Frekuensi suhu ruangan itu seketika berubah. Dimas dan Meila yang duduk berseberangan justru membuatnya semakin leluasa memperlihatkan kekagumannya pada gadis itu. Maka tak jarang Meila merasa sedikit risih dengan perlakuan pria yang baru saja berkenalan dan bertatapan langsung dengannya.
Mungkin hanya Airin dan Bryant yang menyadari akan adanya 'sesuatu' antara sahabat mereka masing-masing.
"Oke! Semuanya bagus. Aku setuju sama usulan kamu. Tapi gimana kalo urutannya dibalik? kita interview dulu baru setelah semua kandidat selesai baru kita seleksi?"
Suara Rendy tiba-tiba memecahkan suasana. Setelah membaca seluruh profile pendaftaran, ia menemukan tak ada satupun yang kurang ataupun hal yang tidak memenuhi kriteria para kandidat. Pertanyaannya membuat Meila tergeragap, seolah pikiran gadis itu sedang berada diluar ruangan dan entah kemana.
"H-hah...? Ap-apa kak tadi?"
Rendy mengernyitkan alisnya mendengar jawaban Meila yang seolah menjelaskan, bahwa ia tak mencerna pertanyaan yang di ucapkan oleh Rendy kepadanya.
Terlihat jelas bahwa Meila sedang merasakan kecanggungan yang teramat ketika didepannya ada seorang pria yang jelas-jelas memperlihatkan keterpesonaannya. Namun hal itu tak dapat dicerna oleh Rendy. Rendy berpikir bahwa kecanggungan Meila dikarenakan ia belum terbiasa dengan orang baru, mengingat Dimas dan Bryant berasal dari universitas lain. Sedangkan sang pelaku utama, seolah tak mau mengalihkan pandangan justru malah membuat Meila semakin salah tingkah dibuatnya. Hal itu membuat konsentrasi Bryant dan membuatnya berinisiatif menyikut sisi kanan bagian perut Dimas dengan sedikit kencang namun pelan.
"Iya. Aku bilang tadi, kita akan interview kandidatnya terlebih dulu baru setelah itu kita seleksi. Menurut kamu gimana?" Ulangnya lagi untuk memperjelas pertanyaan pada Meila.
"Ah, iya kak. Kalo menurut kamu kayak gitu, aku sih ikutin aja, kan semua keputusan ada ditangan kamu." jawab Meila dengan lembut.
Lagi, Dimas tak mau mengalihkan sedikit saja perhatiannya. Setelah Bryant berusaha mengganggunya tadi, tetap saja matanya tak mau beralih pada sesuatu yang lain.
Suara ketukan di pintu langsung menunjukkan siapa seseorang yang datang. Hal itu membuat Meila mengambil kesempatan menoleh hanya untuk sekedar mencairkan ketegangan disana.
Yang datang adalah Axel, kakak senior urakan yang terkenal jahil pada gadis-gadis, terutama pada Meila. Ia selalu berusaha menggodanya tanpa kenal waktu dan tempat. Meskipun penampilan Axel mencerminkan seperti mahasiswa bengal nan susah diatur, tapi ia memiliki hati yang lembut dan tak segan untuk membantu siapapun, sekalipun itu ketua senat, sahabatnya sendiri.
"Baru dateng jam segini? Lo kesiangan apa emang niat buat bolos jam kuliah pertama, Xel?"
Rendy tak sabar untuk mengeluarkan pertanyaan penuh intimidasi pada temannya itu sambil mengarahkan jam tangannya ke arah Axel. Seperti biasa, hari ini ia membolos lagi untuk yang kesekian kalinya. Pertanyaan Rendy dianggap angin lalu dan hanya dianggap candaan oleh Axel. Sambil menunjukkan gigi-giginya yang rapi, ia menjawab dengan tegas tanpa menutup-nutupi.
"Tanpa gue jawab pun, lo udah tau jawabannya, Ren!"
Jawabnya sambil berjalan menghampiri meja panjang yang sedang mereka gunakan untuk berdiskusi. Senyumnya langsung mengembang ketika mata jahilnya menemukan sosok gadis yang selalu menjadi sasaran godaannya.
"Hallo adik manis.. Kita ketemu lagi disini!" ucap Axel sambil menebarkan kesumringahannya dengan tangan melambai ke Meila.
Namun, sapaannya pada Meila malah dijawab ejekan oleh Airin yang saat itu duduk tepat disamping Meila.
"Hallo juga kakak senior yang sering..... bolos!" Ujar Airin dengan cengirannya yang khas sambil memalingkan wajahnya dan menengadah ke arah Axel yang memang sangat menjulang tinggi meski sudah sedikit membungkuk. Seolah ejekannya memang keluar dari hati dan tidak dibuat-dibuat, membuat Meila tertawa ringan namun sedikit renyah didengar. Jawabannya malah mendapatkan pelototan dari Axel. Tapi Airin tau meski Axel terlihat galak diluar, ia tidak pernah mengeluarkan kata-kata pedas padanya. Berbeda dengan Rendy yang selalu ceplas-ceplos dan mengeluarkan kata-kata pedas nan menusuk, Axel hanya sekedar mengeluarkan pelototan peringatan.
Keberadaan Dimas dan Bryant membuat Axel mengalihkan tatapannya dari Airin. Meski ia terlihat sering bolos, tapi ia tak pernah ketinggalan informasi penting. Ia sudah mendengar sistem pertukaran pelajar itu, dan tanpa bertanya lebih, ia langsung paham siapa 2 orang yang sedang ikut berdiskusi di meja tersebut.
"Kalian berdua..." sambil menunjuk ke arah Dimas dan Bryant bergantian dan memberi jeda sedikit sebelum kemudian berucap kembali. "...pasti termasuk dari 6 siswa pertukaran pelajar itu kan?" tanyanya dengan nada penekanan namun ringan.
Seolah ingin mengatasi kecanggungan dan ketegangan yang ada dalam dirinya, Meila dengan cepat langsung menyambar pertanyaan Axel dengan memulas sedikit senyuman di bibirnya.
"Tepat sekali! Kak Axel, kenalin.. ini kak Dimas, dan yang disebelahnya itu, kak Bryant. Mereka akan mengikuti pertukaran pelajar dikampus kita selama 3 bulan kedepan." Tak lupa ia menjelaskan dengan sabar pada kakak senior yang memang sedikit bebal jika sudah bertemu dengannya.
Hal itu membuat kekehan Airin semakin mengeras sebelum Rendy memberikan peringatan padanya. Entah apa yang lucu dari penjelasan Meila, atau kata-kata apa yang membuat Airin tertawa. Tapi sepertinya bukan perkataan atau penjelasan Meila yang lucu, melainkan ekspresi wajah Axel yang seolah dibuat lucu oleh Airin.
Mereka bersalaman dan memperkenalkan diri masing-masing. Axel mengambil posisi duduk disembarang tempat dengan mengambil kursi dari seberang meja lain dan memposisikan dirinya disebelah Rendy. Itu berarti, ia duduk tepat disisi sebelah kanan Meila dan sisi sebelah kiri Rendy. Mereka berdiskusi cukup lama dan hampir 2 jam.
Rendy dan Axel kembali ke kelas karena dosen memanggilnya kembali untuk mengerjakan beberapa tugas. Sedangkan Dimas, Bryant, Meila dan Airin masih betah diruang senat. Bukan karena mereka malas masuk kelas, dikarenakan jam mata kuliah mereka yang memang kosong tak ada dosen. Jadi, daripada berada didalam kelas yang sudah pasti akan riuh, mereka memilih tetap berada di ruang senat sambil mengerjakan sedikit lagi tugas mereka.
Ya, Rendy telah mempercayakan tugas itu pada Dimas dengan dibantu oleh Airin dan Meila yang sudah sangat mengerti cara penyelesaiannya.
"Mei, lo mulai laper gak? gue udah berasa laper nih. Ke kantin yuk." ajakannya di jawab cepat namun ringan oleh Meila. Dirinya memang belum lapar, mengingat memang belum jam makan siang dan masih ada waktu setengah jam lagi baginya untuk mengisi perutnya.
