Perjalanan mereka selesai di kantin. Niken menghembuskan nafasnya, tugasnya telah selesai. "Niken, ayo kita makan dulu." Hans menarik lengan Niken ke sebuah meja, lalu ia menyunggingkan bibirnya.
"Aku tidak lapar." Jawab Niken. Hans menarik sebuah kursi lalu mempersilahkan Niken duduk.
"Aku sudah bilang, aku tidak lapar."
"Tidak masalah. Duduklah dan temani aku makan." Ujar Hans.
"Hemmmmh, baiklah." Hans duduk tepat dihadapan Niken sambil melemparkan senyum lebarnya yang sangat puas membuat Niken kewalahan.
"Makanan apa yang enak disini?" Tanya Hans. Niken menyunggingkan bibirnya kesal.
"Semua makanan yang ada disini enak. Kau bisa memesan apapun yang kau mau." Jawab Niken. Hans menyentil dahi Niken. Niken mengaduh kesakitan.
"Aku mau kau yang pesan."
"Tidak mau." Niken melipat kedua tangannya ke dada.
"Baiklah." Tukas Hans. "Hallo pak Kiki...." Kata Hans berpura-pura.
"Eh eh, okey okey, aku akan pesan makanan untukmu." Niken menghembuskan nafasnya, "bisanya cuma mengancam. Awas saja nanti." Katanya sambil berlalu menuju meja pesanan.
"Ingat jangan pakai bawang daun, kacang dan telurnya harus setengah matang, okey?" Ujar Niken kepada si mbak pengantar pesanan.
"Siap bu Niken." Niken kembali ke meja dengan membawa dua gelas minuman.
"Waw, jeruk peras. Kau masih ingat kesukaanku?" Kata Hans. Niken menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.
"Tidak. Siapa yang akan mengingatnya? Itu tidak penting." Balas Niken. 10 menit berlalu, dan makanan pun datang. Nasi goreng special kesukaannya Hans telah datang.
"Bu Niken, keduanya malah dikasih kacang. Bagaimana ini?" Bisik mbak Yani pengantar pesanan. Niken menghembuskan nafasnya.
"Kenapa?" Tanya Hans sambil memasukan kerupuk udang ke mulutnya.
"Ohh ya sudah tidak apa-apa." Jawab Niken.
"Benar tidak apa-apa, bu?" Tanya mbak Yani ragu.
"Iya tidak apa-apa, biar aku yang urus." Kata Niken. Mbak Yani pun segera meninggalkan mereka.
"Tunggu! Jangan dulu dimakan!" Perintah Niken.
"Kenapa?" Tanya Hans.
Niken mengambil piring Hans. Dan memilah kacang yang ditaburkan di nasi gorengnya Hans. "Ibu kantin menaburkan kacang dimakananmu. Aku sudah memberitahukannya tapi dia lupa. Maklum dia sudah tua jadi banyak salah." Tutur Niken yang sibuk mencari kacang goreng dan memindahkannya ke piringnya. Niken juga mengaduk sedikit telur setengah matangnya. "Sekarang, makanlah." Lalu mengembalikan kembali kepada Hans.
"Kau masih mengingatnya." Tukas Hans lalu menyendok makanannya. Ia tertegun saat Niken masih peduli terhadapnya.
"Aku tidak ingat apa-apa." Jawab Niken. Ia juga makan dengan lahap. Saat mereka tengah makan, seekor kucing duduk disamping Hans.
"Wahhhhh. Jangan kesini. Pergi. Pergi!" Niken menghembuskan nafas lagi.
"Ada apa?" Tanya Niken.
"Ku-ku-kucing itu. Cepat singkirkan dia dari sini." Ujar Hans berteriak keras. Seluruh tubuhnya muncul keringat dingin. Niken segera mengendong kucingnya bu Kantin.
"Hey manis, kau disitu rupanya. Kemari ayoooo... Bu kantin...." Niken berjalan menuju dapur. Lalu meletakkan si manis itu di luar dapur. Kemudian Niken cuci tangan dan kembali ke kursinya.
"Habiskan makananmu." Kata Niken. Hans mengelap dahinya yang penuh keringat menggunakan tangannya. "Ihh kau jorok sekali." Niken mengeluarkan tisu dari saku blezzernya, lalu mengusap keringat Hans dengan pelan. Hans menatapnya lamat-lamat, ia tahu bahwa dibalik sikap Niken yang acuh tak acuh, hatinya selalu memberi perhatian yang lebih kepadanya.
Setelah makan siang, Niken mempersilahkan Hans duduk dimeja kerjanya. Hans meraih tangan Niken. Lalu mendekapnya. "Jika dulu aku membuatmu jengkel, aku minta maaf. Jika dulu aku membuat kesalahan, tolong maafkan aku. Jangan mengungkit masa lalu yang membuatmu terluka olehku, kali ini aku akan memperbaikinya. Maukah kau memaafkanku?" Bisik Hans tepat ditelinga Niken. Jantung Niken berdegup kencang, ia terdiam, membiarkan lelaki itu memeluknya.
"Itu bukan salahmu. 10 tahun yang lalu, aku tak sengaja membuatmu terluka. Aku tahu, kau tidak bersalah. Tapi saat itu...." Niken memandang Hans. Mata mereka bertemu dalam satu balutan kasih yang bernama rindu.
"Aku sudah memaafkanmu." Hans memotong kalimat Niken. Lalu memeluknya lagi. Disisi lain saat Bella hendak menemui Niken, dengan tak sengaja ia melihat dan mendengar percakapan mereka berdua.
...***...
"Biarkan aku menciummu. Ayolah..." Sebuah pintu tiba-tiba terbuka, Hans menoleh, Niken terkejut ketika melihat Hans bersama seorang perempuan.
"Ahhh kau ini, menjengkelkan sekali." Perempuan itu melepaskan lengan Hans. Niken masuk ke dalam lift yang sama.
"Hai, kau tetangganya Hans ya?" Serunya. Niken melempar senyum. "Namaku Haya, kau siapa?"
"Niken."
"Wahhh senang bertemu denganmu. Ohya, tolong jagain Hans untukku ya." Kata perempuan yang bernama Haya itu. Niken mengangguk pelan. Hans masih merangkul pundak Haya. Niken melirik sebentar, bertanya pada dirinya sendiri, "siapa perempuan itu? Apakah dia pacarnya Hans?" Niken menggelengkan kepala, berusaha tidak peduli terhadap kehidupan Hans.
Di kampus, mereka bekerja seperti biasa. Niken dengan pekerjaannya, pun begitu dengan Hans. Meski sangat penasaran dengan kejadian di lift tadi. Niken mencoba menepis dengan berbagai alasan pada dirinya sendiri, bahwa ia tidak berhak tahu dan ikut campur dengan urusan lelaki itu.
"Lalu bagaimana sekarang dengan mobilku?" Tanya Niken, saat ia menelpon pihak bengkel. "Ohh begitu. Baiklah. Uhmmm ya sudah, aku akan kirim alamat apartemenku." Jawabnya.
Lalu Niken mengakhiri teleponnya.
"Niken..?" Seru seseorang, Niken menoleh. "Kau mau pulang? Ayo, naiklah." Hans memberi tumpangan.
"Tidak terimakasih." Tolak Niken.
"Ayolah, kita kan bertetangga." Balas Hans. Niken menggapaikan tangan, menghentikan taksi. Hans menyadari bahwa sikap Niken hari ini agak berbeda dari biasanya. Dia lebih tenang dan tidak banyak bicara dengannya. Seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa kemarin. Hans tidak terlalu mempermasalahkan sikap Niken hari itu, ia pikir itu hal biasa.
Malamnya Hans kedatangan ke-4 sahabatnya Fredy, Gilang, Tyas dan Tanu. Mereka memberikan selamat atas keberhasilan Hans yang sudah menjadi seorang professor. Ia terkejut begitu mereka menyelamatinya.
"Kalian tahu dari mana apartemen baruku?" Tanya Hans.
"Siapa lagi kalau bukan Rudi." Jawab Tyas. Hans mempersilahkan mereka masuk.
"Kau tidak punya makanan, Hans?" Seru Tanu. Hans menggelengkan kepala.
"Pesan sajalah apa yang kalian suka. Aku yang traktir." Balas Hans.
"Tidak. Makanan junk food tidak bagus untuk kesehatan. Tyas pergilah bersama Hans mencari bahan makanan. Nanti biar aku yang masak." Ujar Tanu.
"Ini yang aku suka dari Tanu." Imbuh Fredy.
"Selalu siap memasak untuk kita." Tambah Gilang. Tyas dan Hans bergegas keluar, Hans merangkul pundak Tyas.
"Apaan sih, Hans. Udah deh nggak usah jail." Tukas Tyas.
"Kayaknya kau makin cantik ya." Puji Hans.
"Aku memang cantik." Aku Tyas, kemudian melirik seseorang yang tiba-tiba berdiri disampingnya.
"Hans, udah deh jangan jahil." Ketus Tyas. Lift terbuka, Niken ikut masuk bersama Hans dan Tyas.
"Kau mau kemana?" Seru Hans. Tapi Niken menghiraukannya, ia sibuk mengotak-atik ponselnya.
"Kau mengenalnya?" Tanya Tyas. Mereka pergi ke swalayan dan Hans bertemu kembali dengan Niken disana. Ekspresi Niken begitu datar. Ia sama sekali tidak menoleh ataupun tersenyum kepada Hans. Entah apa yang membuatnya seperti itu.
Hari terus berganti, Niken sibuk dengan pekerjaannya begitu pun dengan Hans.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments