Pagi ini kelas begitu ramai dengan suara kebisingan mahasiswa dan mahasiswi. Ada yang hanya mengobrol biasa, curhat ke sesama sahabat, sekedar bercanda, atau menjahili teman terdekat untuk sedikit menghilangkan rasa jenuh karena tak tahu apa yang harus dikerjakan.
Begitupun dengan Meila yang sedikit terlihat mengobrol ke beberapa teman temannya, namun tak jarang pula banyak teman pria menghampiri untuk sedikit mencuri waktu sekedar lebih dekat dengannya. Atau yang biasa kita sebut "MODUS".
Sebulan telah berlalu sejak insiden blocked account facebook milik Meila terjadi. Meila yang sedang disibukkan dengan Ma-Ding kampus dapat sedikit mengalihkan pikirannya dengan hal-hal lain yang mengganggu sebulan terakhir ini. Meski tak jarang dia mencuri-curi sedikit waktu untuk sekedar mengintip apakah dia masih di blocked atau tidak.
(*haha! sungguh ironi memang!)
Memang benar kejadian itu cukup mempengaruhi konsentrasinya sebagai siswi yang notaben nya sulit untuk dipengaruhi seorang pria.
Meila mendapatkan tugas dari Rendy untuk mengumpulkan seluruh data para siswa dan siswi guna menyeleksi beberapa kriteria anggota untuk masuk ke dalam anggota Senat. Tidak sedikit mahasiswa maupun mahasiswi yang mendaftar, entah itu MaBa ataupun satu angkatan dengannya.
Seorang temannya, Sisilia Callista mendekati Meila dan berkata. "Mei, gue boleh daftar juga?"
Meila hanya senyum dan menjawab dengan antusias. "Boleh dong, Sil.. gak ada yang ngelarang. Siapapun boleh daftar asalkan memenuhi kriteria, dengan syarat lo gak terikat sama instansi apapun atau instansi manapun didalam atau diluar kegiatan kampus tanpa melibatkan diri lo didalamnya."
Meila tidak terlalu dekat dengan Sisil. Selain memang agak sedikit angkuh dan suka memilih teman, Sisil selalu menganggap Meila sebagai saingan nya. Namun hal itu tak mau mempengaruhi Meila, bagi Meila semua nya adalah teman, baik buruk seseorang bukan kita yang menentukan selama kita bisa membawa diri tanpa mempengaruhi kepribadian diri sendiri.
"Mei, lo yakin buka peluang buat si centil itu masuk anggota senat? Lo tau kan sifat dan sikapnya ke lo gimana?" bisik Airin pelan takut didengar yang bersangkutan. Airin dan Sisil duduk berseberangan meski di halangi meja berukuran satu setengah meter.
"Ssstt.. gak boleh gitu, Rin! Gak ada salahnya dia masuk anggota kita, masalah baik dan buruknya sifat ataupun sikapnya ke gue, biar itu urusan belakangan. Gue gak mau di bilang pilih kasih." ucapnya tegas.
Airin menatap Meila lekat-lekat. "Gue bingung sih sama lo. udah disakitin sama cewek yang jelas-jelas cuma manis didepan lo aja masih lo baikin, apalagi kalo tuh orang emang beneran tulus ke lo, Mei? udah lo belain mati-matian kali!" Meila yang mendengar ocehan sahabatnya tiba-tiba tergelak, suara tawanya meledak sampai membuat seluruh siswa dan siswi menoleh ke arahnya. Hal itu membuat Meila canggung dengan tingkahnya namun bukan Meila namanya kalau tidak bisa mencairkan suasana.
Meila mengangkat ke dua tangannya. "Sorry guys. si Airin barusan ngelawak di depan telinga gue. hehehe" semua yang ada di sana ikut tertawa tak sedikit pula pria yang menatap terpesona ke arahnya. Hal itu tak luput dari pandangan Sisil, membuat Sisil menaikkan sudut bibirnya tidak suka.
"Hahaha.. lo bener kok. Tapi kalaupun emang ada yang tulus tanpa embel-embel syarat sedikitpun, itu patut di acungi sepuluh jempol." candanya lagi namun membuat Airin menolehkan kepalanya penuh tanya.
"Hahh? sepuluh? jempol siapa aja Mei, gak pake jempol kaki kan?". Lagi, Meila tak henti-hentinya tertawa dengan tingkah Airin.
"Ya enggaklah, masa pake jempol kaki? gak sopan dong.. Nih ya dengerin, 2 jempol tangan gue, 2 jempol tangan lo, 2 jempol tangan kak Rendy, 2 jempol tangan bi inah.........." Meila sengaja menghentikan kata-katanya untuk memancing sahabatnya dan itu berhasil.
"Terus 2 jempol lagi punya siapa? baru delapan itu lo gak salah ngitung kan?" hal itu malah membuat Meila semakin ingin menggodanya.
"Dua jempol lagi punya pak Komar satpam gerbang depan yang biasa godain lo! hahahaha" hal itu membuat Airin membelalakkan kedua matanya sedangkan Meila hanya geleng-geleng kepala geli.
🦋🦋🦋
Di tempat lain tampak seorang pria sedang menatap layar laptopnya sambil sesekali membalas pesan masuk atau sekedar mengecek notifikasi di telepon genggamnya. Dia terlihat sedang mengerjakan beberapa pekerjaan yang harus selesai malam ini juga.
"Belom selesai juga, Dim? perasaan cuma sedikit kenapa ditangan lo jadi panjang banget?" Dimas yang mendengar Bryant mendekat dan berkata hanya sedikit menyunggingkan bibirnya.
Dimas menghentikan sejenak perhatiannya sambil sesekali menjawab. "Itu kan perasaan lo, bukan gue! Dan gue itu bukan lo yang selalu nganggep remeh kerjaan." Bryant setengah melotot karena jawaban sahabatnya yang sedikit pedas.
Posisi Dimas di kampusnya memang cukup penting sebagai anggota instansi di kalangan mahasiswa. Tak jarang semua tugas dilimpahkan kepadanya karena pekerjaanya yang teliti dan selalu mendatangkan hasil yang tidak mengecewakan para dekan maupun dosen.
Tetapi entah kenapa dia tidak mau di jadikan sebagai ketua Senat ataupun ketua instansi dengan alasan tak mau memikul tanggung jawab berat.
Tiba-tiba saja Dimas teringat akan tindakannya pada seorang gadis sebulan yang lalu. Dimas akui tindakannya memang sedikit egois apalagi itu dilakukan pada gadis yang belum pernah dia temui sebelumnya, hanya sedikit berlalu lalang di akun facebook miliknya.
Dan satu pertanyaan terlintas di benaknya hingga membuat Bryant sedikit mengernyitkan alis penuh tanya. Akhirnya Bryant lah yang tidak sabar mengeluarkan suaranya untuk bertanya.
"Ada yang pengen lo tanyain ke gue? atau ada yang pengen lo omongin gitu?". Dimas menolehkan kepalanya segera.
Dimas memang biasa membagikan masalah hidupnya pada Bryant, entah itu masalah pribadi baik atau buruk, bahkan bisa dibilang Bryant sudah hafal luar dalam sifat sahabatnya ini. Begitupun dengan Bryant, dia tidak sungkan-sungkan untuk menceritakan apapun pada Dimas kalau memang ada suatu hal yang mengganggu pikirannya.
"Yant, salah gak sih gue nge-blocked akun media sosial seseorang padahal cuma hal sepele?"
Bryant yang mendengar ucapan Dimas langsung mengernyitkan alisnya dan sedikit memajukan tubuh ke arahnya. "Emang siapa yang lo blocked? jangan bilang kalo itu cewek?!" tanyanya lagi.
Dimas sedikit menarik nafas sebelum menjawab. "Ya. sebulan lalu. awalnya gue cuma iseng pengen minta nomor telepon doang, kali aja dikasih. Eh ternyata enggak. Yaaa... alasannya sih karena dia gak terbiasa komunikasi sama orang yang belum dikenal. Alasannya sih cukup masuk akal, tapi bodohnya gue malah gue blocked akun-nya tanpa gue tanya-tanya lagi." Senyumnya ironi tanda sedikit menyesal.
"Lo udah coba komunikasi lagi ke tuh cewek?" tanya Bryant penasaran.
Dimas menarik nafas dalam dan menjawab. "Belom. Kan lo tau sebulanan ini gue sibuk ngerjain kerjaan kampus. Ditambah lagi setumpuk tugas senat yang nguras otak."
Bryant yang semula cuek mulai sedikit tertarik dengan pembicaraan mereka. Ditolehkannya kepala ke arah Dimas sambil menaikkan sebelah alisnya dan ditatapnya sebelum bertanya. "Kalo gue boleh tau, siapa nama cewek yang berhasil ngusik pikiran lo itu, hah?"
Dimas sedikit tersentak, jantungnya berdetak, lidahnya kelu sedikit sulit untuk mengeluarkan kata, namun tak urung dia menjawab.
"Carmeila Queenza." jawabnya dengan senyum penuh ironi sedikit rasa kagum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 210 Episodes
Comments