Tapi, rengekan tanda lapar Airin yang menimbulkan bunyi orkestra diperutnya membuat Bryant menawarkan diri.
"Mau gue temenin ke kantin? sekalian biar gue juga tau dimana kantinnya?" ucap Bryant perlahan namun juga tak mau mendengar penolakan. Ia tau, bahwa sahabatnya, Dimas perlu diberikan sedikit waktu dengan gadis itu. Airin sedikit terlihat berpikir sebelum menjawab, pikirannya sempat meragu namun tanpa pikir panjang lagi, ia memutuskan untuk mengiyakan tawaran Bryant. Dan mungkin juga karena perutnya yang sudah meminta untuk diisi.
"Emm.. boleh kak kalo nggak keberatan." sedikit berdehem canggung lalu melanjutkan pertanyaannya lagi. "lo yakin gak mau ikut, Mei?" lanjutnya.
"Enggak, Rin.. entar gue nyusul, lagian tinggal setengah jam lagi kok. Lo duluan aja gue gak apa-apa." jawabnya dengan senyuman tulusnya. Mungkin niat Bryant meninggalkan mereka berdua diruangan itu dapat membuat mereka berbicara dengan baik satu sama lain.
Biarkan mereka memanfaatkan sedikit waktu yang sangat berharga saat ini. Karena Bryant tau, ada sebuah ketegangan yang amat nyata antara Dimas dan Meila sejak pertemuan mereka beberapa jam yang lalu.
●●●
"Maaf soal waktu itu..."
Suara Dimas memecah keheningan. Ia tau meski bukan waktu yang tepat, namun ia harus berbicara layaknya lelaki gentle kepada seoeang wanita.
"Ah.. Oh.. Itu," sedikit berdehem dan sambil berusaha mengingat. "...nggak apa-apa kak. Aku udah lupa kok. Justru malahan aku deh kayaknya yang harus minta maaf sama kak Dimas." Meila menjawab dengan senyuman tulusnya dan sedikit malu dengan rona merah di pipi.
"Malahan sebenernya aku yang terlihat kekanak-kanak dan terlalu memandang semuanya dengan mudah sampe bertindak diluar nalar sebagai lelaki dewasa seharusnya. Aku harusnya bisa ngertiin posisi kamu. Kita sama sekali belum kenal, dan kamu juga udah berusaha memberikan alasan yang cukup masuk akal, sedangkan aku malah bertindak sebelah pihak tanpa berpikir lagi." Sanggahnya dengan nada penuh penyesalan.
Meila memang sudah berhasil mengendalikan kecanggungannya. Ia berusaha membiasakan diri untuk berkomunikasi dengan anggota baru seperti Dimas dan mungkin dengan anggota lainnya nanti. Sanggahan Dimas membuat Meila justru merasa bersalah, ia berusaha menjawab agar tak menyakiti untuk kesekian kali.
"Gak apa-apa kak. Lagian udah lama juga kan? Santai aja, gak aku masukin ke hati kok."
Sekali lagi, Meila memasang senyuman terbaiknya. Itu membuat Dimas sekali lagi mengagumi sisi gadis itu, semakin ia berbicara dengan Meila, semakin ia ingin mengenal lebih dekat lagi dengannya. Baginya, Meila itu cewek yang unik, manis, selalu memandang sesuatu nya dengan mudah, dan satu lagi gadis polos dan ceria ini memang punya hati tulus tanpa dibuat-buat.
Ya Tuhan... Dari jutaan cewek diluaran sana dan beberapa cewek yang gue kenal, cewek didepan gue ini sungguh unik! Hatinya tulus, sikapnya polos dan juga... manis!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 210 Episodes
Comments
Boru Samosir Bereni Sirait
hy tor,,aku datang dengan boom like di karyamu.yuk feedback boom like jg di karya ku"cinta untuk Anaya Caroline".
#aku tunggu jejak kamu ya say😉
2020-04-22
1