SEMBILAN BELAS

Lor (Utara)

SANG DARANI LOR

"PAK KEPALA DESA!"

"A.... "

"A.... " (suara jeritan sahut menyahut)

Didepan singgasana Yang Mulia Ibu Suri, tergeletak tubuh Kepala Desa Saeedah dengan bersimbah darah. Tidak ada pergerakan dari tubuh sang kepala desa.

"SEMUANYA MUNDUR. Pasukan utama ada apa ini?"

"Siap Panglima saya hanya melaksanakan perintah Yang Mulia Ibu Suri."

"Nyuwun sewu Yang Mulia Ibu Suri, ada apakah gerangan kenapa kepala desa kami.. "

"Bunuh, wahahaha ya aku menang menyuruh mereka membunuhnya."

"Nyuwun sewu Yang Mulia Ibu Suri sebenarnya ada apa ini?"

"Panglima Dronota, memang apa salahnya menghilangkan sesuatu yang tidak tahu diri dan tidak berguna."

"Apa maksud anda Yang Mulia Ibu Suri?"

"Daryan."

"Sendiko dawuh Yang Mulia Ibu Suri."

"Apa keputusan seluruh desa tentang tawaran dari kerajaan?"

"Sejujurnya saya belum tahu karena saat acara pemungutan suara hasilnya seimbang Yang Mulia Ibu Suri, setengah warga menerima tawaran dan setengahnya lagi menolak tawaran. Dan kami sepakat bahwa keputusan terakhir ada pada Kepala desa kami."

"Seimbang wahahaha... Dan berani-beraninya dia menolak kerajaan. Lihatlah ini yang akan didapat pada orang-orang yang tidak tahu diri macam kepala desa kalian."

"Nyuwun sewu Yang Mulia Ibu Suri, tapi bukankah kami memang punya hak untuk menolak. Ini tanah kami tanah leluhur kami kamilah yang tinggal dan merawat dengan baik hingga.. "

"Le cukup."

"Le Gardapati, tahukah kamu bahwa kamu sekarang sangat tidak sopan, kamu tahu sedang berbicara dengan siapa Hah!"

"Nyuwun ngapunten Yang Mulia Ibu Suri, maafkanlah atas kelancangan putro (anak laki-laki) saya. Dia tidak bermaksud untuk tidak sopan."

"Daryan, lalu bagaimana denganmu saat pemungutan suara apa yang kamu pilih."

"Sendiko dawuh Yang Mulia Ibu Suri jawaban saya sama seperti Kepala desa kami."

"Kenapa?"

"Kami telah hidup disini puluhan tahun bahkan lebih dari itu bila termasuk nenek moyang kami. Kami telah terbiasa dengan apa yang ada pada desa ini Budaya kami, Tradisi kami, dan warisan nenek moyang kami. Terimakasih karena pihak kerajaan sangat berbaik hati dengan menawarkan segala ke moderen kepada desa kami, tapi sejujurnya kami masih awam dengan segala hal tentang ke moderenan. Ada banyak hal yang telah kami pertimbangkan untuk tawaran tersebut karena itu tidak hanya berpengaruh kepada kami warga yang tinggal disini tapi juga dengan keadaan alam sekitar kami. Saya menghaturkan beribu maaf Yang Mulia Ibu Suri atas jawaban saya."

"Wahahaha... Budaya, Tradisi, Warisan, kalian pikir bisa membuat asalan dengan itu. Untuk kepentingan bersama seluruh warga, tapi ada separuh warga yang mau menerima tawaran kerajaan. Omong kosong, kalian hanya membuat alasan untuk tidak patuh pada Kerajaan. Kalian ingin memberontak HAH?"

"Nyuwun ngapunten Yang Mulia Ibu Suri kami tidak ada niatan sama sekali untuk memberontak."

"Alah itu hanya alasan kalian saja, kalian hanya orang tidak tahu diri. Siapa yang kalian tolak, kalau kalian sadar diri kalina tidak akan berani menolak ku. Siapa lagi yang ada disini memberi suara untuk menolak kerajaan?"

Dengan ragu-ragu hampir semua yang tinggal dibalai desa mengakat tangan. Walaupun takut dengan apa yang akan terjadi, semua warga desa akan tetap memegang teguh kejujuran karena kejujuran adalah Budaya leluhur mereka. Tidak ada suara dan hampir semua warga yang mengankat tangan hanya bisa menunduk karena sejatinya mereka sangatlah takut.

"Luar biasa, kalian semua sungguh luar biasa. Kalian tidak tahu siapa aku. Kalian tidak melihat apa yang terjadi dengan kepala desa kalian yang bodoh ini berani-beraninya kalian semua mengangkat tangan. Kalian benar-benar meremehkan aku ternyata. Baiklah kita lihat apa bila kalian menjadi mayat suara kalian akan dihitung wahahaha.."

"YANG MULIAH IBU SURI."

"Apa yang kamu lakukan Panglima Dronota, berani-beraninya kau membentak ku. Kau lupa siapa aku hah. Kau juga lupa siapa dirimu."

"Nyuwun ngapunten Yang Mulia Ibu Suri, kulo (saya) tahu siapa anda dan saya juga tahu siapa saya. Anda adalah Yang Mulia Ibu Suri Maharani ibu dari Raja JAWANAKARTA dan saya adalah Panglima bagian dari pelindung kerajaan. Akan tetapi bukan berarti saya lupa akan tugas sejatinya saya sebagai abdi kerajaan JAWANAKARTA. JAWANAKARTA tidak hanya berisi anggota kerajaan saja, JAWANAKARTA berisi rakyar dan seluruh mahkluk yang ada di kerajaan ini. Dan saya sebagai abdi kerajaan JAWANAKARTA bertugas untuk melindungi seluruhnya dari JAWANAKARTA. Tidak memandang status ataupun derajat karena saya adalah pelindung Kerajaan JAWANAKARTA."

"APA KAU BILANG! Berani-beraninya bilang melindungi seluruh JAWANAKARTA. Kau adalah panglima kerajaan JAWANAKARTA dan tugasmu sekarang adalah mengawal dan melindungi ku jadi sudah sepatunya kau menuruti perintah ku. Apa kau berniat untuk mengkhianati kerajaan Panglima Dronota?"

"Saya tidak bermaksud untuk mengkhianati kerajaan Yang Mulia Ibu Suri, tapi bila demi melindungi seluruh JAWANAKARTA saya harus menjadi pengkhianat di mata anda maka saya akan melakukannya. Nyuwun ngapunten (mohon maaf) Yang Mulia Ibu Suri."

"Berani-beraninya kau Panglima Dronota, kau benar-benar sudah bosan hidup. Pengawal habisi semua yang ada di sini tanpa terkecuali abdi negara yang berkhianat. Itu bisa menjadi contoh bagi seluruh warga desa supaya mereka tahu diri siapa mereka sebenarnya."

"Nyuwun Sewu Yang Mulia Ibu Suri, tidak dapatkah kami memiliki kesempatan untuk berbicara? Saya mohon Yang Mulia Ibu Suri."

"SUDAH CUKUP DARYAN. Kalian hanya semakin tidak tahu diri bila mendapat kesempatan untuk berbicara, merasa paling pintar dan terhormat."

"Nyuwun ngapunten Yang Mulia Ibu Suri saya.... "

Belum selesai Daryan berbicara dari arah belakang datang seorang prajurit dengan pedang menebas tubuh Daryan.

"BAPAK"

"BAPAK"

"KANG MAS"

"APA YANG ANDA LAKUKAN KEPADA BAPAK SAYA!"

"Apa salahnya menyingkirkan orang yang cerewet, apa kau tau orang yang cerewet hanya bisa berhenti bila mereka tidak bernyawa alias mati Cah Bagus (anak ganteng) karena bapakmu ini cerewet jadi beginilah nasibnya."

