Bel tanda pulang sekolah berbunyi. Dona dan Ayu bergegas berjalan menuju parkiran. Ayu yang menggunakan motor maticnya berangkat sekolah mengajak Dona untuk pulang bareng.
"Aku anter ya." Ucap Ayu.
"Memangnya rumah kita searah?" Tanya Dona.
"Bener-bener amnesia ya kamu." Jawab Ayu menoel kepala Dona. "Rumah kita emang searah. Tapi rumah kamu agak jauhan sih dari rumah aku."
"Ya kalau gitu, aku gak enak harus merepotkan kamu."
"Ih kamu tuh ya, kayak sama siapa aja." Ucap Ayu menepuk pundak Dona. "Kita itu udah sahabatan dari kecil. Sebenarnya dulu kita tetanggaan. Cuma ya karena Emak sama Bapak aku punya duit lebih jadi pindah rumah. Rumah yang dulu udah di jual karena sempit." Lanjut Ayu.
Dona tersenyum dan mengangguk. Saat keduanya tiba di parkiran, tiba-tiba Billy menghadang keduanya.
"Hey, aku antar pulang yuk." Ucap Billy yang sudah mengenakan jaket jeans nya.
Ayu yang terpesona melihat ketampanan Billy hanya bisa senyum malu-malu sambil mengayunkan tangan Dona.
"Kamu kenapa sih?" Ucap Dona seraya menaruh telapak tangannya di kening Ayu hingga membuyarkan lamunan gadis berambut panjang itu.
"Gimana, mau pulang bareng gak?" Tanya Billy lagi.
"Aku mau." Balas Ayu. "Eh, tapi aku bawa motor. Gimana kalau kamu aja Don yang bawa motor aku. Biar aku pulangnya bareng Billy." Lanjut Ayu yang tak memberikan kesempatan Billy untuk menyela.
Dona hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Heh, aku itu ngajak Dona bukan kamu." Ucap Billy yang membuat senyum di wajah Ayu buyar.
Dona yang membaca raut wajah Ayu yang terlihat kecewa dengan segera menarik tangan Ayu menjauh dari Billy. Sementara Billy terlihat kesal karena tidak dihiraukan oleh Dona.
"Motor kamu yang mana? Ayo cepat kita pulang." Ucap Dona.
Ayu masih saja murung sambil berjalan menuju motor matic kesayangannya yang berwarna merah menyala. Dona mengikuti langkah Ayu kemudian duduk di jok belakang. Bagi Dona dibonceng dengan motor adalah pengalamannya yang paling ekstrim. Karena di kehidupannya yang lalu, Dona tidak pernah menaiki motor sama sekali.
Motor Ayu mulai berjalan melewati gerbang sekolah dan mulai menyusuri jalanan beraspal dengan santai.
"Kamu suka sama si Billy itu?" Tanya Dona.
"Gadis mana yang gak suka sama dia. Udah ganteng, jago basket dan tajir juga sih." Jawab Ayu.
"Tapi, dia kelihatannya playboy."
"Emang bisa dibilang gitu sih. Dia itu beda sama Raka sepupunya. Raka itu juga ganteng, baik, tajir dan jenius. Tapi ya gitu, sifatnya dingin dan gak pernah terdengar punya pacar. Beda sama Billy, dia humble sama semua orang, jadi enak aja gitu dijadiin gebetan." Ujar Ayu.
"Raka itu sekolah di SMA kita juga?" Tanya Dona.
"He'em. Tapi dia lagi ikut olimpiade, jadi jarang ada di sekolah. Oh ya, aku lupa cerita sama kamu. Di sekolah kita itu ada 4 cowok populer dan semuanya rata-rata ganteng dan tajir. Pertama itu yang tadi, Billy, terus Raka, ada juga Aditya si ketua OSIS. Aditya gak kalah gantengnya sama Billy dan Raka, dia sih paling humble sama semua orang. Ya maklum aja ketua OSIS. Tapi bisa kejam kalau sudah menyangkut peraturan sekolah. Sementara yang terakhir itu namanya Gilang. Nah dia ini nih yang jadi best of the best diantara ke empat cowok itu." Ujar Ayu panjang lebar.
"Kenapa emangnya?" Tanya Dona yang mulai kepo.
"Dia itu anak orang paling tajir di kota ini. Paling ganteng di sekolah, punya pacar itu selalu gonta ganti dan semuanya rata-rata cantik. Dan si Ratu ketua geng Beauty termasuk mantannya. Cuma ya itu, dia dijuluki si bad boy. Karena memang kelakuannya rada nakal. Suka berantem dan pembuat onar di sekolah."
