17

Setelah selesai dengan acara makan mereka, kini mobil yang dikendarai Arga kembali melaju menuju ke rumah sakit yang berada di wilayah kota. Namun, sebelum sampai di rumah sakit, Rasya meminta Arga untuk menghentikan mobilnya di depan sebuah toko emas.

"Kenapa berhenti di sini?" tanya Pandu mengamati toko emas yang cukup besar.

"Aku mau beli emas buat ibu, Om. Aku pernah janji sama ibu kalau pulang kampung nanti aku bakalan beliin emas. Om tunggu sini aja." Rasya keluar dari mobil, dia berjalan perlahan dengan sesekali menghadap ke belakang. Dia takut Pandu maupun Arga mengikutinya.

Rasya mengembuskan napas lega saat tidak melihat salah satu dari mereka yang turun dari mobil. Dengan langkah lebar, Rasya masuk ke area toko tersebut dan disambut oleh karyawan di sana.

"Ada yang bisa saya bantu, Mbak?" tanya karyawan itu.

"Mbak, saya mau jual emas. Dulu saya beli di sini. Sebentar, Mbak." Rasya mengambil kalung dan cincin yang sudah dia masukkan ke plastik, juga beserta surat dari emas tersebut.

Rasya begitu ragu untuk menjualnya karena itu adalah perhiasan pertama kali yang bisa dia beli dari hasil kerja kerasnya sendiri. Gadis itu menghela napas berat, lalu mengembuskan secara perlahan. Dengan gerakan perlahan dia menyerahkan perhiasan tersebut kepada karyawan toko.

"Tunggu sebentar, Mbak," ucap karyawan tersebut dengan sopan. Rasya tidak menjawab, hanya menanggapi dengan anggukan.

Jemari gadis itu mengetuk etalase, menghitung detik demi detik yang terus berlalu. Selang beberapa menit, karyawan toko tersebut berjalan mendekat.

"Mbak, ini kalau di jual hanya empat juta. Bagaimana?" tanya karyawan itu.

Rasya terdiam sesaat untuk menimang-nimang. Ruginya cukup lumayan juga, tetapi kalau tidak dijual, dia tidak mungkin datang ke rumah sakit tanpa membawa uang sepeser pun. Akhirnya, Rasya pun mengiyakan dan melepas perhiasan itu. Karyawan tersebut kembali masuk untuk mengambil uang, dan menyerahkan kepada Rasya.

Rasya kembali menghitung uang itu, setelah nominalnya genap, dia segera mengucap syukur dan memasukkan uang tersebut ke dalam tas selempangnya. Setelah mengucapkan kata terima kasih, Rasya segera kembali menuju ke mobil milik Pandu.

"Kenapa kamu lama sekali?" tanya Pandu sedikit membentak. Dia merasa sangat kesal karena terlalu lama menunggu gadis itu.

"Yaelah, sabar napa, Om. Aku 'kan nyari model dulu yang sekiranya cocok untuk emak-emak," sahut Rasya ketus. Gadis itu duduk dengan santai di samping Pandu.

"Sekarang mana emasnya?" tanya Pandu menyelidik.

"Emasnya?" tanya Rasya balik. Pandu mengangguk dengan cepat. "Ini, Mas Panuan." Telunjuk Rasya berada di dada Pandu, tetapi beberapa detik selanjutnya gadis itu terkekeh.

Merasa begitu kesal, Pandu akhirnya hanya terdiam menatap depan dengan raut wajah yang tampak begitu datar. Dalam hati dia merasa begitu curiga dengan gadis yang saat ini sedang duduk dengan tenang menatap ke luar jendela. Semalam Rasya hendak meminjam uang kepada Gatra, dan sekarang dia bisa membeli emas untuk ibunya.

Mungkinkah Gatra jadi memberikan pinjaman kepada gadis perusuh kecil ini?

***

Mobil itu berhenti di parkiran rumah sakit, Rasya segera turun disusul Pandu dan Arga. Mereka bertiga kembali menjadi pusat perhatian para pengunjung rumah sakit tersebut. Rasya berjalan menuju ke lantai tiga, di mana ayahnya dirawat.

Raya berjalan dengan perlahan, membaca satu persatu papan nama di sana, setelah menemukan nama sang ayah, Rasya segera masuk ke ruangan dan melihat ayahnya sedang tidur di atas brankar dengan selang infus terpasang di tangannya.

"Bapak," panggil Rasya. Paijo—nama panggilan ayah Rasya, segera membuka mata dan terkejut melihat putrinya saat ini berdiri di depannya.

"Ganteng banget, mereka siapa, Kum?" tanya Paijo menatap Pandu dan Arga bergantian.

"Yaelah aki-aki, sambut dulu anak gadismu yang cantik ini," ucap Rasya kesal. Melihat putrinya yang marah, Paijo segera memeluk putrinya yang sekarang setengah tubuhnya sudah rebahan di sampingnya.

"Bapak kangen kamu, Kum." Paijo mengeratkan pelukannya, dan mencium puncak kepala putrinya dengan penuh sayang. "Kamu kenapa enggak pulang-pulang, bapak sampai sakit mikirin kamu. Bapak kira kamu udah nikah diem-diem terus pulang bawa cucu."

"Astaga, pikiran Bapak buruk banget. Mana ada Kukum nikah diem-diem. Yang ada nikahnya enggak sah. Bapak sakit apa, sih? Bikin Kukum khawatir," ucap Rasya dengan bibir mencebik kesal. Pandu dan Arga yang melihat itu, hanya menggeleng tidak percaya.

"Asam lambung bapak naik, tapi sekarang udah mendingan." Paijo kembali mendaratkan ciuman di puncak kepala putrinya.

"Jaga kesehatan sih, Pak. Jangan mikirin Kukum mulu, Kukum tuh di Jakarta nyari duit, buat modal nikah. Bapak bilang biaya dekorasi harus Kukum yang tanggung sendiri," timpal Rasya. Pandu menghela napas kasar, sedangkan Arga melipat bibir menahan tawa.

"Iya, Kum, bapak seneng akhirnya kamu pulang bawa calon mantu buat bapak. Ganteng lagi, enggak kaya si Parjan," ucap Paijo dengan senyum bahagia.

"Ehem!"

Pandu berdeham karena jengah sedari tadi terus saja diabaikan. Rasya yang paham kode itu pun, melepas rangkulannya dan segera bangkit berdiri. Dia menunjukkan rentetan gigi putihnya saat melihat sorot mata Pandu yang menajam.

"Pak, kenalin ini ...."

"Ya Allah Gusti, kasep pisan euy!" Suara dari arah pintu masuk berhasil mengagetkan mereka semua.

Terpopuler

Comments

Asngadah Baruharjo

Asngadah Baruharjo

Parjan,🤣🤣🤣🤣🤣

2024-01-17

0

Mbah Edhok

Mbah Edhok

Yaa ... salah paham dong ...

2022-11-05

1

Aqiyu

Aqiyu

calon mantu....
🤣🤣🤣🤣🤣

2022-07-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!