Dari kejauhan Rendy melihat seseorang duduk di atas jok motor besar warna hitam perpaduan merah yang sama persis seperti kepunyaannya. Dari situlah dia benar-benar sadar bahwa itu memanglah motornya.
"Nggak ada kerjaan lain lo selain duduk diatas motor gue, hah? pantes gue cariin dari tadi gak ada." Sambil bersedekap Rendy berdiri disamping lelaki itu.
Axel menolehkan kepalanya ke samping. Dia menegakkan tubuhnya, berhadapan dengan Rendy yang sudah dia tunggu sejak satu jam yang lalu. "Males gue.."
Rendy mendesis sinis sambil sedikit menggelengkan kepalanya.
"Kenapa lo gak masuk mata kuliah pertama, hah?" tanyanya pada Axel.
Dia adalah Axel Wiratama, sahabat karib Rendy yang memang cukup terkenal karena terlalu seringnya membolos pada saat mata kuliah manapun yang sekiranya dapat membuat mood-nya berantakan atau cara mengajar dosen itu yang membosankan.
"Mood gue lagi berantakan banget hari ini bro! Yang ada malah tambah pecah kepala gue kalo ngikutin pelajaran." jelasnya pada Rendy.
Sekarang giliran Rendy yang mendudukkan bokongnya di atas jok motornya. "Jangan dibiasain Xel, yang ada lo gak lulus-lulus. Gimana lo mau lulus kalo tiap minggu bisa diitung berapa kali lo masuk?" Rendy coba memberi penjelasan pada Axel. Axel hanya terdiam mendengarkan bagai angin lalu.
"Tumben amat lo bawa motor, mobil lo kemana?" tanya Axel penasaran, berusaha mengalihkan perhatian dari omelan Rendy.
"Lagi males bawa mobil. Kalo motor lebih cepet bisa nyalip-nyalip dan frekuensi kena macet juga lebih kecil." jawabnya ringan sambil menaikkan sebelah alisnya penuh penekanan.
Mereka berjalan menuju kantin perpustakaan. Sepanjang jalan para wanita tampak mengalihkan perhatiannya pada 2 pria yang terkenal tampan itu. Axel tampak celingak-celinguk ke tiap sisi koridor seperti sedang mencari seseorang.
"Bu, mie ayam satu ya. Jangan pake bawang goreng."
"Saya juga bu. komplit!" sambung Axel.
Sambil membuka air mineral dan meneguknya, Rendy memperhatikan tingkah Axel yang seolah sedang mencari sesuatu.
"Lo ngapain sih dari tadi gue perhatiin kayak celingukan gak jelas?" tanyanya penasaran.
"Hehe. Cewek yang biasa lo panggil 'adik manis' itu kemana? kok gak keliatan Ren?" sambil menyengir, Axel tampak menekankan kata 'manis' dan mengangkat dagunya ke arah Rendy dan langsung dijawab oleh Rendy sambil mengernyitkan alisnya.
"Siapa? Meila? Ya di kelasnya lah, masa iya gue bawa-bawa. emang gantungan kunci?" sungutnya.
Baru saja disebut namanya, gadis yang sedang dibicarakan tampak jalan dari kejauhan menghampiri meja kedua pria tersebut.
"Kakak... Aku nyariin ke kelas kamu katanya udah keluar. Gak taunya disini. Aku mau ngasih laporan tugas yang kamu kasih ke aku kemarin." tanyanya sambil mengerucutkan bibirnya.
Rendy menengadahkan kepalanya ke arah Meila sambil memasang senyuman manisnya. "Ngapain nge-gas gitu sih, Dek.. ngomong yang santai, nih duduk dulu." ucapnya sambil menarikkan kursi disamping nya. Tampak Axel masih belum mengalihkan perhatiannya pada gadis yang memang sedang ia cari sejak tadi. Tak lupa juga ia menyodorkan sebotol air mineral pada Meila.
"Nih, diminum dulu." perintahnya dengan senyuman.
