Maya tampak harap-harap cemas ketika suara mesin mobil pakwo Jung terdengar berhenti di pekarangan rumahnya yang serata dengan jalanan umum. Ia berlari mengejar mobil itu dan berdiri di samping pintu mobil.
Pakwo Jung
Maya? (Pakwo Jung terheran-heran melihat Maya yang berdiri penuh ambisi menantikan ia keluar dari dalam mobil)
Maya
Pakwo, apa kami jadi pergi dari rumah ini? (Wajahnya tampak sendu mempertanyakan hal itu)
Pakwo Jung
Tidak, Nak... Siapa yang berani mengusir kita dari sini?
Ibu
Maya, suruh pakwo masuk... Kok malah diajak ngobrol di luar...
Mendengar seruan ibunya, Maya malah tersenyum malu.
Maya
Ayo, Pakwo...
Pakwo Jung mengangguk. Ia masuk ke dalam rumah sederhana itu mendahului Maya setelah menyempatkan diri mengusap kepala Maya.
Lani menyuguhkan segelas air putih hangat. Lalu orang tua mereka tampak berbincang-bincang.
Sementara Maya telah disuruh masuk ke kamar oleh ibunya.
Ibunya paham, masalah itu bukanlah urusan anak-anak, bahkan dirinya sendiri tidak berhak ikut campur.
Ayah
Bagaimana, Bang...?
Pakwo Jung
Tidak usah dipikirkan lagi... Ini tanah kita sampai mereka mengembalikan emas ibu.
Ayah Maya mengangguk-angguk.
Pakwo Jung
Satu hal, jika seandainya kita memang harus terusir dari sini, itu tidak masalah. Emas itu bisa kamu gunakan untuk membuat rumah kecil sementara.
Ayah
Lalu bagaimana dengan sawah yang digadaikan bu Muni itu, Bang?
Pemilik tanah meminjam emas kepada nenek Maya dengan menggadaikan sawahnya untuk digarap oleh kakek sebagai jaminan. Sementara tanah yang mereka tempati murni sebuah perjanjian yang dibuat tanpa syarat oleh kedua belah pihak orang tua-tua dulu.
Entah setan apa yang merasuki bu Rani sehingga ia mengusik tanah itu lagi sebelum perjanjian itu berakhir.
Pakwo Jung
Untuk apa kita memikirkan sawah yang sudah rimba itu? Sejak ibu dan ayah tiada, sawah itu kan tidak pernah lagi digarap. Ketika terakhir bertanam, kita sampai mengeluarkan banyak modal untuk menebangi pohon-pohon di sawah itu. Belum lagi air yang sulit terjangkau.
Pakwo Jung
Sekarang Abang balik ke kota. Kalau mereka masih mengusik, telpon saja Abang segera...
Ayah
Baik, Bang...
Ayah
Lani... Maya... Sini, Nak... Pakwo kalian mau pulang...
Ayah berseru memanggil dua beradik itu.
Pakwo Jung
Debi mana? Kok sedari pakwo datang, dia tidak terlihat?
Maya
Debi pergi main, Pakwo... Tadi ketika Pakwo pergi, Debi sudah pulang dari sekolah... Baru saja dia pergi lagi...
Pakwo Jung
Owh...
Kalau gitu Pakwo pulang, ya...
Ini jajan buat kalian bertiga...
Pakwo Jung mengeluarkan tiga lembar uang merah-merah lalu menyodorkannya kepada Maya.
Maya
Terima kasih, Pakwo...
Sepeninggal Pakwo Jung, Maya kembali terlihat murung.
Bahkan untuk seusianya, ia tidak begitu gembira meski telah menerima uang dari pakwonya.
Comments
Imelda Nurrahmah
jadi ingat kakek. masalahnya mirip walau yg teraniaya justru yg punya tanah dan kebun.
2021-12-23
2
Fatonah
semngat kak 👍💪💪💪
2021-12-20
0
Yuli maelany
seketa lahan memang selalu jadi permasahannyang sulit d pecahkan....
2021-12-14
2