16. Bukan Posesif
Selepas persimpangan sekolah, Maya mulai memperlambat langkahnya. Ia masih ingat permintaan Seno tadi agar menunggunya di penurunan Rambutan.
Jalanan sepi yang di sisi kiri dan kanannya dipenuhi batang pinus itu memang jarang dilalui keramaian. Namun ia tetap menoleh beberapa kali ke belakang untuk memastikan kedatangan Seno yang baru tadi jadi pacarnya.
Maya
Dia kemana? (Bergumam sendiri)
Tak lama kemudian, sebuah motor bewarna biru menyalipnya. Maya terperanjat. Ia mematung dengan wajah yang memucat karena terkejut.
Senopati
Sudah ku bilang untuk menunggu, tapi kenapa jalan terus? Sebentar lagi kamu malah sampai di rumahmu.
Maya
Mau sampai kapan aku terus menunggumu? (Terlihat jutek dengan pipi menggembul)
Senopati
Sampai kapan-kapanpun... Kalau aku minta untuk menunggu, berarti aku akan datang, May...
Maya
Aku pikir kamu lupa...
Maya mengerucutkan bibirnya lalu berjalan hendak mendahului Seno.
Senopati
May... May... (Menahan lengan Maya)
Senopati
Baru jadian kok udah marahan aja? (Menggoda Maya)
Maya
Siapa yang marah? Aku tidak suka saja dibentak-bentak begitu. Orang tuaku bahkan tidak pernah membentakku sekalipun...
Maya
Jangan bilang kamu posesif ya? Aku tidak suka diposesifin...
Senopati
(Tertawa) Maaf, May... Aku tidak membentakmu, bukan juga posesiff... Aku hanya khawatir, wajah kamu pucat begitu... Makanya suaraku sedikit keras tadi...
Maya
(Masih terlihat ambekan) Aku kalau pergi atau pulang sekolah selalu jalan cepat... Soalnya aku suka parnoan kalau jalan sendiri disini...
Maya
Lagian kedatanganmu yang secara tiba-tiba begitu juga mengejutiku...
Maya
Jadi, untuk apa memintaku untuk menunggu disini?
Senopati
Sebenarnya nggak disini, tapi di atas sana... (Menunjuk dengan jempolnya kearah belakangnya)
Maya
Haruskah aku balik lagi ke atas?
Senopati
Hehe... Nggak perlu, May...
Maya
Iih... Perasaan kamu main-main mulu deh dari tadi...
Senopati
Bercanda... Bercanda...
Senopati
Aku sebenarnya mau nganterin kamu pulang, May... Tapi kamu maunya warga sekolah nggak boleh tau status kita. Makanya aku minta kamu buat nungguin aku disini...
Maya
Ngapain nganterin aku segala, Sen? Aku sudah biasa kok jalan kaki...
Senopati
Kita kan sudah pacaran... Jadi, nggak apa-apa, kan, aku nganterin pacarku pulang?
Maya
Ngerepotin... Nanti kamu juga terlambat pulang ke rumahmu... Dan pasti orang tuamu bakal nyariin, Sen...
Senopati
Enggak... Aku selalu pulang lebih awal dari orang rumah...
Senopati
Ayo... Sampai kapan kita ngobrol disini?
Maya menurut. Ia segera naik ke atas motor Seno.
Senopati
Pegangan, May... Nanti kamu jatuh...
Maya melingkarkan tangannya ke pinggang Seno, kemudian Seno mulai melajukan motornya dengan kecepatan sedang.
Tak lama, mereka sampai di depan rumah Maya. Seno menatap asing ke sekeliling rumah seolah ia baru pertama kali melihat pemandangan itu.
Maya
Terima kasih sudah mengantarku... Kamu hati-hati pulangnya...
Senopati
Nggak disuruh mampir?
Senopati
Aku-nya nggak disuruh mampir dulu? Kan pacar kamu...
Maya
Ihh... Pulang aja, ya... Kapan-kapan kamu boleh mampir. Sekarang nggak ada siapa-siapa si rumah...
Senopati
Memangnya ibu kemana?
Maya
Tadi pagi ibuku pesan kalau beliau mau ke sawah. Aku saja disuruh bawa kunci serap...
Maya
Dia sekolah sore hari ini...
Senopati
Ya sudah, besok-besok aku harus diajak mampir, ya?
Maya
Iya, kalau aku tidak sendiri... (Memasang wajah cemas)
Seno mencubit pipi Maya. Ia begitu gemas melihat reaksi gadis itu ketika menolak permintaan darinya.
Senopati
Jangan merasa tidak enakan begitu... Aku paham, kok...
Senopati
Love you, pembimbing materiku... Hati-hati di rumah...
Maya tidak menjawab. Ia hanya mengangguk sambil tersipu mendengar kata cinta dari Seno.
Seno melajukan motornya meninggalkan Maya yang masih melayang dibawa suasana hangat-hangatnya hubungan mereka.
Comments
Fatonah
😅😅😅....apaan love you cieee....
2021-12-21
0
Yuli maelany
pacaran anak muda dulu mah gitu manis,gak ribet kayak sekarang yaa
2021-12-14
0
Dona
seno sweet banget sih
2021-12-10
1