11

Suasana di ruang tamu itu masih begitu tegang. Jika Lisa, Ferdinan, dan Arga hanya terdiam, tetapi tidak dengan Rasya dan Pandu yang masih saling melempar tatapan tajam. Saat sorot mata Pandu menajam, tetapi Rasya tidak gentar dan tetap memasang wajah meledek.

"Jadi, namamu Kumala?" tanya Lisa, mengalihkan perhatian mereka.

"Iya, Nyonya." Rasya menunduk hormat, sikap gadis itu sangat berbeda saat berhadapan dengan Pandu.

"Kalau boleh tahu, di mana rumahmu?" tanya Lisa lagi. Wanita paruh baya itu, kembali menggigit potongan jambu yang masih cukup banyak.

"Saya asli orang kampung, Nyonya. Sekarang saya tinggal dengan tiga teman di rumah kontrakan, tidak jauh dari sini." Rasya menjawab sopan, dengan kepala setengah menunduk.

"Gadis mandiri. Orang tua kamu masih ada?" Seperti seorang wartawan, Lisa terus saja melontarkan pertanyaan. Dia benar-benar penasaran dengan gadis tersebut.

"Masih, Nyonya."

"Apa pekerjaan orang tuamu?" Kali ini, suara bariton Ferdinan yang terdengar.

"Bapak saya seorang buruh pabrik, kalau ibu cuma buruh cuci, Tuan."

"Anak buruh aja belagu!" hina Pandu. Bukannya marah, bibir Rasya justru tersenyum miring.

"Memang kenapa, Om? Sirik amat, deh!" Rasya mendongak, menatap menantang ke arah Pandu.

"Pandu! Jaga bicaramu! Daddy tidak pernah mengajarimu menghina orang lain!" hardik Ferdinan. Baginya, ucapan Pandu sudah sangat keterlaluan.

"Nah, dengerin tuh, Om! Jangan membuat citra orang tuamu buruk di mata orang lain karena ucapan kamu yang ... ya ... gitu deh!" Rasya memutar bola matanya malas.

Kesabaran Pandu seolah habis, tetapi dia berusaha menahan karena tidak mau orang tuanya akan kembali marah padanya.

"Sebelum jadi asisten rumah tangga anakku, kamu kerja di mana?" Lisa kembali bertanya. Dia sungguh tertarik dengan Rasya yang bisa bersikap menyesuaikan keadaan dan siapa yang sedang diajak bicara.

"Saya cuman pelayan di Restoran Gama milik Mas Gatra, Nyonya."

"Kalau teman satu kontrakanmu? Juga bekerja di sana?" Rasanya, Lisa tidak lelah melontarkan pertanyaan, padahal Rasya sudah merasa tidak nyaman. Sejujurnya, dia paling tidak suka jika ada orang yang terlalu ingin tahu tentang kehidupannya.

"Tidak, Nyonya. Suketi sama Zaenab kerja di toko baju, kalau Markonah di toko sepatu," jawab Rasya diiringi senyum lebar.

Mereka terperangah mendengar jawaban Rasya, dan percaya begitu saja dengan nama-nama yang disebutkan tadi adalah nama asli. Lisa bahkan mengangkat tangan untuk menutupi tawanya.

"Oh iya, Kumala—"

"Nyonya, panggil saya Rasya saja. Kalau manggil Kumala, takutnya dikira mala petaka," potong Rasya. Tawa Lisa yang baru berhenti, akhirnya kembali meledak, sedangkan Pandu semakin berdecak kesal.

"Baiklah, Rasya. Nama yang cantik, secantik orangnya," puji Lisa. Wajah Rasya merona merah, bibir gadis itu meledek ke arah Pandu yang terus saja menatapnya.

"Terima kasih pujiannya, Nyonya." Rasya menunduk hormat dengan tangan tertangkup di depan dada.

"Maukah kamu tinggal di sini?" Pertanyaan Lisa, membuat Rasya kembali mendongak, sedangkan Pandu menatap tidak percaya kepada sang mommy.

"Tidak bisa! Dia ini bakal jadi pembantu di rumah pribadi aku, Mom." Suara Pandu terdengar meninggi.

"Mommy tidak mau kamu jadikan dia pembantu. Mommy ingin dia menjadi anak menantu mommy dan daddy!"

"What!"

"Apa!"

Pekik Rasya dan Pandu bersamaan. Kemudian, mereka saling pandang, merasa belum percaya dengan apa yang barusan didengar.

"Kalian kompak sekali. Jangan-jangan kalian beneran jodoh!" Arga yang sedari tadi diam, akhirnya tak kuasa untuk tidak membuka suara. Ucapannya barusan, tak lupa diselipi kekehan di akhir, yang membuat Pandu semakin menggeram.

"Maaf, Nyonya. Saya tidak bisa menjadi anak menantu Anda." Rasya tidak sedikit pun memudarkan senyumnya. Tatapan Pandu ke arahnya semakin menajam.

"Kenapa kamu menolak?" tanya Ferdinan penuh selidik.

"Karena saya tidak mencintai putra Anda, Tuan. Saya ingin menikah dengan lelaki yang benar-benar mencintai saya dengan tulus. Apalagi, status sosial kita sangat jauh berbeda, saya tidak mau membuat keluarga Anda malu," ucap Rasya.

"Bagus kalau kamu sadar diri!" seru Pandu dengan senyum mengejek.

"Awas, Om! Jangan terlalu judes gitu sama aku. Nanti kaya di novel-novel itu, saking judesnya eh lama-lama jadi bucin. Aku tunggu kebucinan kamu, Om!" Rasya tergelak keras. Tidak ada rasa sedih sedikit pun karena ucapan pedas dari mulut Pandu.

"Jangan mimpi!" kata Pandu setengah berteriak.

"Hidup itu berawal dari mimpi, Om. Apa salahnya kalau kita bermimpi yang indah-indah? Lagian nih, ya. Aku mau nikah sama lelaki yang masih perjaka, bukan lelaki yang sudah nyobain segala jenis lubang," sindir Rasya. Tangan Pandu terkepal erat dengan rahang mengeras.

"Bisakah kamu diam!" bentak Pandu, lelaki itu tidak bisa lagi menahan amarahnya. Berhadapan dengan Rasya, benar-benar menguji kesabarannya. Rasya tidak menjawab, hanya menutupi mulutnya secara refleks.

"Benarkah yang dikatakan Rasya?" Ferdinan bertanya dengan penuh penekanan. Pandu menatap sang daddy dengan memelas.

"Dad—"

"Tidak perlu menjelaskan apa pun! Daddy sudah tahu jawabannya. Sekarang bersiaplah menerima hukuman, Pandu Nugraha Andaksa!" Pandu bersusah payah menelan ludahnya saat mendengar suara Ferdinan yang begitu tegas.

Terpopuler

Comments

nah

nah

😂😂🤣🤣🤣

2024-04-27

0

Unyil_unyu

Unyil_unyu

👏👏👏👏👏

2022-12-28

0

Mbah Edhok

Mbah Edhok

banyak lubang ... ada lubang : ular, yuyu, tikus, lele, ... banyak lho 🤭🤣🤣🤣🤣

2022-11-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!