"Hans, terimakasih kau sudah membantuku." Ujar Niken setelah sampai di depan apartemennya.
"Kau sungguh tinggal disini?" Tanya Hans sambil mengernyitkan dahinya dan melihat ke sekeliling apartemen. Niken mengangguk. "Wahhh kebetulan sekali." Hans tersenyum lebar sembari menatap wajah Niken. Sementara Niken mengerutkan keningnya. Apa maksud dengan lelaki ini. Ketus Niken dalam hatinya.
"Hans...." Seru Rudi dengan membawa koper dan barang bawaan Hans yang lainnya. "Ini milikmu."
"Okey. Thanks." Jawab Hans sambil menepuk lengan Rudi.
"Balik ya." Tukas Rudi.
"Okey. Thanks ya." Hans mengangguk, lalu menggendong ranselnya.
"Kau tinggal disini?" Tanya Niken kikuk. Hans mengangguk dengan diiringi senyum tipis ciri khas seorang Hans.
"Apa ada apartemen yang kosong disini? Aku rasa sudah penuh. Oh iya, dipinggir apartemenku memang kosong dan itu...."
"1442." Kata Hans. Niken terbelalak tak percaya. Nomor 1441 adalah nomor apartemennya. Itu artinya mereka akan bertetanggaan.
"Ohh Tuhan." Gumam Niken. Hans menyipitkan matanya.
"Dilantai berapa kau tinggal?" Jawab Hans dan masuk ke dalam lift. Begitu pula dengan Niken.
"Sejak kapan kau tinggal disini?" Tanya Niken penasaran.
"Sejak detik ini." Jawab Hans sambil berjalan menuju lift. "Kenapa?"
"Uhmm tidak. Tidak apa-apa." Niken merasa aneh karena tiba-tiba saja Hans akan menjadi tetangganya. Mereka keluar dilantai yang sama. Niken tinggal di apartemen bernomor 1441, sementara Hans tinggal di apartemen nomor 1442.
"Kau tinggal disini?" Tanya Hans. Niken mengangguk pelan.
"Perkenalkan aku tetangga barumu, namaku Hans." Hans mengulurkan tangannya.
"Uhhh." Niken memandang Hans.
"Senang bertemu denganmu kembali, Niken Khan." Ujar Hans. Niken mengerjapkan kedua mata tak percaya.
"Huh...?"
"Sebelum aku masuk. Bolehkah aku bertanya sesuatu kepadamu?" Tanya Hans. Niken mengangkat kedua alisnya.
"Apakah kau tinggal disini dengan suamimu?" Jantung Niken seakan berhenti berdetak. Tatapan Hans begitu tajam, seakan menyihir perasaan Niken yang semula baik-baik saja.
"Tidak. Maksudku, aku belum menikah dan aku tinggal sendiri disini." Jawab Niken.
Hans mengembangkan senyumnya, "kalau begitu, aku akan bebas menggoda dan merayumu." Balas Hans.
"Huh?"
"Bye Niken."
"Bye Hans." Hans masuk ke apartemennya, begitu pun dengan Niken. Niken mengunci pintu apartemennya. Ia mendesah pelan, lalu ia terduduk di sofa.
Aku tidak tahu apa yang aku khawatirkan. Tapi perasaan ini seakan menjadi bukti nyata dari harapanku. Dia pergi tanpa pamit, seolah aku tak pernah ada didalam kehidupannya. Sebelum aku menyadari bahwa aku salah. Dia tulus meminta maaf kepadaku, dia berkata jujur, tapi dengan keras kepalanya diriku tak pernah mempercayainya. Tahukah kau, Hans, bahwa aku pernah menyukaimu. Jika saat ini waktu memberi kita kesempatan, akankah aku menyukaimu lagi? Apa yang harus aku lakukan? Aku tahu, kau adalah lelaki yang berbeda. Tapi bagaimana aku bisa percaya padamu? Apakah ini kebetulan? Kita bertemu di Seoul, dan kini kau menjadi tetanggaku. Inikah yang disebut Takdir? Batin Niken. Ia menghembuskan nafas panjang. Kemudian ia beranjak dari tempat duduknya, menyimpan tas, lalu menyalakan kran untuk mengisi air di bathtub.
...***...
Niken menyetir mobil Honda Jazz berwarna ungu ke kampusnya. Seperti biasa, ia selalu tampil stylish dan elegan. Niken membersihkan dan merapikan meja kerjanya lalu memasang pengharum ruangan didekat ac.
"Niken, ada rapat. Ayooo..." Bella menghampirinya untuk memberikan informasi penting dari rektor. Niken mengangguk dan membawa tasnya.
"Ada apa? Ini kan bukan rapat bulanan kita." Ujar Niken sambil berjalan disamping Bella.
