Diana namanya saat ia berkunjung ke rumahku untuk memperkenalkan diri sekaligus mengundangku datang ke acara Syukuran atas kepindahannya ke Kampung Dukuh ini. Karena Wilayah Kampungku ini tak terlalu besar, dan Penduduknya cukup padat, membuat kami saling mengenal satu sama lain.
Malam Syukuran di rumah buk Diana yang cukup mewah untuk ukuran di Kampung itupun berjalan lancar, semua Warga hadir memenuhi undangan sang empunya hajatan.
Dalam acara ini pun kami jadi sedikit mengenal keluarga buk Diana yang terlihat sangat berkelas itu. Oh iya, Aku sampai lupa untuk menyebutkan alasanku selalu menyematkan ‘Buk’ pada namanya, alasannya adalah karena di mataku ia pantas di sebut ibu, usianya Ku taksir sudah memasuki awal 50 tahunan.
Hanya penampilannya saja yang tampak seperti 10 tahun lebih muda, namun garis kerutan di wajahnya tak bisa disembunyikan. Meski dengan bedak tebal sekalipun yang dipolesnya, namun kulit itu seolah menolak untuk disamarkan. Setidaknya itulah yang kulihat.
*
Di dalam Rumah yang kini ia tempati, yang Ku tahu dulu ini adalah rumah pak Hadi seorang Pengusaha yang kini sudah pindah ke Kota. Jadi selama ini, Rumah minimalis namun modern ini tak ada yang menghuninya.
Karena kesibukannya juga pak Hadi jarang bersosialisasi dengan Warga, sehingga boleh dibilang ini adalah kali pertama bagi Warga masuk ke dalam Rumah yang Nampak elegan di dalamnya dengan perabot yang canggih dan mewah.
“Maaf Buk, Apa Ibu sudah membeli Rumah ini dari Pak Hadi? tanya buk Heni penasaran pada buk Diana yang tampak berbeda dengan semua tamu yang kesemuanya adalah Ibu Rumah Tangga ini yang sebagian besar menggunakan gamis sederhana atau daster Turki, sedangkan buk Diana menggunakan setelan gamis abaya seperti miliknya Syahrini.
“Tentu saja! Kebetulan Pak Hadi itu masih kerabat jauh saya juga. Yaa ... bosan saya lama-lama tinggal di Kota, ingin merasakan kehidupan di Kampung seperti apa ... ” jawab buk Diana dengan senyum lebarnya.
“Buk Diana kok hanya sendiri, Suami ibu di mana?” tanya Buk Wina yang terkenal sebagai 'Ratu Kepo' di Kampung ini.
“Oh iya lupa Saya, Bapak lagi ada perjalanan bisnis ke Luar Negeri. Bisa sampai sebulan baru pulang. Biasa lagi mengembangkan bisnis … ” sambil menyembunyikan rambutnya yang sedikit terlihat dari jilbab segi empatnya yang seperti asal-asalan dipakai itupun ia melanjutkan, “Karena itu, Saya hanya mengundang Ibu-Ibu dalam acara ini, untuk Bapak-Bapaknya gantian gitu kalo Suami Saya sudah pulang dari perjalaan bisnisnya .... ”
Semua tamu yang hadir menganggukan kepala, tanda mengerti atas penjelasan buk Diana barusan.
“Ayo Buk, silahkan dicicipi hidangannya, maaf yaa hanya sederhana. Semoga sesuai dengan seleranya …. ” sambil membuka prasmanan yang tersaji di meja jepara panjang miliknya.
Semua mata yang hadir pun langsung dibuat takjub dengan semua jenis hidangan yang memenuhi meja makan yang tampak menggugah selera bagi siapapun yang melihatnya.
“Ini sih Bu, hidangan untuk hajatan besar. Maksih yaa Buk .… ” jawab buk Romlah yang memang punya nafsu makan yang besar.
Sambil menepuk pelan pundak buk Romlah di sampingnya, buk Diana berkata, “Ah, Ibu bisa saja, ini sih hanya menu harian keluarga Saya Buk ... " semua tamu yang hadir hanya bisa berdecak kagum mendengarnya.
Setelah dipersilahkan yang empunya rumah, semua ibu-ibu yang hadir termasuk Aku yang hanya bisa mendengar apa yang mereka bicarakan itupun menyantap hidangan yang tersedia.
Banyak hal yang jadi bahan obrolan ibu-ibu yang sebagian besar jadi Ibu Rumah Tangga ini bicarakan dengan buk Diana yang tampak menikmati pembahasan tetangga-tetangga barunya. Dari masalah mengasuk anak dan masih banyak lagi, semua tak luput jadi pembahasan.
“Maaf Buk, kalo boleh tahu Suami Ibu bisnis apa? Perabotan di rumah ini mahal-mahal lho Buk. Jadi pengen Saya,” celetuk mbak Rini yang memang terkenal boros jika berhubungan dengan perabotan rumah.
“Usaha Bapak itu bergerak dibidang investasi emas Buk ... ini saja semua perhiasan Saya gratis lho ... uda gitu untungnya gede lagi, gak ada ruginya sama sekali deh. Anak saya saja bisa Kuliah ke Amerika dari bisnis ini. Ibu-Ibu juga bisa jika berminat .... ” sambil memperlihatkan sederet perhiasan pada tangan dan lehernya.
“Kok bisa Buk, gimana caranya?” penasaran Buk Tari bertanya yang juga di tanggapi semua yang hadir dengan anggukan dan tatapan penasaran pada buk Diana yang semakin semangat menjelaskan.
“Gampang Buk caranya. Kalo Ibu-Ibu minat nanti saya jelaskan besok aja gimana? Nanti bagi yang ingin tahu informasi lebih jauh tentang investasi ini datang saja ke Rumah Saya ini, besok sore yaa ... jam 4 sore bisa?”
Semua yang hadir pun menyambut antusias dengan tawaran ini, termasuk Aku yang hanya seorang Ibu Tunggal bagi Putraku yang kini berusia dua tahun. Tentu tak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk merubah hidup yang lebih baik.
*
Seperti kesepakatan semalam, ibu-ibu yang ingin mendengar penjelasan buk Diana datang ke Rumahnya. Setelah menyuguhkan minuman dingin dan camilan, segera buk Diana membuka presentainya.
“Baik Ibu-Ibu semua, terimakasih yaa sudah datang ke Rumah Saya. Tapi apa sudah izin ke Suaminya dulu nih? takutnya malah jadi masalah nanti.” tanya buk Diana sambil mengedarkan pandangannya pada kami semua.
“Tenang saja Buk, Suami kita udah ngizinin kok. Malah menawarkan diri untuk jagain Anak-Anak dulu. Siapa tahu informasi yang Ibu bagikan ini bisa menjadi solusi untuk masalah keuangan Kami.” jawab buk Leni mewakili semua yang hadir, sepertinya ada beberapa yang tidak ikut pertemuan ini.
“Syukurlah jika memang begitu, baiklah Saya akan menjelaskan yaa Buk. Jadi investasi ini adalah semacam tabungan masa depan Kita. Tapi nanti akan Suami Saya putar dalam bisnis emas Buk. Di luar negeri emas itu mahal lho, beda dengan di sini.”
“Cara Kita investasi gimana Buk?” tanya mbak Rini tak sabar.
“Jadi Ibu-Ibu cukup setor ke Saya aja tiap bulannya. Cicil perminggu juga boleh, terserah kemampuan Ibu. Nanti pada bulan berikutnya akan berlipat ganda uang Ibu. Ingat ya,, sesuai kemampuan Ibu.”
“Tapi Saya hanya punya seratus ribu Buk, apa bisa?” tanyaku memberanikan diri walau malu rasanya.
“Bisa lah Buk, kan sudah Saya bilang tadi terserah berapapun. Tapi tentu kelipatannya yaa ... cuma sedikit yaa Buk .... "
“Berapa kelipatannya Buk?” tanya buk Romlah sambil mengunyah cemilannya.
“Semua investasi Ibu-Ibu akan dilipat gandakan tiga kali lipat yaa.”
“Tanpa melakukan apa-apa Buk?”
“Kan investasinya menguntungkan Buk, Suami Saya nanti yang akan mengurusnya untuk Ibu-Ibu semua. Ibu-Ibu cukup tunggu hasilnya saja di bulan berikutnya.”
Seketika suasana jadi semakin riuh dengan pertanyaan-pertanyaan dari semua yang hadir dan dijawab dengan santai oleh buk Diana satu persatu.
“Batas investasinya berapa Buk?” tanya buk Anggi yang sejak semalam enggan membuka suara, namun ternyata tertarik juga.
“Tidak ada batasnya Buk, semakin banyak Ibu berinvestasi semakin besar juga keuntungannya.”
Setelah mendapatkan penjelasan panjang lebar dari buk Diana, semua tamu yang hadir pun pulang ke rumah masing-masing dengan harapan yang sama. Semoga para suami juga tertarik dengan tawaran ini.
*
Sehari setelah pertemuan, ternyata banyak yang berminat. Entah berapa banyak yang sudah mereka investasikan, yang pasti semakin ramai saja Orang berkumpul di rumah buk Diana.
Aku yang juga sempat tertarik, harus menelan kekecewaan karena tidak diizinkan ibuku. Kata ibu lebih baik uangnya digunakan untuk keperluan Putraku saja, apalah dayaku yang hanya seorang Buruh di Pabrik Tahu kampung sebelah. Aku juga harus mendengarkan ibu yang selama ini mau menjaga Putraku.
Seminggu pertama kehadiran tetangga baruku itu, Kampung Dukuh seakan terpusat pada kehebatan buk Diana. Setiap aku belanja di Tukang Sayur, pembahasan ibu-ibu selalu tentang kebaikannya. Dari menyumbang semen untuk perbaikan jalan setapak yang belum selesai perbaikannya, hingga seberapa besar dana yang ia sumbangkan untuk orang hajatan dan kedukaan di Kampungku. Semua jadi buah bibir.
