Dimas Alexsander, Pria berwajah tampan dengan tinggi badan 185 cm ditambah dengan tubuh proporsional yang mampu membuat para wanita terpesona. Jika diibaratkan dengan tangga lagu, Dimas berada di posisi top chart paling atas dan tidak pernah turun.
Namun, dengan predikat cowok populer di kampusnya tak membuat Dimas mudah berpacaran dengan seorang wanita. Dia sangat berhati-hati dengan memilih wanita, jika sekedar untuk berteman atau teman curhat dia akan meladeni atau sedikit memberikan saran selama topik pembicaraan tak keluar dari inti permasalahan.
Selain Dimas yang memang terlalu cuek, ada alasan yang cukup penting baginya ketika memilih pasangan, dan itupun harus dirinya sendirilah yang menentukan.
Begitupun dengan gadis yang dihubunginya sebulan lalu melalui direct message facebook dan dengan bodohnya di lepaskan begitu saja tanpa alasan jelas dan langsung mengambil keputusan yang bisa dibilang sedikit 'bodoh'.
Pikirannya kacau setelah itu, pikirannya terpecah, antara marah, kesal, dan menyesal. Untung saja dia memiliki banyak pekerjaan kampus, tugas demi tugas berdatangan dan itu sedikit mengalihkan pikirannya yang mengganggu. Dia menjadi sangat sibuk sampai-sampai tak ada waktu untuk memperhatikan social media miliknya.
Dimas memutar kunci mobilnya. Perlahan-lahan suara halus mesin mobilnya terdengar, dia keluar gerbang kampus dan melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang. Tiba-tiba bunyi suara dering telepon terdengar menandakan ada panggilan masuk ke teleponnya. Dimas sedikit memelankan laju nya dan sedikit meminggirkan mobilnya agar tak mengganggu pengguna jalan lain.
Dengan cepat dia menggeser tombol hijau ke kanan sampai terdengar suara dari seberang. "Dim. lo dimana? gue lupa bilangin tadi, pak Anthony nitip tugas ke gue, dan dia nyuruh gue kasih ke lo buat lo selesai-in. Mau dikirim via e-mail atau gimana?" tanya Bryant pada Dimas.
Tanpa pikir panjang Dimas menjawab. "Oh. Pak Anthony. Kirim ke gue lewat e-mail aja. Gue masih di jalan, sekitar 20 menit lagi gue nyampe rumah." jawab Dimas tegas.
"Ok. sekitar 1 jam-an lagi gue kirim filenya ke lo." tukas Bryant tanpa basa basi dan dengan cepat langsung berpikir untuk sedikit menggoda temannya. "Jangan mikirin cewek yang udah lo blocked, Dim. Fokus nyetir aja." terdengar suara gelak tawa puas Bryant dan itupun sedikit membuat Dimas kesal.
Seakan bisa menebak bagaimana wajah sahabatnya karena godaannya, Bryant langsung menutup sepihak perbincangannya melalui telepon bersama Dimas.
Dimas yang tak bisa melakukan apapun langsung menggelengkan kepalanya tanpa suara, hanya menarik sedikit ujung bibirnya penuh ironi.
"Teruntuk cewek yang disana entah kau ingat atau tidak.
Ketahuilah, aku semakin penasaran padamu, pada kepribadianmu..." Ucapnya dalam hati.
●●●
"Thank you kak udah anterin aku." Senyum manis nya mengembang ketika mobil yang mengantarnya sampai didepan gerbang rumahnya.
Hari ini Meila tak membawa mobil. Selain alasan malas karena jalanan yang macet dan sesak oleh kendaraan lain, pagi ini Meila bangun kesiangan karena semalam, bukan karena kebiasaannya menonton film namun karena tugas senat yang harus diseleksi olehnya dengan teliti. Dia tak mau ada satu saja yang terselip atau tertinggal, maka dari itu dia mengerjakannya hampir jam 2 pagi agar tidak ada yang kurang sedikitpun.
Rendy yang tak tau harus melakukan apa begitu melihat senyum Meila mengembang, langsung mengacak rambut gadis disampingnya dengan gemas. "Sama-sama adik kecil." dibarengi dengan kekehan tawa kecilnya.
Meila yang diperlakukan seperti anak kecil hanya mengerucutkan bibirnya pada Rendy. "Ih kak Rendy kan aku udah bilang jangan perlakuin aku kayak anak kecil?"
Rendy yang mendengar protes gadis yang disampingnya hanya mengerutkan dahi namun tak urung dia berkata. "Emang kenapa si... hm? Kamu tetep masih kecil buat Aku. Aku perlakuin kamu kayak gini bukan lagi di kampus atau tempat umum, kan?" Rendy nyengir. memperlihatkan deretan gigi putihnya pada Meila.
"Ya tapi kan tetep aja, kak Rendy..." Meila sedikit mengerucutkan bibirnya lagi.
Entah apa yang ada dipikiran Rendy Pratama. Sifat dan sikap Meila yang seperti itu justru malah semakin membuatnya ingin menyayanginya bukan malah menyuekkannya. Rasa sayang antara seorang Pria dan wanita di hapus sudah olehnya. Baginya, menyayangi Meila seperti adik kecilnya lebih menyenangkan daripada menjadikannya pacar. Mungkin karena Rendy adalah putra satu-satunya keluarga 'Pratama' dan tak memiliki adik. Itu sebabnya dia selalu memperlakukan Meila sebagai adik kecilnya, berusaha memanjakannya dan menuruti apapun kemauannya serta mengusahakan agar sikap cerianya tetap terjaga.
"Yaudah kamu masuk sana. Udah mau ujan." suruhnya.
"Okay! kak Rendy hati-hati ya. Jangan ngebut-ngebut loh." tegas Meila memperingatkan Rendy.
"Siap adik manis. Gak akan ngebut-ngebut!" jawabnya sambil memberikan sikap hormat dan langsung di jawab tawa oleh Meila.
Setelahnya Meila memasuki gerbang dan masuk ke halaman rumah dengan nuansa awan yang mulai gelap tanda akan turun hujan. Rendy yang saat itu masih berada diluar tidak langsung pergi meninggalkan rumah Meila. Dia menunggu agar Meila masuk terlebih dulu baru kemudian dia memundurkan mobilnya memutar balik arah jalan keluar komplek perumahan.
Jika menyangkut Meila, apapun akan Rendy lakukan.
Baginya, Meila sudah lagi bukan sebagai adik tetapi sebagai seseorang yang patut dijaga. Dijaga jiwa dan raganya, dijaga moodnya, dan berusaha memberikan yang terbaik.
Suara langkah kaki terdengar, membuat bi inah yang sedang berada di dapur langsung menolehkan kepalanya. Dan benar, itu adalah majikan kecilnya.
Bi inah berlari kecil berusaha menghampiri Meila sebelum majikannya itu masuk ke kamar.
"Syukur Alhamdulillah non Mei udah sampai rumah. Bibi takut non keujanan mengingat non Mei gak bawa mobil tadi pagi." ucapnya cemas.
"Iya bi.. makasih udah khawatirin aku. Aku di anterin kak Rendy tadi." jawabnya dengan penuh perhatian dan senyuman.
Bi inah tersentak. "Mas Rendy, Non? Tumben biasanya kalo nganter non Mei selalu ikut masuk, terus langsung ke dapur ambil minum.."
Meila sedikit terkekeh. "Iya. kak Rendy buru-buru karena lagi sibuk juga ngurus kerjaan kampus, bi.." jelas Meila.
"Ooohhh gitu..." angguk bi inah.
"Yaudah bi, kalo gitu aku ke kamar dulu. Nanti kalo makan malamnya udah siap kasih tau aku ya. Ada sedikit tugas yang mau aku selesaiin." perintahnya lembut namun sedikit tegas.
"Baik, non Mei..."
Setelahnya Meila langsung melangkahkan kakinya menaiki anak tangga menuju kamarnya. Meila meletakkan buku-bukunya di meja belajar dan meletakkan tasnya di pinggir tempat tidur sambil merenggangkan otot-ototnya yang sedikit kaku.
Meila berjalan menuju walk in closet membuka lemari pakaian, memilih mengambil pakaian santai yang nyaman dan ringan untuk di pakai. Setelahnya Meila menuju kamar mandi membersihkan diri sejenak untuk menghilangkan keringat yang menempel.
Butuh waktu 15 menit untuk Meila membersihkan diri. Selain karena memang udara yang sudah mulai dingin karena hujan mulai turun, dia tak mau menyiksa tubuhnya dengan berlama-lama bermain air.
Meila mengeringkan rambutnya dengan handuk sambil berjalan menuju meja rias dan duduk di depannya. Meila menyisir rambutnya asal dan berjalan menuju balkon kamarnya. Pemandangan senja dengan perpaduan gemericik hujan yang mulai sedikit deras menambah suasana damai.
Seulas senyum terukir di bibirnya. Tak jarang dia mengangkat telapak tangannya seolah menengadahkan air hujan yang langsung jatuh dari langit.
Pikirannya kembali pada sebuah nama. Nama yang sebulanan ini mulai mengusik dirinya, nama yang sebulanan ini mulai mengusik konsentrasinya. Dan senyum ironi begitu saja muncul di bibirnya.
What am I thinking about? The Guy who blocked my account, and now I'm even thinking about him?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 210 Episodes
Comments