"Terimakasih, kak Axel." ucapnya pada Axel dengan senyuman yang tak kalah manis pula. Sikap manis Meila membuat Axel semakin ingin mendekatinya. Bagi Axel, Meila itu gadis manis, polos, unik, ceria, dan tak lupa otaknya juga cerdas jika dibandingkan dengan cewek-cewek yang hanya mengandalkan penampilan dengan make-up tebal. Kecantikan Meila sungguh natural. Cantik alami tanpa polesan sana sini. Maka tak heran jika dulu Rendy menyukai, menyayangi bahkan sepenuh hati melindungi sampai saat ini.
"Biasa aja ngeliatinnya.." ucap Rendy sambil mengayunkan sebelah tangannya ke arah Axel, dan itu berhasil membuatnya tersentak.
Meila yang di hadapkan pada situasi canggung seperti itu hanya menahan tawanya. Tak urung ia mengeluarkan beberapa berkas dari dalam tasnya dan menunjukkan pada Rendy ke atas meja.
"Kak.. ini hasil seleksi dari aku. Kalo menurut aku, semuanya sih memenuhi kriteria. Gak tau menurut kakak." sambil menunjuk beberapa nama yang tertera pada berkas.
"Kalo menurut kamu kayak gitu, yaudah aku ikut aja." jawab Rendy simpel.
Meila sedikit membelalakkan matanya. "Iiih gak boleh gitu.." jawabnya cepat. "Ketua senatnya kan kakak. Kak Rendy berhak buat seleksi lagi. Jangan menurut aku aja. Iya kan, kak Axel?" jelasnya lagi sambil mengarahkan kepalanya kepada Axel, membuat Axel sedikit tersentak kaget.
"Ah.. iya bro bener!" jawabannya membuat Rendy melemparkan tissue kearahnya dan mendapatkan tatapan tajam dari sang ketua senat.
Tampak Rendy mulai membaca beberapa berkas ditangannya. Tak lama kemudian makanan yang mereka pesan datang. "Kamu mau makan apa? Biar kakak pesenin." tanya Rendy pada Meila.
"Hmm aku udah sarapan tadi kak. Masih kenyang. Lagian sekarang baru jam 10. Jam makan siang aku masih 2 jam lagi." jelasnya pada Rendy.
Rendy berpikir sejenak. "Mmm.. Kalo hot cokelat... mau?" tawaran Rendy membuat mata Meila berbinar tanda mengiyakan. Tanpa bertanya dan menunggu jawaban Meila, Rendy langsung memesankan minuman berwarna cokelat pekat nan harum yang khas itu pada salah satu penjaga kantin.
●●●
Tampak di tempat lain Dimas sedang berjalan melewati lorong kampus yang terlihat habis keluar dari ruangan dekan. Dimas dipanggil oleh pak Anthony untuk segera menyerahkan tugas yang 2 hari lalu diberikan padanya.
Untung saja ia telah menyelesaikannya kemarin malam.
Kemarin, setelah tiba dirumah dari minimarket ia langsung mengerjakan kerjaan yang sempat tertunda karena insiden kehabisan kopi favoritnya.
Dimas berjalan menuju tempat parkir menghampiri mobil maticnya yang terparkir di bawah pohon rindang. Ia membuka pintu mobilnya, menyalakan mesin mobil dan berjalan keluar menuju gerbang. Sudah jam 3 sore sejak jam mata kuliah terakhir selesai, itu berarti sudah satu jam ia berada di ruang dekan.
"Akhirnya kerjaan gue selesai semua. Untung gue selesaiin cepet-cepet." Dimas tampak tersenyum berpikir sejenak. "dan.. karena cewek manis itu juga sih gue bisa ngerjain kerjaan gue dengan relax." senyumnya mengembang mengingat kejadian dompet tertinggal.
Dimas mencatat pada dirinya sendiri, jika ia bertemu dengan cewek baik hati yang telah meluangkan waktu untuk menolongnya, ia akan mengucapkan terima kasih padanya. Ia tau ucapan terima kasih saja tidak cukup, mungkin terdengar sepele bagi orang lain tapi tidak bagi Dimas. Mengingat belanjaannya yang tidak sedikit kemarin, ia berpikir untuk mengganti uang yang telah dikeluarkan cewek yang ia sebut 'baik hati' itu.
Ketika pikirannya mulai berkelana, tepat di persimpangan jalan ia hampir menabrak sebuah motor, ia langsung membanting setir nya ke kiri dan berhenti di tepi jalan. Begitupun dengan si pengendara motor yang langsung membelokkan stang motornya ke kiri.
Dimas keluar dari mobilnya begitupun si pria yang mengendarai motor langsung memarkirkan dan turun dari motornya. Dimas menghampiri sang pengendara motor lebih dulu, dengan sedikit kaget dan cemas ia memberanikan bertanya.
"S..sorry.. gue sedikit gak fokus tadi. Lo gapapa? apa ada yang luka? atau motor lo ada yang kebaret/lecet? biar nanti gue ganti biaya perbaikannya."
Pria itu membuka helmnya. Dimas sedikit kaget ketika helm yang menutupi wajah pria itu mulai terlepas dari kepalanya. Ekspresinya sangat terkejut ketika pria yang tak disangkanya berada di hadapannya.
"L..lo..? Rendy Pratama, kan? ucap Dimas cepat tak bisa menutupi rasa keterkejutannya. Begitupun dengan Rendy yang sama terkejutnya.
"Lo.. Dimas, kan? Yaelah bro, kemana aja lo? setelah lama banget baru ketemu, sekalinya ketemu hampir mau nabrak gue! untung aja gue bisa nge-rem mendadak tadi." jelas Rendy yang dibalas garukan kepala oleh Dimas.
"Sorry.. gue sedikit gak fokus tadi. pikiran gue terpecah soalnya."
Rendy tersenyum miring, merangkul pundak sahabat lamanya dan membawanya ke arah tepi di bawah pepohonan rindang nan teduh.
"Mikirin apaan sih lo? mikirin cewek? yaelah cewek banyak kali. Emang belom nemuin cewek yang nge-klik dihati lo, hah?" godanya pada sang sahabat.
"Bukan gitu. yang ini langka, Ren!" jawabnya cepat.
Mereka sudah bersahabat sejak SMA, ketika lulus SMA mereka saling hilang kontak. Rendy berpikir Dimas kuliah dan melanjutkan pendidikannya ke America bersama orangtuanya untuk melanjutkan bisnis keluarganya.
"Gue kira lo ikut orang tua lo ke luar negeri, Dim.. Kontak lo ilang gak bisa dihubungin, jadi gue pikir lo ke Amrik!" tukasnya pada Dimas.
"Gue gak jadi ikut bokap nyokap gue. Gue berusaha ngeyakinin mereka buat keukeuh gak ikut ke Amrik. Dan itu mereka kabulin dengan syarat. Ya itu lebih baik, kan? Daripada gue harus ikut kesana." jelasnya sambil menarik ujung bibirnya ke atas. Rendy hanya menganggukkan kepalanya tanda mengerti.
"Anyway.. siapa cewek yang berhasil ganggu pikiran lo sampe mau nabrak gue tadi?" tanya Rendy tersenyum miring menyelidik.
Dimas tersentak. menolehkan kepalanya ke arah Rendy.
Jantungnya berdetak memukul-mukul rongga dadanya seakan ingin keluar. Sejak SMA, tidak ada yang ditutup-tutupi di antara mereka, semua berjalan sebagai semestinya. Hal sekecil apapun selalu Dimas ceritakan pada Rendy.
Pertanyaan Rendy mengambang diudara, sekarang setelah mereka bertemu kembali, apakah Dimas akan bercerita pada Rendy seperti dulu tanpa ada yang ditutup-tutupi lagi?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 210 Episodes
Comments