...aku memang keras kepala...
...otakku tak bisa diajak kerjasama...
...namun hatiku,...
...sakit jika kau melukainya......
.
.
......🍂🍂🍂......
"Selamat pagi, suamiku..." Sapa Zoya dengan senyum manis tersungging di bibirnya.
Adhit tersentak melihat senyum manis itu. Adhit tak mau berlama-lama menatap Zoya. Ia memposisikan diri duduk di meja makan.
"Kau belum jawab pertanyaanku. Sedang apa kau di dapur?"
"Di dapur ya masak lah, masa mandi. Mulai sekarang aku akan membuatkanmu sarapan dan kau harus memakannya." Zoya membawa hasil masakannya ke atas meja.
Zoya duduk disamping Adhit. Zoya mengambil piring lalu dituangkannya nasi goreng yang tadi ia buat.
"Ini, makanlah!" ucap Zoya kembali diiringi senyum manisnya.
"Jadi kau belum menyerah, Nona?"
"Apa yang kau bicarakan? Bukankah kau sudah setuju jika aku melakukan apa yang kusukai. Aku suka memasak. Lalu apa yang salah dengan itu?"
Adhit malas berdebat dengan Zoya. Ia menyendok nasi goreng dipiringnya dan disuapkannya kedalam mulut.
Zoya terus memandangi Adhit yang sedang menyantap makanannya. Adhit merasa risih ditatap Zoya sedekat itu.
"Kau makanlah juga. Apa melihat orang makan akan membuatmu kenyang, huh?" ucap Adhit.
"Aku hanya ingin melihat bagaimana reaksimu merasakan masakan buatanku."
"Lumayan lah." jawab Adhit datar.
"Hmm, baiklah. Nanti siang pulanglah untuk makan siang. Aku akan memasak makanan kesukaanmu."
"Kau benar-benar tidak kenal kata menyerah, Nona."
"Sudahlah. Menyerah atau tidak itu urusan nanti. Lagipula ini baru satu hari." Zoya melanjutkan makannya dengan lahap.
Tiba-tiba Joni datang dan menyapa Adhit.
"Selamat pagi Tuan Bos, Nona Bos."
"Selamat pagi, Joni. Kau sudah sarapan? Ayo sarapan bersama," ajak Zoya.
"Heh?" Joni menggaruk tengkuknya.
"Tidak perlu sungkan, duduklah disini." Zoya memaksa Joni untuk ikut sarapan.
Adhitya menatap tajam ke arah Joni.
"Maaf, saya sudah makan, Nona Bos."
"Wah sayang sekali, padahal nasi gorengnya sangat enak lho!"
Joni menelan ludah mendengar kalimat Zoya.
Namun lagi-lagi Adhitya menatap tajam ke arah Joni.
"Adhitya, kau bujuk Joni agar mau sarapan bersama kita."
"Uhuk uhuk." Adhit tersedak.
"Adhitya, kalau makan hati-hati dong! Ini minumlah dulu." Zoya menyodorkan segelas air putih pada Adhit.
Dan akhirnya Joni ikut sarapan bersama dengan pasangan pengantin baru itu.
"Hmm, masakan Nona Bos sangat enak," puji Joni.
"Benarkah? Terima kasih, Joni."
"Sama-sama, Nona."
"Cepat habiskan makananmu. Kita harus segera pergi ke kantor," tutur Adhit datar seperti biasa.
Zoya mengantar suaminya hingga ke depan pintu. Kini ia benar-benar sendiri di rumah sebesar itu. Ia harus melakukan sesuatu.
"Bi, apa di rumah ini ada semacam ruang baca atau perpustakaan pribadi?" tanya Zoya.
"Ada Nona. Mari saya antar."
"Hu'um."
Zoya berjalan mengikuti Idar dibelakang sambil memperhatikan sekeliling rumah.
"Aku akan menghabiskan waktuku disini. Aku sangat suka membaca," terang Zoya.
"Baik, Nona. Kalau begitu, bibi permisi dulu."
"Iya."
......***......
Setelah seharian berada di ruang baca, sore hari itu Zoya menyiapkan camilan sore bersama Idar.
"Biasanya Tuan Adhi pulang di sore hari, hanya mandi dan berganti baju lalu kembali pergi."
"Hmm, begitu. Aku akan membuat camilan sore untuknya." Zoya tersenyum manis.
Tiba-tiba terdengar suara bunyi bel dari pintu utama.
"Itu pasti Adhitya. Benar, kan Bi?" seru Zoya.
"Eh? Nona tunggu! Sepertinya Nona salah!" Idar tak bisa mencegah Zoya yang sudah menghambur ke depan pintu.
Zoya terkejut melihat siapa yang datang ke rumah Adhitya. Seorang wanita langsung menyerbu masuk tanpa permisi.
Zoya hanya melongo melihat tingkah wanita itu. Zoya mengejar wanita itu.
"Tunggu! Siapa kau? Kenapa masuk ke rumah orang tanpa permisi?" tanya Zoya geram.
Wanita itu melihat penampilan Zoya dari ujung kepala hingga ujung kaki.
"Apa kau pembantu baru?" tanya wanita itu karena melihat Zoya yang masih memakai celemek dapur.
"Apa katamu?! Pembantu?!" Zoya mengepalkan tangannya.
"Dilihat dari penampilanmu sangat jelas jika kau adalah pembantu. Minggir! Kau menghalangi jalanku!" tutur wanita itu sambil menyenggol lengan Zoya.
"Aku adalah istrinya Adhitya!" Seru Zoya saat wanita itu melewatinya.
"Apa? Istri? Jangan bercanda! Adhi tak akan mau menikah dengan wanita model sepertimu."
"Apa kau bilang?" Zoya makin murka.
Idar sangat bingung saat ini. Situasinya sangat tidak menyenangkan. Ia mengira akan terjadi keributan antara Zoya dan wanita itu.
"Ada apa ini?!" Suara berat Adhit memasuki ruangan yang artinya sedikit memecah ketegangan diantara kedua wanita itu.
"Adhi, kau sudah pulang sayang..." Wanita itu langsung menghambur ke pelukan Adhitya.
"Iya, aku akan mandi dan pergi lagi," jawab Adhit dingin seperti biasa.
"Ouch, kau sangat sibuk sayang. Bagaimana kalau malam ini aku menginap disini? Aku akan menemani malammu kali ini."
Zoya melotot tak percaya.
"Terserah kau saja. Aku akan pergi ke kamar," tegas Adhit dan akan beranjak pergi.
"Sayang, siapa wanitu itu?" Jari wanita itu menunjuk kearah Zoya.
"Dia bilang dia adalah istrimu. Apa itu benar?" lanjutnya.
"Iya, dia adalah istriku. Dan Zoya, ini adalah Viona. Dia kekasihku," tutur Adhit datar.
"Apa? Kapan kau menikah? Tidak mungkin kau tahan dengan wanita seperti dia."
"Sudahlah, Vi. Jangan bertengkar dengan Zoya dan jangan menganggunya."
Tanpa rasa bersalah Adhitya meninggalkan Zoya yang masih mematung tak percaya dengan kelakuan suaminya.
Adhit dan Viona naik ke kamar Adhit. Adhit segera merebahkan tubuhnya di ranjang miliknya. Membuat Viona menyusulnya ke tempat tidur.
Viona mengelus dada Adhit lembut. Adhit segera menepis tangan Viona.
"Kau boleh tinggal disini semaumu, tapi jangan menyentuh Zoya," ucap Adhit memperingatkan Viona.
"Apa dia begitu berharga untukmu?"
"Bukan urusanmu! Jika kau masih ingin berhubungan denganku, maka turuti saja perintahku!" Adhit beranjak dari tempat tidur dan menuju ke kamar mandi.
Sementara di lantai bawah, Zoya mematung tak percaya jika Adhit lebih memilih kekasihnya dibanding istrinya. Meski Zoya sadar jika posisinya hanya istri kontrak, tapi tak seharusnya Adhit memperlakukannya seperti itu.
"Nona..." Idar menghampiri Zoya.
"Bibi lanjutkan saja membuat camilannya. Aku akan ke kamarku." Zoya melepas celemek dan menyerahkannya pada Idar. Kemudian ia melangkah naik menuju kamarnya.
Sebelum masuk ke kamar, dilihatnya kamar Adhitya tertutup rapat. Ia tak berani membayangkan apa yang sedang suaminya lakukan bersama wanita lain di dalam kamar.
Zoya menggeleng kuat. Ia tak kuasa menahan tangisnya lebih lama lagi. Ia membanting pintu kamar dan merebahkan diri di ranjangnya.
Ia menangis dalam diam. Ia tak mau terbawa perasaan. Karena memang mereka menikah tanpa adanya cinta.
Tapi melihat suami bersama wanita lain, istri mana yang tak sakit hati.
Zoya terus mengurung diri di dalam kamar hingga makan malam. Ia tak mau melihat wanita itu dan juga Adhitya.
Pernikahannya baru satu hari namun hatinya sudah lebih dulu merasa sakit.
Apa ia bisa bertahan hingga enam bulan? Bagaimana ia menghadapi enam bulan dengan siksaan seperti ini?
......🍂🍂🍂......
#bersambung
Tinggalkan like komen + klik favorit kalian yaa 😘😘
Thank you 💞💞
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
D᭕𝖛𝖎𖥡²¹࿐N⃟ʲᵃᵃ࿐
adhit pasti bakalan nyesel
2022-01-01
0
🎤K_Fris🎧
kan, aku mulai sesak membacanyaa 😭😭
2021-12-09
1
pat_pat
ayo lanjut mak
2021-12-07
1