"Hmmm. Kamu tahu banyak ya tentang siswa populer di sekolah." Ucap Dona.
"Ya harus tahu dong. Oh ya, entar sore-sore aku mau main ke rumahmu ya. Sekalian malam mingguan. Bilang aja sama Bi Nirwana kalau aku mau dateng. Nanti aku bawain makanan dari rumah. Karena Emak aku mau masak banyak."
"Oke." Balas Dona.
Tiba di pintu depan rumah, Dona tanpa sengaja mendengar obrolan kedua orang tuanya yang tengah berdebat. Sang Ibu yang terdengar menangis. Bu Nir tengah mengeluh karena kesulitan ekonomi yang tengah mereka hadapi.
"Gimana ini Pak. Apalagi yang harus kita jual? Uang di tabungan sisa pesangon Bapak cuma tinggal dua ratus ribu. Sementara biaya sekolah Dona yang harus dibayar lumayan besar Pak." Isak Bu Nir.
"Yang sabar Bu. Bapak juga lagi cari usaha biar bisa dapat kerja buat mencukupi semuanya. Tapi Ibu kan tahu, Bapak sudah gak muda lagi. Mau balik kerja jadi buruh pabrik udah gak keterima. Kerja sebagai ojol, sepi Bu. Kalaupun ada pendapatannya pas-pasan buat makan."
Lagi-lagi terdengar suara tangis Bu Nir.
"Kenapa hidup kita gini terus Pak. Kita salah apa ya Pak sampai Tuhan ngasih cobaan segini berat. Harta satu-satunya yang kita punya cuma rumah ini. Apa rumah ini perlu kita jual biar bisa nyambung hidup Pak. Kita bisa tinggal di rumah yang seukuran kontrakan."
"Sabar Bu. Sekarang yang terpenting anak kita sudah sembuh dulu. Yang lainnya nanti biar Tuhan yang ngasih jalan sambil kita terus berusaha Bu. Semua uang tabungan yang kita habiskan tidak sia-sia Bu. Karena Dona akhirnya bisa sembuh setelah koma selama 3 bulan. Itu patut kita syukuri Bu." Ujar Pak Edi.
"Iya Pak. Seperti kata Bapak, yang terpenting anak kita sudah kembali sama kita. Untuk harta bisa kita cari lagi."
Hati Dona menjadi begitu sakit mendengar obrolan kedua orang tuanya itu, ia kemudian berusaha menahan sesak di dadanya.
Dona mengucap salam, sontak kedua orang tuanya berhenti bicara dan keluar rumah dengan senyuman yang merekah. Dona berpura-pura tak mendengar apapun, dan hanya menyalami dua orang yang kini sudah menjadi orang tuanya. Kedua orang tuanya yang saat ini, terlihat sangat menyayangi dirinya. Hal itu membuat Dona bersyukur.
Saat makan sepulang sekolah, Dona mulai menanyakan kepada kedua orang tuanya.
"Pak, Bu, sebenarnya apa yang terjadi sebelum aku koma?"
Kedua orang tuanya lantas menjawab, bahwa Dona mengalami kecelakaan karena ditabrak sebuah mobil. Pengendara mobil sudah memberi santunan dan sampai saat ini masih di penjara. Namun, uang santunan itu habis digunakan untuk biaya pengobatan Dona. Sementara untuk biaya sekolah Dona, seperti yang didengarnya tadi, kedua orang tuanya tengah mengalami kesulitan.
"Maafin Dona ya, karena sudah membuat Bapak dan Ibu jadi susah." Ucap Dona.
"Hush, ngomong apa sih kamu itu. Sudah kewajiban Bapak sama Ibu sebagai orang tua kamu untuk memberikan yang terbaik buat kamu. Kamu itu tanggung jawab Bapak. Kamu lahir karena Bapak sama Ibu yang menginginkannya. Jadi kamu jangan berpikir yang macam-macam. Yang perlu kamu lakukan hanya sekolah dan menjadi anak yang baik. Itu saja." Ucap Pak Edi seraya mengusap kepala Dona.
Dona berusaha menahan air matanya agar tak jatuh. Dirinya merasa begitu beruntung karena memiliki Pak Edi dan Bu Nir sebagai orang tuanya.
'Terima kasih Tuhan.'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
SoVay
wkwkwk..udah ngabayangi duluan, tp tkut slah
2021-12-26
2