Hingga tak terasa sebulan telah berlalu, waktunya untuk panen investasi tentunya, semua Warga yang telah menyisihkan pendapatan mereka sudah tak sabar menerima kelipatan investasinya.
Meski seminggu terakhir buk Diana lebih banyak ke Luar Kota, kadang pulang larut malam. Namun tak ada sedikitpun yang merasa janggal akan hal itu, mereka merasa wajar untuk Pengusaha seperti buk Diana pergi ke Kota.
Hingga suatu hari ia pergi ke Kota dan tidak balik lagi, namun tak ada Warga yang mengetahuinya. Karena sudah terbiasa dengan kepulangannya yang sampai larut malam, tak ada satupun yang curiga bahwa ia tak pernah kembali.
Betapa terkejutnya mereka saat mengetahui Rumah yang di tempati buk Diana sudah ada yang menempati. Ternyata Pak Heru, Adiknya pak Hadi yang menuturkan bahwa ia akan menempati Rumah pemberian Kakaknya ini mulai sekarang.
"Bagimana dengan buk Diana? Di mana dia sekarang?" tanya buk Rini yang sudah mulai tidak tenang, sementara Warga terus berdatangan meminta penjelasan dari pemilik rumah.
"Maaf, Buk Diana Siapa ya? Saya tidak kenal dengan nama itu" tanya Pak Heru dengan wajah bingung.
"Beliau yang menempati Rumah ini sebelumnya, katanya dia bahkan sudah membeli Rumah ini dan masih kerabat dekat Pak Hadi. Bapak jangan membuat Kami bingung begini Pak, segera katakan di mana kerabat Anda itu berada?" cecar pak Rudi, suami dari buk Leni dengan suara yang sudah mulai meninggi.
"Maaf Bapak dan Ibu sekalian, Saya adalah pemilik asli Rumah ini. Jika Bapak dan Ibu tidak percaya, ini buktinya," sambil membuka tas yang dibawanya, pak Heru memperlihatkan sertifikat Rumah pada Warga yang hadir.
"Dan untuk Orang yang tinggal di rumah ini sebelum Saya, Beliau memperkenalkan diri pada Saya sebagai Buk Ratih lengkap dengan kartu identitasnya. Beliau hanya mengontrak Rumah Kakak Saya untuk sebulan, katanya ada keperluan mendesak di Kampung ini. Karena kebetulan Saya juga masih ada yang harus diselesaikan dan mungkin memakan waktu sebulan. Jadi Saya mengizinkan Beliau yang juga menjanjikan akan merawat Rumah ini selama tinggal disini," jelas pak Heru panjang lebar pada Warga yang semakin riuh dan mulai histeris mempertanyakan uang mereka.
"Permisi Bapak-bapak dan Ibu-Ibu sekalian. Kami dari Kepolisian ingin menanyakan apa Bapak dan Ibu sekalian mengenal perempuan yang ada di foto ini? Karena sesuai dengan penelusuran Kami, terakhir Ibu yang namanya sering berganti-ganti ini tinggal di Kampung Dukuh."
Warga yang tadinya riuh sekarang makin gempar dengan kedatangan dua Petugas Polisi yang mencari keberadaan buk Diana, Ratih atau siapapun itu.
"Iya Pak, beliau tinggal di Kampung ini selama sebulan. Bahkan Beliau telah menjanjikan investasi yang besar untuk Warga."
"Ini merupakan penipuan yang kesekian kalinya, Kami selalu kehilangan jejak. Karena ia berpindah tempat dari Kota ke Kampung dengan jarak tempuh yang jauh. Tidak bisa dilacak. Di tambah lagi Beliau ini memiliki banyak kartu identitas. Sepertinya bukan hanya bekerja sendiri, sejauh ini masih Kami proses. Untuk Bapak dan Ibu yang sudah menjadi korban akan Kami mintai data diri Anda untuk dijadikan bukti saat tersangka sudah tertangkap."
Mendengar penjelasan dari Polisi tersebut seketika Buk Rini dan Buk Anggi yang ternyata sudah berinvestasi puluhan juta itupun jatuh seketika. Mereka pingsan, dan Warga yang tertipu lainnya hanya bisa menangis.
Sementara di Sudut Kampung yang lain, seorang wanita tersenyum dengan bedak tebalnya.
SELESAI
-------------------------
Terimakasih telah membaca novel ini, jika suka mohon dukungannya dengan like, rate dan vote yaa… biar Author lebih semangat nulisnya🤗
Serta tolong sampaikan kritik dan sarannya juga jika ada kesalahan dalam penulisan. Ditunggu dalam kolom Komentarnya yaa… happy reading😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Jhi Yho
Kasus yg marak terjadi..
2020-10-23
0
Cinta
modus banget... tp mmng cranya bolehlah... kasian yang udah tergiur
2020-10-19
3
Yhan Thie
bnyk sih ksus kyk gini... smga di jauhkan
2020-07-27
1