Minggu pagi, Dona meminta Pak Edi mengantarnya ke sebuah taman yang memiliki bukit kecil tempatnya mengubur kotak perhiasan di kehidupannya yang lalu. Taman itu merupakan salah satu tempat wisata yang sangat mengagumkan.
"Kamu mau ngapain kesini nak?" Tanya Pak Edi.
"Mau lihat-lihat pemandangan aja Pak." Balas Dona.
"Perasaan dulu kamu itu tidak pernah Bapak antar main kesini. Apa jangan-jangan janjian ketemu sama pacar? Ayo ngaku!"
"Gak Pak. Beneran deh, Dona cuma mau cari angin plus lihat pemandangan indah aja."
"Kenapa gak ngajak Ayu?"
"Mmm itu, anu. Ayu nya ada kegiatan lain." Jawab Dona berbohong.
"Ya sudah, terus nanti gimana pulangnya? Mau telepon Bapak, kita sama-sama tidak punya hape."
Baik Pak Edi maupun Dona, keduanya memang saat ini tak mempunyai ponsel untuk saling menghubungi. Karena itulah Pak Edi hanya bisa bekerja sebagai ojek pengkolan dan tak bisa mengikuti tren sebagai ojek online.
"Gak apa-apa Pak. Aku bisa pulang sendiri, nanti naik angkot atau ojek bisa juga kok."
"Gimana kalau Bapak aja yang jemput. Kamu mau pulang jam berapa biar Bapak tunggu disini nanti?"
"Gak perlu Pak. Aku gak lama-lama kok disini. Cuma sebentar, habis itu mau pergi ke toko buku. Setelah itu baru pulang ke rumah."
"Ya sudah, jaga diri baik-baik ya. Bapak pamit dulu. Ingat pulang tepat waktu."
""Siap. Hati-hati di jalan ya Pak." Balas Dona seraya mencium tangan Pak Edi.
Dona mulai terbiasa melakukannya sejak diminta oleh Pak Edi. Dia merasa ada yang kurang jika tak mencium tangan kedua orang tuanya kini.
Sebelum menuju bukit yang ingin dituju, Dona harus berjalan melewati jembatan gantung atau jembatan cinta, salah satu sebutan lain bagi sebagian remaja setempat. Disebut jembatan cinta dikarenakan pada sore hari banyak muda mudi berkumpul untuk mencari pasangan hidup. Dibawah jembatan gantung dialiri sungai dengan air yang terlihat jernih.
Setelah sampai di bukit tersebut, Dona langsung disuguhkan dengan pemandangan yang sangat luar biasa, Andai Dona datang saat pagi-pagi buta, tentu ia bisa melihat sunrise di pagi hari dengan disertai awan yang juga terlihat dibawahnya. Namun, yang di ketahui Dona sejak dulu kebanyakan dari para pengunjung pergi diwaktu sore dan membuat tenda penginapan. Karena di malam harinya biasanya para pengunjung akan membuat api unggun sebagai penghangat badan sekaligus menerangi dan berkumpul bersama rekan-rekan lainya sambil bercerita dan bercanda. Dan, pada keesokan paginya udara segar yang di hirup di pegunungan dilanjutkan dengan mata yang disuguhkan panorama alam yang sangat luar biasa indah dimana orang-orang dapat melihat langsung timbulnya matahari pagi ditemani dengan hamparan bunga-bunga yang melengkapi eksotisme pemandangan yang disuguhkan,
"Indah sekali. Tetap sama seperti dulu, meski sekarang taman bunganya jauh lebih indah." Ucap Dona kagum.
Dona berjalan perlahan ke puncak bukit. Saat tiba di sebuah pohon yang dituju, Dona melihat namanya masih terukir di batang pohon yang kini menjulang tinggi itu. Dona mengira bahwa pohon itu sudah ditebang atau roboh karena lapuk oleh usia.
"Ternyata kau masih ada disini." Ucap Dona seraya mengelus pohon yang terukir namanya itu.
Dona duduk dan mengeluarkan sekop berukuran sangat kecil dari dalam tasnya dan mulai menggali tepat di depan bawah pohon itu. Dona hanya bisa berharap, ia masih dapat menemukan benda yang dicarinya. Dengan susah payah Dona menggali tanah dan akhirnya menemukan sebuah kotak berwarna ungu yang warnanya sudah mulai memudar itu.
Sontak saja Dona berteriak kegirangan hingga membuatnya melompat dan tak menyadari bahwa seseorang tengah memandangi dirinya dari atas pohon.
"Terima kasih Tuhan. Terima kasih, terima kasih..." Ucap Dona berulang kali saking senangnya.
Saat hendak membuka kotak itu, Dona dikejutkan dengan seorang lelaki yang melompat dari atas pohon dan berdiri di hadapannya. Lelaki itu adalah Raka, si genius di sekolah Dona.
"Apa kita pernah bertemu?" tanya Raka.
"Gak usah sok kenal gitu deh." Jawab Dona.
Raka yang kaget dengan respon yang diberikan Dona membuatnya semakin penasaran pada Dona.
"Ya udah kalau gitu, gimana kalau sekarang kita kenalan aja. Namaku Raka, kamu siapa?"
Dona tak menggubris ucapan Raka, tangan Raka yang tersodor di hadapannya pun tak dianggapnya. Dona lebih sibuk membersihkan tanah-tanah yang menempel di kotak yang baru saja didapatkannya itu.
"Mmmm... Kotak apa itu? Kenapa bisa ada dibawah pohon? Sejak kapan kamu sering ke pohon ini? Kenapa aku tidak pernah melihat kamu? Aku sering kesini karena tempat ini memang jadi tempat favorite aku buat belajar." Ucap Raka menjelaskan.
"Gak nanya." Balas Dona.
Raka cekikikan melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Dona. Meski Dona terlihat kesal, namun entah mengapa raut wajahnya itu terlihat menggemaskan bagi Raka. Hingga tanpa sadar ia mencubit pipi Dona. Dengan kasar Dona menampik tangan Raka.
"Aduh galak amat. Maaf deh, gak sengaja. Abis kamu tuh imut banget."
Dona yang malas menanggapi Raka memilih memasukan kotak ungu itu ke dalam tas nya dan mulai berjalan meninggalkan Raka. Namun, Raka mengejarnya dan mengikuti kemana Dona melangkah. Raka berusaha untuk berkenalan dengan Dona, tapi Dona tetap saja cuek. Karena lelah diikuti terus, Dona berbalik dan menatap Raka tajam.
Pria yang ditatap malah balik menatap dengan mengerlingkan matanya.
"Iihh apaan sih." Decak Dona kesal. "Udah sana, gak usah ngikutin aku terus. Atau kamu itu tukang ojek? Sorry, aku lagi gak butuh ojek." Lanjut Dona kemudian kembali berjalan meninggalkan Raka yang berdiri mematung.
"Asem, aku dikatain tukang ojek. Wooyy cewek galak, mana ada tukang ojek ganteng kayak aku." Teriak Raka.
"Bodo amat." Balas Dona berteriak.
"Sialan. Baru kali ini ada cewek yang gak terpesona sama ketampanan ku." Umpat Raka seraya berlari mengejar Dona.
Dona yang mendengar langkah kaki Raka mendekat dengan cepat, ia pun ikut bergegas berlarian menjauh dengan sekuat tenaga.
'Jangan-jangan dia itu cowok mesum.' pikir Dona seraya mempercepat larinya.
Namun, bukannya berhenti, Raka justru semakin mengejar Dona.
"Pergi gak? Kalau gak aku teriakin maling nih." Ancam Dona.
Raka sontak berhenti karena takut oleh ancaman Dona.
"Waah bisa babak belur wajah tampan ini kalau sampai dikeroyok warga karena dikira maling." Ucap Raka seraya mengusap wajahnya.
"Wooyy... Awas aja kalau sampai ketemu lagi." Teriak Raka.
"Bweeek...." Dari jauh Dona mengejek Raka dengan menjulurkan lidahnya.
Melihat tingkah Dona membuat Raka semakin penasaran dan berharap bisa bertemu dengan gadis yang belum dia ketahui namanya itu.
"Gadis yang unik. Kira-kira siapa ya namanya?" Ucap Raka sambil berjalan dengan arah yang berbeda dengan Dona.
Raka tampak berpikir dan mengingat sesuatu, ia kembali berlari ke arah bukit dan berdiri di depan pohon tepat dimana dia bertemu Dona tadi. Raka melihat ukiran nama Dona tertulis jelas di pohon itu.
"Got you. Ternyata namamu Dona. Bagaimana bisa aku tak menyadari ukiran nama di pohon ini."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments