kenapa takdir membawaku kepadamu?
apa yang sebenarnya takdir inginkan dariku?
.
.
......🍂🍂🍂......
"Itu adalah kontrak perjanjian pernikahan kita selama enam bulan."
"Apa?"
"Tidak perlu terkejut begitu. Kau jelas sudah tahu tentang semua ini bukan?"
Zoya memberanikan diri membuka map yang ada didepannya. Ada beberapa lembar kertas disana.
Zoya menatap Adhit seakan meminta persetujuan.
"Bacalah! Itu kontrak yang diajukan oleh bibimu untukku."
Zoya membaca lembar demi lembar semua poin yang ada disana. Tak terasa air matanya meluncur ke pipi mulusnya.
"Apa ini?"
"Kau sudah baca untuk apa bertanya." Adhit tetap menatap Zoya datar.
"Jadi, Bibi memintamu untuk menikahiku karena ingin menguasai harta peninggalan ayah?"
"Kau ini kenapa? Kau sudah tahu 'kan jika rencana bibimu memang begitu. Aku mendapat kompensasi yang bagus untuk itu. Meskipun disana tertulis jika aku tidak boleh menyentuhmu walau seujung helai rambutmu sekalipun."
Zoya memejamkan mata mencoba menelaah semua yang sedang terjadi. Ia membuka mata dan mengusap air matanya.
"Bagaimana kalau kita balik kontrak perjanjian ini?"
"Apa maksudmu, Nona?"
"Aku yang akan membayarmu. Kau harus membantuku. Dan aku akan membayarmu lebih dari apa yang bibiku janjikan."
Adhit tertawa.
"Apa ini? Kau ingin menyuapku?"
"Iya. Aku yang akan membayarmu. Asal kau bisa membantuku mengembalikan semua hak yang jadi milikku tetap jadi milikku."
Adhit menatap Zoya dalam. Sangat terlihat ada kilatan dendam dimata Zoya.
"Kenapa kau meminta bantuanku? Bukankah teman pengacaramu itu berpihak padamu." Tanya Adhit.
"Eh? Maksudmu Daniel?"
"Apa kau punya teman pengacara yang lain?"
"Tidak! Daniel tidak membelaku. Dia berpihak pada Bibi Mahi, sama sepertimu."
Adhitya kembali tertawa.
"Kau benar-benar polos. Kau tidak tahu apapun. Ya sudahlah. Kita akan bahas soal pernikahan kita saja. Karena kau sudah membaca apa yang bibimu rencanakan, maka aku juga akan memberikan perjanjian pernikahan untukmu."
Zoya tampak putus asa. Wajahnya sudah lesu dan sembab.
"Kita memang menikah, secara sah sudah di akui negara dan hukum. Tapi, aku tidak mau kau mencampuri urusanku. Terlebih soal pekerjaanku. Dan kau ... dilarang menapakkan kakimu di mansion belakang. Kau mengerti?"
"Tidak mencampuri urusan maksudnya?"
"Soal masalah pribadiku. Aku memiliki seorang kekasih. Aku tidak mau kau ikut campur masalah itu. Dia akan sering datang kesini. Dan bahkan menginap disini."
Zoya meremaas gaunnya.
"Lalu apa aku bisa melakukan apa yang kusukai dan kau tidak akan mencampurinya?"
"Tentu saja. Asal tidak keluar dari rumah ini."
"Kenapa? Apa kau akan mengurungku seperti seorang tawanan?"
"Tawanan? Kau cukup pintar rupanya. Kita lihat saja nanti apakah kau memang layak diberi kebebasan atau tidak. Oh ya, ini kartu milikmu. Kau bisa menggunakannya untuk memenuhi kebutuhanmu."
"Sebenarnya apa pekerjaanmu? Apa kau melakukan hal ilegal hingga aku harus menjadi tawananmu?"
"Hei, Nona!!!" Adhit menggebrak meja.
"Seorang istri wajar 'kan jika bertanya tentang pekerjaan apa yang dilakukan suaminya."
"Sudah kubilang, aku seorang pengusaha."
"Baiklah, untuk sementara aku percaya." Zoya menjawab dengan datar juga. Ia harus bersikap tegar agar tidak terlihat lemah di depan Adhit.
"Kau jangan pernah mencampuri urusan pekerjaanku atau kau akan menyesal."
Adhit beranjak dari tempat duduknya dan melangkah keluar dari ruang kerjanya.
Zoya menghela napas. Apa lagi yang akan dihadapinya setelah ini?
......***......
Malam pun tiba, Zoya sudah bersiap di meja makan. Makan malam kali ini disiapkan oleh Idar.
Zoya duduk di meja makan dengan gelisah.
"Bi, jam berapa biasanya Adhitya pulang?"
"Tidak mesti, Non. Kadang sangat malam."
"Tapi dia makan malam di rumah 'kan?"
"Kalau itu ... Tuan Adhi jarang makan dirumah, Non."
Zoya mendengus kesal. Baru tadi pagi mereka menikah dan Adhitya sudah meninggalkannya. Kenapa Zoya marah? Toh mereka sudah sepakat tidak akan mencampuri urusan masing-masing.
"Aku akan menghubunginya saja." Putus Zoya kemudian.
Idar menggaruk tengkuknya. Ia tahu jika Adhitya tidak suka diganggu apalagi jam segini.
Tut Tut (bunyi nada telepon tersambung)
Zoya: Halo, Adhitya, kau dimana?
Adhitya: Untuk apa meneleponku?
Zoya: Ini waktunya makan malam. Cepatlah pulang.
Adhitya: Sudah kubilang jangan ikut campur urusanku! Kenapa kau cerewet sekali!
Zoya: Aku tidak ikut campur. Aku hanya mengingatkanmu untuk makan malam.
Adhitya: Aku tidak akan makan malam. Jadi kau makan sendiri saja dirumah.
Telepon terputus.
Idar menelan ludah. "Bagaimana Nona?"
Zoya menggeleng. "Dia menyuruhku untuk makan sendiri."
"Biasanya Tuan Adhi memang tidak makan malam, Nona."
Zoya mengangguk kemudian tersenyum.
Sementara itu, Adhitya mendengus sebal setelah menerima telepon dari Zoya.
Joni, tangan kanannya tersenyum penuh arti. Adhit melirik tajam ke arahnya.
"Kenapa dengan wajahmu? Kau ingin dipukul, huh?"
"Tidak, Tuan Bos." Joni menunduk.
Sepertinya setelah ini tuan bos akan sering mendapat panggilan dari istrinya. Batin Joni.
Adhit kembali mendekati orang yang sudah ditentukan jadi sasarannya malam ini. Adhit mengarahkan tinjunya ke orang itu dengan membabi buta. Manusia itu seperti dijadikan samsak tinju untuknya.
Setelah lelah menghajar orang itu hingga orang itu terkapar. Adhit membersihkan diri.
"Bereskan dia! Dan kabari klien kalau target sudah diberi pelajaran. Jika target masih melawan, maka ambil tindakan B untuknya." titah Adhit.
"Baik, Tuan Bos."
......***......
Sudah lewat tengah malam dan Adhit belum kembali ke rumahnya. Zoya yang sedari tadi menunggu Adhit pulang, merasa gelisah. Yang ia pikirkan saat ini adalah membuat Adhit berpihak kepadanya. Hanya itu.
Mata Zoya makin berat. Diliriknya jam dinding di kamarnya. Pukul satu dini hari. Ia mulai memejamkan mata. Namun kembali terbuka karena mendengar suara langkah kaki yang dihentakkan.
Itu pasti Adhitya! Seru Zoya dalam hati.
Zoya segera mengambil jubah panjang untuk menutupi tubuhnya yang memakai gaun tidur pendek.
Ia keluar kamar dan melihat Adhit baru sampai di lantai atas. Kamar mereka berhadapan namun jaraknya agak jauh. Ibarat kata kamar Zoya ada di bagian timur, dan Adhit ada di bagian barat.
Adhitya mengernyit heran melihat Zoya masih terjaga.
"Kau? Belum tidur?" tanya Adhit.
"Belum. Aku menunggumu. Bagaimana pekerjaanmu?"
Adhitya menarik sudut bibirnya sedikit. "Apa kau sengaja menungguku untuk mendapat perhatian dariku, huh? Kau ingin aku berada di kubumu?"
"Tidak, bukan begitu." Zoya melambaikan tangannya cepat.
"Sudahlah, Nona. Aku tidak akan berpihak padamu. Jadi menyerah sajalah."
Adhit membuka pintu kamarnya dan segera masuk.
Zoya lagi-lagi hanya bisa menghela napas.
Sebaiknya aku coba lain kali.
Zoya mengepalkan tangannya.
......***......
Esok pagi, Zoya sudah berkutat di dapur. Idar yang melihatnya sudah melarang Zoya namun bukan Zoya namanya jika tak keras kepala.
"Ini daftar belanja yang sudah kubuat. Nanti tolong Bibi ke pasar ya. Aku takut Adhitya tidak mengijinkan aku keluar rumah."
"Baik, Nona."
"Oh ya, apa makanan kesukaan Adhitya? Aku akan memasak untuknya."
"Tuan Adhi suka daging sapi pedas, Nona."
"Oke. Kalau begitu, tambahkan daging sapi pada daftar belanja yang tadi, Bi."
"Iya, Nona."
Tak lama Adhitya turun dari lantai atas dan menuju meja makan.
"Apa yang kau lakukan di dapur?"
"Selamat pagi, suamiku..." Sapa Zoya dengan senyum manis tersungging di bibirnya.
Adhitya tersentak melihat senyum manis itu.
......🍂🍂🍂......
...#bersambung...
Terima kasih sudah mampir 😍😍
jangan lupa like,komen,vote n klik favorit 😘😘
thank you 💞💞
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
🎤K_Fris🎧
uwuuuh. proyek memikat hati suami. 😂😂
Tapi aku nyesek kalua dengan ziya di bentaak mak!
2021-12-09
1