Ia merasa menyesal telah memutuskan untuk membeli makanan ringan. Ia jadi harus bertemu dengan Hans dan pacarnya.
Perempuan itu tersenyum ketika melihat Niken dilift yang sama lagi.
"Dia tetanggamu Hans?" Tanyanya. Hans mengangguk.
Niken menundukkan kepala. Hans melirik Niken, tapi Niken cuek dan jutek. Setelah pintu lift terbuka, Niken melangkahkan kakinya dengan cepat. "Ni...." suara Hans tercekat saat Niken sudah berlalu.
Ekspresi Niken masih sama. Ia tak ingin terlibat dalam kehidupan Hans. Niken selalu menarik diri jika Hans berusaha mendekati dan merayunya. Hans ingin sekali mengajak Niken pergi bersama, baik makan malam atau sekadar jalan-jalan. Tapi kalau bukan urusan bimbingan skripsi, Niken selalu menolak dan mengacuhkannya.
Hari itu Niken sedang nggak mood memeriksa skripsi mahasiswanya. Namun ia juga merasa tidak enak kalau harus membatalkan janji dengan mereka. Karena bagaimana pun juga, ia harus profesional dalam bekerja. Saat memeriksa bagian latar belakang, hasil latar belakang yang dibimbing oleh Hans menurutnya kurang memuaskan. Sehingga Niken mencari cara untuk mengubah struktur latar belakang mahasiswa bimbingannya.
"Loh, kenapa bagian latar belakangnya diganti? Ini kalau kamu mengganti bab 1. Kamu nggak bisa lanjut ke bab 2." Ujar Niken kepada Rina mahasiswa bimbingannya.
"Tapi kata pak Hans ini salah bu. Makanya saya ganti. Trus sama pak Hans bab 1 saya udah di acc." Jawab Rina.
"Saya sudah mengajarkan format membuat latar belakang bukan? Apa ini sama dengan kerangka yang saya buat? Ini namanya bukan latar belakang tapi definisi. Saya nggak akan acc latar belakang skripsi kamu kalau isinya kayak gini." Jelas Niken.
"Tapi bu...?" Rina menyanggah.
"Coba saya lihat bab 1 yang dosen pembimbingnya sama pak Hans?" Tanya Niken kepada yang lainnya. Bagas, Fani, Citra dan Randy menyodorkan skripsi bab 1 mereka kepada dosen pembimbingnya. "Salah semua. Kalian itu gimana sih? Udah berapa kali saya ajarkan tentang latar belakang? Saya cuma minta kalian revisi yang saya tandai, bukan meminta kalian untuk merubah semuanya. Saya tidak akan acc bab 1 kalian." Niken kesal kepada mahasiswanya. Sehingga ia tidak memberikan acc untuk mereka melanjutkan ke bab berikutnya. Rina dan teman-teman yang lainnya menghampiri Hans. Mengadu kepada Hans.
"Niken?" Seru Hans. Niken sedang mengajar dan ia meminta izin keluar kepada mahasiswanya.
"Ada apa?" Tanya Niken.
"Kau sudah keterlaluan. Kalau kau punya masalah denganku bicarakan baik-baik. Bukan melampiaskan kepada anak-anak. Mereka itu mau menyelesaikan skripsi. Bukan mau buat cerita fiksi." Ujar Hans.
"Yang bilang buat cerita fiksi siapa? Aku cuma mau mereka merevisi bab 1, bukan membuat proposal abal-abal. Apa kau tidak belajar membuat latar belakang? Hah?" Balas Niken. Pertengkaran mereka menjadi pusat perhatian semua orang di kampus.
"Apanya sih yang salah? Aku menunjukan cara membuat latar belakang yang benar."
"Tapi apa yang kau ajarkan itu salah."
"Yang kuajarkan kepada mereka itu benar." Hans juga tidak mau kalah.
"Salah."
"Benar."
"Salah."
"Benar." Hans meninggikan suaranya.
"Salah." Niken juga meninggikan suaranya. Tidak hanya Niken yang bertindak egois, Hans pun juga sama.
"Kita buktikan, siapa yang benar dan siapa yang salah." Kata Hans.
"Okey. Siapa takut." Jawab Niken. Hans memanggil Budi, dosen mata kuliah Metode Penelitian Kualitatif.
"Aku mau kau menjadi saksi, atas siapa yang salah dan yang benar dalam pembuatan proposal bab 1." Ujar Hans. Bella dan beberapa dosen yang lain juga menyaksikannya. Persaingan antara Niken dan Hans.
Sehingga hari itu, Niken dan Hans menjelaskan tentang pembuatan skripsi yang benar dari Bab 1. Disaksikan oleh mahasiswa bimbingannya serta beberapa dosen yang lain. Niken maju terlebih dahulu, kemudian Hans.
"Sebenarnya metode yang diajarkan oleh bu Niken tidak salah. Dan metode yang diajarkan Pak Hans juga tidak salah. Jadi begini...." Kata Budi dosen lulusan Harvard University. Budi menjelaskan secara detil agar tidak ada lagi pertentangan diantara Niken dan Hans. Sehingga memberikan pencerahan kepada mahasiswa bimbingannya dalam pengerjaan skripsinya.
"Kupikir punya doping bu Niken sama pak Hans akan lebih mudah ketimbang sama bu Shopi dan pak Dicky. Tapi ternyata, ini lebih rumit dari yang kubayangkan." Ujar Rina.
"Gimana dong? Mana gue udah diancam sama nyokap buat lulus tahun ini lagi." Balas Jerry.
"Udah kadaluwarsa sih lu." Timpal Bagas. Mereka masih mencemaskan masa depannya. Keadaan dua dosen pembimbingnya tidak sedang baik. Mereka menghela nafas secara bersamaan.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments