senyum manis bisa terukir di bibir
namun hati orang siapa yang tahu
...🍂🍂🍂...
Daniel melepaskan pelukan Mahiya. Ia memegang kedua bahu Mahiya.
"Dengar, jika Nyonya bersikap seperti ini maka Zoya akan curiga. Nyonya harus bersikap baik padanya."
"Apa katamu?! Maksudmu aku harus menerima keputusan ayah dan Kak Yash? Tidak! Aku tidak sudi jika anak diluar nikah itu mendapatkan perusahaan," ucap Mahiya makin kesal.
"Zoya bukan gadis bodoh, Nyonya. Meski dia tak pernah mengenal dunia luar, tapi Tuan Yash memang menyiapkan dia agar bisa memimpin perusahaan suatu saat nanti. Jika Nyonya terburu-buru, maka Nyonya tidak akan menang melawan Zoya."
"Lalu apa yang harus kulakukan?"
"Nyonya harus bersikap baik padanya. Anggap nyonya setuju dengan keputusan Tuan Yash."
"Ah, mana bisa begitu? Begini saja aku sudah sangat kesal."
"Tenanglah! Jika Nyonya menunjukkan amarah Nyonya sekarang, maka Zoya akan curiga. Nyonya tenang saja, saya akan mengawasi Zoya."
"Berjanjilah kau akan membantuku, Dan..."
"Iya, Nyonya."
"Oke, aku percaya padamu. Sekarang jelaskan apa rencanamu untuk Zoya?"
.
.
.
-Ruang Baca-
"Nona, apa Nona sangat suka membaca?"
"Tentu saja. Dari pada aku harus memainkan benda pipih yang ada di tanganmu itu aku lebih memilih buku."
"Ish, Nona. Jangan sarkastik! Jadi, Nona benar-benar tidak pernah tahu tentang ponsel dan
teman-temannya?"
"Aku tahu. Karena ayah selalu membawakan aku banyak buku dan majalah. Dari sana aku bisa tahu tentang teknologi meski aku tak memakainya."
"Apa tempat tinggal Nona sangatlah terpencil?"
"Iya, Na. Disana juga tak ada jaringan internet seperti disini."
"Wah, sepertinya aku tidak akan bisa hidup bersama Nona di desa itu."
Zoya terkekeh mendengar pengakuan Nana.
"Kau masih belajar?" Daniel tiba-tiba datang ke ruang baca.
"Iya. Ada apa?"
"Ini..." Daniel menyerahkan ponsel kepada Zoya.
"Apa ini?" tanya Zoya.
"Ini ponsel, alat komunikasi. Aku rasa kau memerlukannya dalam keseharianmu. Aku sudah menyimpan nomorku disana. Jika butuh apa-apa, kau bisa langsung menghubungiku."
"Baiklah. Terima kasih, Daniel."
"Kapan kau akan berangkat ke perusahaan lagi?"
"Aku belum tahu. Mungkin menunggu sampai aku benar-benar siap."
"Ya sudah, aku permisi."
Zoya menatap kepergian Daniel. Lelaki berdarah campuran Timur Tengah itu cukup membuat Zoya berdebar untuk pertama kalinya. Apalagi setelah semua perhatian yang ia berikan pada Zoya. Semakin membuat Zoya terpesona.
"Nona! Sedang melamun apa?"
"Nana! Mengagetkan saja. Aku tidak melamun."
"Hmmm, Nona melihat Tuan Daniel pergi sampai mata Nona hampir terlepas. Hati-hati Nona, nanti jatuh hati."
"Apa yang kau bicarakan? Sudahlah, aku akan kembali ke kamar saja."
Zoya melenggang pergi meninggalkan Nana yang masih sibuk memainkan ponselnya.
......***......
Tok Tok Tok
Zoya mendengar pintu kamarnya diketuk. Ia segera membukanya.
"Bibi?"
"Hai, Zoya. Kau sibuk?"
"Tidak. Ada apa?"
"Ayo temani Bibi belanja!"
"Hah? Belanja? Lagi?"
"Iya, ajak juga asistenmu, Nana. Bersiaplah! Bibi tunggu di bawah ya!"
"Iya, Bibi."
.
.
.
-Di sebuah pusat perbelanjaan-
"Bu Susi, apa Bibi sering sekali pergi berbelanja?" tanya Zoya pada Susi, asisten Mahiya.
"Ya begitulah, Nona."
"Ibu sudah lama bekerja pada Bibi?"
"Maaf, sebaiknya jangan panggil ‘ibu’, panggil saja ‘mbak’. Saya belum setua itu, Nona."
"Hehe, maaf."
"Saya sudah lama bekerja di keluarga Arora. Tapi saya baru menjadi asisten Nyonya Mahiya sekitar 5 tahun lalu."
"Oh begitu. Berarti Mbak Susi mengenal ayahku?"
"Iya, tentu saja Nona."
"Lalu ibuku? Apa mbak mengenalnya juga?"
"Maaf Nona, sebaiknya jangan membicarakan soal itu disini. Nona silahkan berbelanja saja bersama Nyonya Mahiya."
Zoya memanyunkan bibirnya. "Aku sudah belanja minggu kemarin, kenapa aku harus membuang uang lagi?" gumam Zoya.
Zoya berjalan ke sebuah toko buku.
"Duh, Nona. Apa Nona harus ke toko buku di saat seperti ini? Ini waktunya berbelanja keperluan wanita, Nona.”
"Tentu saja, buku adalah keperluanku. Aku sedang mencari buku yang bagus."
"Buku apa, Nona?"
"Tentang bisnis, hehe."
"Ah, Nona..."
Nana memilih untuk memainkan ponselnya sambil menunggu Zoya selesai membeli buku.
"Eh, Na. Apa Bibi Mahiya sudah menikah?" tanya Zoya ketika ia telah selesai membeli buku.
"Setahu saya Nyonya Mahiya belum menikah."
"Hah? Benarkah? Kenapa? Bibi Mahiya itu wanita yang sangat cantik. Dan dia juga mandiri."
"Kemari, Nona." Nana meminta Zoya untuk mendekatkan telinganya.
"Saya dengar dulu Nyonya Mahiya pernah menyukai seseorang yang bekerja di rumah keluarga Arora. Tapi Tuan Akash tidak menyetujuinya, makanya sampai sekarang Nyonya Mahiya lebih memilih sendiri."
"Begitukah? Siapa orang yang Bibi sukai itu?"
"Saya tidak tahu, Nona."
Zoya pun diam. Ia memandangi bibinya
dari jauh yang sedang asyik memilih tas branded. Ia cukup prihatin dengan keadaan bibinya itu.
......***......
Mahiya mengajak Zoya makan malam
sebelum pulang ke rumah.
"Kita makan dimana, Bibi?" tanya Zoya.
"Di resto Royale Hotel."
Zoya hanya manggut-manggut. Hampir satu bulan ia tinggal di ibu kota. Ia masih belum terbiasa dengan keramaian yang terlihat di jalan raya.
Sesampainya di resto, Zoya duduk berhadapan dengan bibinya. Sedang kedua asisten mereka duduk di meja berbeda.
"Kenapa kita makan hanya berdua saja, Bibi?"
"Kau ini! Kau harus terbiasa dengan hal begini. Nanti lama-lama juga kau terbiasa."
Zoya kembali menganggukkan kepala. Seorang pria tampan menghampiri mereka dan menyapa Mahiya. Dia adalah manajer resto sekaligus pemilik hotel, Alexander Royale.
Mahiya tampak akrab dengan Alex. Dan Zoya hanya memandangi mereka.
"Alex, kenalkan, ini adalah keponakanku, putrinya Kak Yash." Mahiya mengenalkan Zoya pada Alex.
"Ah, hai. Saya Alex, saya manajer disini. Semoga kalian menyukai makanan disini."
Zoya hanya tersenyum.
"Tentu saja, makanan disini adalah yang terbaik, Lex."
Setelah Alex pergi, Mahiya juga meminta ijin untuk pergi ke toilet. Zoya meneguk segelas air putih yang tersaji di depannya. Ia merasa sangat gerah meski berada di ruangan ber-AC.
Didalam toilet, Mahiya mendengar dua orang wanita sedang bergosip.
"Bagaimana kabar putramu? Apa dia sudah membawa calon menantu untukmu?" Tanya salah satu wanita paruh baya yang ada di toilet.
"Belum. Kau tahu sendiri 'kan, Adhitya selalu sibuk dengan bisnisnya. Padahal aku sudah mengharap dia bisa menikah." Jawab wanita paruh baya lainnya.
"Kudengar gosip, ada yang pernah melihat putramu dengan seorang wanita."
"Eh, benarkah?"
"Tapi sepertinya wanita itu bukan wanita baik-baik, kau harus menegur putramu agar tidak terjerumus ke hal yang negatif. Keluarga Hooda adalah keluarga terpandang."
Mahiya keluar dari dalam bilik kamar mandi setelah kedua wanita itu pergi.
"Adhitya? Keluarga Hooda? Apa mereka membicarakan Adhitya Hooda?" gumam Mahiya.
"Jadi selama ini ibunya tidak tahu jika putranya memiliki bisnis kotor sebagai mafia? Ini akan mulai menarik, tiba-tiba aku memiliki ide yang bagus tentang ini." Seringai Mahiya.
Ia segera menghubungi Daniel.
"Halo, Dan, aku rasa aku sudah dapat cara yang bagus untuk menyingkirkan Zoya."
"Apa itu?" sahut Daniel di seberang telepon.
"Akan kuceritakan jika kita bertemu nanti..."
Mahiya menutup sambungan telepon dan
tersenyum puas menghadap cermin di toilet.
...🍂🍂🍂...
#bersambung
Jangan lupa tekan jempolnya gaesss 👍😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
ZaZa
klo udah dibutakan oleh harta, segala macam cara pasti akan dilakukan ...
bibi"
2021-12-02
0
Ana Yulia
karya baru, like plus fav.
semangat mengais rezeki 😁❤️❤️
2021-11-28
1
Macan
cerita nya bagus
2021-11-28
1