"ANDA BENAR-BENAR... "

"Tahan Gardapati, jangan terbawa emosi dengarkan aku. Saat ini kita tidak punya banyak pilihan semakin kita terpancing semakin banyak korban akan berjatuhan ingatlah ada banyak warga desa yang tetap harus dilindungi."

"Tapi Panglima Bapak saya.. "

"Tenang dan tahan Gardapati kita berada di pihak yang benar dan ingat petuah leluhur kita selama kita berada ditempat yang benar selalu ada pertolongan dari Sang Pencipta Alam Semesta. Jadi yang perlu kita lakukan sekarang adalah tenang dan berpikir bagaimana melawan mereka, mereka jelas para prajurit terlatih kita tidak dapat meremehkan mereka."

"Sudah tahukah nasib kalian nantinya, dengar baik-baik aku akan memberi pilihan terakhir pada kalian warga desa Saeedah tunjuk satu orang yang ada di sini untuk menjadi kepala desa dan tanda tangani perjanjian dengan kerajaan, setelah itu aku akan pergi dari desa kalian dan kalian dapat melanjutkan hidup kalian dengan damai. Bagaimana?"

"Hidup dengan damai Yang Mulia Ibu Suri? Hidup damai dari mana, saat kami menyetujui perjanjian dengan kerajaan tidak ada lagi yang tersisa dari kami. Seluruh desa Saeedah akan menjadi milik kerajaan dan kami hanya akan memiliki rumah kami saja tanpa lahan kebun dan alam sekitar. Anda tahu bahwa kami semua hidup dari bertani saat tanah kami direbut apa yang akan kami lakukan untuk menyambung hidup."

"DIAM KAU, apa hak kalian atas tanah desa Saeedah semua adalah milik kerajaan kalian hanya menumpang pada kerajaan. Seluruh tanah yang berada di JAWANAKARTA adalah milik kerajaan jadi tahu dirilah kalian jangan melawan serahkan semuanya."

"Tanah desa Saeedah adalah milik kami Yang Mulia Ibu Suri, warisan dari leluhur kami dan akan kami jaga sampai kapanpun juga. Karena itulah kami menolak tawaran dari kerajaan, bila kami menyerahkannya kepada kerajaan akan berakhir seperti desa lainya yang bila sumber daya alamnya telah habis dan alamnya telah rusak ditinggalkan begitu saja seolah tidak ada nilanya lagi. Kami tidak akan membiarkan itu terjadi."

"KURANG AJAR KALIAN SEMUA, baiklah kita lihat apakah kalian masih bisa melindungi desa kalian tercinta setelah hari ini. SELURUH PASUKAN BERSIAP HABISI SEMUA WARGA DESA SAEEDAH TANPA TERTINGGAL SATUPUN. BUNUH SEMUA WAHAHAHAHA...."

"SENDIKO DAWUH YANG MULIA IBU SURI"

(bernyanyi)

"Gundul gundul pacul cul gembelengan"

"Nyunggi nyunggi wakul kul gembelengan"

"Wakul ngglimpang segane dadi sak ratan"

"WAKUL NGGLIMPANG SEGONE DADI SAK RATAN"

Angin kencang, kilat menyambar, gemuruh semakin keras terdengan mengiringi sebuah nyanyian anak perempuan kecil yang menatap lekat Sang Yang Mulia Ibu Suri, tidak lama kemudian muncul senyuman mengerikan dari sang anak perempuan disusul dengan bergoncangnya tanah di seluruh desa Saeedah, balai desa mulai runtuh tanah mulai retak bersamaan sebuah suara yang dalam dan tegas berkata.

"MUNG BEBENER SING MENANG"

Bersambung

(Lagu Gundul-Gundul Pacul memiliki makna untuk mengingatkan pemimpin yang memiliki kekuasaan untuk selalu mengutamakan rakyatnya. Jika pemimpin menjadi sombong, kepemimpinan yang dimiliki akan berantakan sia-sia dan tidak bermanfaat bagi rakyat.)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!