"Kudengar pak rektor akan mengenalkan kita pada professor baru. Kau tahu professor kali ini tidak seperti pak Dani." Kata Bella sambil berbisik.
"Darimana kau tahu?"
"Semua orang sudah tahu sejak seminggu yang lalu. Katanya professor kali ini tampan, muda dan masih singel." Balasnya. Niken tersenyum tipis. Bella memang seperti itu orangnya.
"Kau ini selalu saja dengar gosip." Cela Niken.
"Ini bukan gosip Niken. Tapi fakta. Aku dengar sendiri dari pak Rektor." Balas Bella.
"Iya Bella. Terserah kamu deh." Mereka sudah sampai diruang multimedia. Pak Kiki rektor umum kampus itu sudah duduk dikursi depan dengan seseorang yang Niken kenal yaitu 'Hans'. Mata Hans tertuju pada Niken, lalu dia menggapaikan tangannya. Semua orang menoleh kearahnya. Niken tersenyum kikuk.
"Apa dia menggapaikan tangannya kepadamu?" Tanya Bella.
"Huh...? Umm entahlah." Jawab Niken gugup. Rapat pun dimulai.
"Kalian tentu bertanya-tanya siapa pemuda tampan yang duduk disebelahku ini. Dia adalah professor baru kita. Dia pindahan dari Lomonosov Moscow State University. Di Rusia, hebat bukan? Hans silahkan." Kata pak Kiki mempersilahkan Hans mengenalkan diri.
"Selamat pagi semua. Kalian boleh memanggilku Hans saja. Itu sudah cukup." Kata Hans. Lalu ia duduk kembali.
"Semakin banyak professor muda semakin baik kampus kita ini. Ohya, meja kerja Anda bersebelahan dengan bu Niken." Kata pak Kiki. Niken hampir tersedak ketika namanya disebut-sebut.
"Kau tidak apa-apa?" Bella menoleh. Sementara Niken gugup.
"Hha eee-mm ya. Fine." Jawabnya.
"Bu Niken, bisa Anda antar pak Hans?" Kata pak Kiki.
"Ya... Ehh huh... Ummm ba-baik." Balas Niken gugup.
"Ooh ya, untuk mengenal lingkungan kampus, Anda bisa ditemani oleh..."
"Bu Niken." Potong Hans. "Saya ingin bu Niken yang menemani saya." Lanjut Hans.
"Baik jika itu permintaan Anda. Bu Niken jaga kinerja Anda. Silahkan." Sambung Pak Kiki. Niken menelan ludah tak percaya.
"Ohh terimakasih pak." Balas Hans.
"Maaf pak, bukan saya merasa keberatan. Tapi sudah 2 minggu saya tidak mengajar, bisakah Anda menunjuk yang lain saja, Bella misalnya." Ujar Niken menolak dengan cara halus.
"Ahh ya benar juga. Bagaimana pak Hans?" Pak Kiki sedikit bingung.
"Saya tidak mau yang lain." Ucap Hans.
"Mohon kerjasamanya bu Niken." Kata pak Kiki akhirnya.
Niken menelan ludah kesal. "Ada apa denganmu?" Tanya Bella.
"Tidak apa-apa." Kata Niken sambil menyelipkan rambutnya ke telinganya. Hans tersenyum ramah, sementara Niken menggerutu kesal.
"Ayo ibu Niken." Tukas Hans. Niken melotot.
"Kauuuuu.... Dasar menyebalkan sekali?" Gerutu Hans.
"Kenapa?" Tanya Hans sambil tersenyum.
"Apa kau sudah merencanakan ini sejak awal? Aku cukup terkejut kalau kau menjadi tetanggaku. Dan hari ini aku juga sangat terkejut kau mengajar di kampus yang sama denganku. Dan lebih parahnya lagi, kau akan satu ruangan denganku. Ohhh Tuhan, ini musibah bagiku." Tutur Niken geram.
Hans mencolek punggung Niken.
"Apa?" Tanya Niken dengan menunjukkan sikap kurang baik.
"Aku ini keberuntunganmu. Jadi bersikaplah baik terhadapku, dengan begitu kau akan mendapatkan apapun yang kau mau." Balas Hans.
"Ahhh terserah." Niken membalikkan badannya.
"Hey, apa kau mau aku laporkan pada pak Kiki kalau sebenarnya kinerjamu itu buruk sekali." Ancam Hans.
Niken mendesah panjang. "Baiklah. Silahkan ikut denganku Mr. Hansraj yang terhormat." Tukas Niken.
"Bagus sekali." Kata Hans sambil tertawa. Sepanjang hari ini, Niken mengenalkan beberapa bangunan diseluruh kampus kepada Hans. Juga mengenalkan ia kepada semua mahasiswanya.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments