10

Seorang lelaki paruh baya dengan berbalut kaos polos warna putih, tubuh tegap, otot masih terlihat kekar dan kumis sedang, tidak terlalu tebal maupun tipis. Berjalan mendekat ke sofa dengan langkah tegas.

Rasya menunduk dalam saat tatapan mata lelaki itu terlihat menajam ke arahnya. Jemari gadis itu saling bertautan dan juga basah karena keringat dingin. Arga pun ikut menunduk hormat saat lelaki itu sudah berdiri tepat di depannya.

"Siapa kamu?" Suara bariton seketika membuat Rasya mendongak. Menatap wajah yang terlihat mirip dengan Pandu, tetapi ini versi bapak-bapak. Rasya sangat meyakini kalau lelaki itu adalah ayah Pandu.

"Sa-saya babu baru Om Pandu, Tuan." Rasya menjawab dengan sedikit tergagap.

"Babu?" tanya lelaki itu memastikan. Bibir Rasya membisu, tetapi dia mengangguk lemah sebagai jawabannya. "Sejak kapan Pandu memperkerjakan gadis di bawah umur?"

"Maaf, Tuan Ferdinan. Nona Rasya bukan lagi gadis di bawah umur, tetapi gadis dua puluh tahun." Arga menginterupsi

"Yang benar saja? Kenapa wajahnya masih seperti anak SMP?" tanya Ferdinan tidak percaya.

"Wajah saya memang hemat, Tuan. Baby face kalau kata orang-orang."

"Baby apa? Baby shark?" sela Pandu yang baru saja kembali bergabung dengan mereka.

"Om, jangan mulai deh!" Rasya mencebik kesal. Bibir gadis itu terlihat mengerucut sehingga membuatnya semakin terlihat menggemaskan.

Pandu tidak menanggapi, hanya menghempaskan tubuhnya di sofa dengan kepala berpangku pada satu tangan. Bibir Pandu menyeringai tipis saat melihat Rasya sedang duduk di karpet dengan menunduk kembali.

"Jangan lihat-lihat, Om! Entar kalau jatuh cinta malah repot," ucap Rasya. Dengan segera, Pandu memalingkan wajah. Rasa heran datang menyergapi hati Pandu. Batinnya bertanya-tanya, bagaimana perusuh kecil itu bisa mengatakan dengan tepat padahal tatapan matanya terarah ke karpet yang dia duduki.

"Siapa yang melihatmu? Jadi orang jangan kepedean!" timpal Pandu dengan nada sedikit ketus. Jujur, lelaki itu begitu gugup karena merasa telah ketahuan.

"Kita 'kan memang harus memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi, Om!" Rasya masih menjawab tanpa takut.

Arga dan Ferdinan yang melihat mereka berdebat hanya menggeleng tak percaya. Bahkan, Ferdinan merasa begitu kagum karena baru kali ini ada seorang gadis yang berani menentang putranya.

"Kenapa tegang begini?" Suara Lisa dari arah pintu, menyadarkan mereka semua. Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu, melangkah mendekat dengan membawa piring berisi potongan buah jambu di tangan kanan.

"Kamu bangunlah! Jangan duduk di bawah!" perintah Lisa, tetapi Rasya tetap setia pada posisinya.

"Kamu tidak dengar?"

Mendengar suara Lisa yang sudah naik satu oktaf, Rasya segera bangkit dan berdiri di sebelah Arga.

"Maafkan saya kalau sudah mengotori karpet Anda, Nyonya." Rasya berbicara dengan sopan. Telapak tangan gadis itu tertangkup di depan dada dengan tubuh sedikit membungkuk hormat.

"Kamu tidak perlu meminta maaf. Kamu tidak bersalah!" tegas Lisa. Wanita itu mengambil satu potong buah jambu lalu menggigit dan mengunyahnya dengan perlahan. Melihat istrinya begitu menikmati potongan buah itu, Ferdinan ikut mengambil sepotong dan menggigitnya.

"Mommy, ada hal penting apa yang mau dibicarakan? Pandu masih ada acara setelah ini." Bola mata Pandu melirik jarum jam di pergelangan tangan diiringi decakan lidah. Namun, saat lelaki itu mendongak, tatapan matanya bertemu tatapan sang mommy yang begitu tajam.

"Kamu ini baru aja sampai sini, udah mau pergi aja. Kamu tidak rindu dengan mommy?" Lisa berpura-pura sedih dan mengusap air mata. Melihat akting sang mommy sang sudah biasa dilakukan, Pandu hanya menghela napas panjangnya karena dia tahu apa yang akan Lisa katakan padanya setelah ini.

"Bagaimana dengan perusahaan?" tanya Ferdinan, terlebih dahulu membuka suara disela kunyahannya.

"Baik-baik saja. Pemasukan selalu naik tiap bulan." Pandu menjawab tenang.

"Kamu memang tidak pernah mengecewakan daddy, Son." Ferdinan tersenyum puas kepada putranya. Lelaki itu merasa begitu bangga kepada putra sulungnya yang bisa mengelola perusahaan dengan sangat baik.

"Kalau kisah percintaanmu bagaimana? Kamu ini sudah tiga puluh tahun kenapa belum juga menikah?" Pertanyaan menyebalkan dari sang mommy, akhirnya terlontar juga.

"What! Om Pandu itu udah tiga puluh?" pekik Rasya, mengejutkan mereka semua. Pandu beralih menatap Rasya dengan tatapan yang sangat tajam bahkan seolah hendak melahap habis gadis tersebut.

"Kenapa kamu kaget gitu?" tanya Lisa menelisik. Rasya menarik kedua sudut bibirnya saat melihat keempat pasang mata di ruangan itu sedang menatap ke arahnya.

"Maaf, Nyonya. Saya kira putra Anda baru berusia tujuh belas tahun karena wajahnya masih imut menggemaskan gitu." Rasya melipat bibir menahan tawa. Bola mata Pandu mendelik ke arah Rasya. Bahkan sorot matanya penuh dengan kekesalan. Bukannya takut, Rasya justru terkekeh.

"Kamu ini memuji apa meledek?" tanya Pandu. Suara lelaki itu terdengar begitu ketus karena merasa terhina dengan ucapan Rasya.

"Memuji dong, Om. Aku baby face, kamu juga baby face. Jangan-jangan kita jodoh, Om!" Rasya tergelak keras. Apalagi melihat wajah kesal Pandu, gadis itu menjulurkan lidah, meledek Pandu yang mulai terlihat menggeram.

"Terus kalau kita nikah, terus punya anak, kita namai aja bayi kita dengan nama ...." Rasya terdiam. Sorot mata Pandu terlihat menajam dengan perasaan yang mendadak tidak nyaman. Sementara yang lain hanya membisu menunggu jawaban gadis itu.

"Namanya Baby Shark dududu ... baby shark dududu ...."

"Kumala Rasya Putri! Kurap!" seru Pandu kesal.

"Apa sih, Om Pandu Nugraha Andaksa! Om Panuan!" balas Rasya santai.

"Kamu!" Pandu bangkit berdiri dan menunjuk wajah Rasya saking geramnya.

"Aku cantik, imut, baik, dan menggemaskan." Rasya menjawab dengan tenang, bahkan alis gadis itu terlihat naik-turun.

"Ah! Kamu sangat menyebalkan!" Pandu memukul kepalan tangannya di depan wajah Rasya. Ingin sekali dia memukul wajah gadis itu, tetapi rasanya tidak tega.

"Terima kasih atas pujiannya, Om." Rasya menunjukkan senyum seolah tak berdosa.

"What! Pujian? Kamu memang aneh!" umpat Pandu kesal.

"Enggak papa aneh, yang penting cantik."

Kali ini Pandu tidak bisa lagi menjawab, dirinya selalu kalah dengan gadis perusuh itu. Sementara Lisa dan Ferdinan tercengang melihat itu, apalagi saat melihat keberanian Rasya membalas ucapan Pandu hingga membuat putranya tidak bisa lagi menjawab.

Terpopuler

Comments

nah

nah

😂😂😂

2024-04-27

0

Unyil_unyu

Unyil_unyu

kambing bener emng, bikin leher gw sakit nahan tawa

2022-12-28

0

Mbah Edhok

Mbah Edhok

Ya ampun Ra ... bener-bener perusuh hati kelas Wahid ... muantaap puool !!! 🤣🤣🤣🤣🤣

2022-11-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!