Lor (Utara)
SANG DARANI LOR
"Uhu uhu uhu... "
Suara burung hantu mengiringi malam di desa Saeedah. Hari ini desa Saeedah baru saja merampungkan serangkaian adat tandur pari (menanam padi). Lumbuk Lesung adalah penutup dari serangkaian adat tandur pari (menanam padi). Lumbuk Lesung sendiri merupakan cara untuk melepaskan Gabah (kulit padi) dari beras dengan cara dimasukan kedalam lesung dan ditumbuk hingga Gabah (kulit padi) lepas. Adat tandur pari sendiri sebenarnya sudah jarang diliat di wilayah Lor (Utara) Negara JAWANAKARTA. Kemoderenisasi telah menyebar hampir diseluru wilayaha Lor (Utara) JAWANAKARTA. Datangnya mesin-mesin modern dan peralatan bertani moderen penyebab utama hilangnya tradisi diwilayah Lor (Utara). Bisa dibilang hanya tinggal desa Saeedah yang masih dengan kearifannya menjalankan tradisi adat warisan dari nenek moyang. Maka tak heran dari seluruh desa yang berada di dusun-dusun sepanjang Pengunungan Serayu, desa Saeedah masih terlihat indah dan terawat dengan sangat baik. Selain keindahan kesuburan, kearifan masyarakat dan kekayaan sumber daya alam desa Saeedah menjadi incaran bagi banyak orang. Penduduk desa yang masih terlihat polos menjadikan desa Saeedah semakin di minati oleh para manusia-manusia rakus yang hanya memikirkan uang dan kekuasaan.
"Kangmas belum tidur?"
"Belum, Kangmas belum mengantuk."
"Kangmas mau Ranti buatkan kopi?"
"Memang kamu ndak (tidak) ngantuk Dek?"
"Ranti juga dereng (belum) ngantuk mas. Sekalian Ranti mau nemeni (menemani) Kangmas."
"Ya sudah boleh, mas mau kopi hitam biasanya."
"Injeh (iya) mas, Ranti buatkan."
"….."
"Niki (ini) mas kopinya. Kangmas masih kepikiran acara Numbuk Lesung tadi?"
"Sebenernya iya Dek, tapi yang lebih menganggu mas justru kehadiran Yang Mulia Ibu Suri Maharani ke desa kita ini."
"Apa ini ada hubungannya sama permintaan kerajaan waktu itu Mas?"
"Itu yang mengganggu fikiran Mas sedari tadi."
"Lantas dengan adanya Yang Mulia Ibu Suri datang ke desa kita bukan berarti itu sebuah ultimatum dari kerajaan."
"Itu skenario terburuk yang ada dalam fikiran Mas."
"Kangmas memang benar kita tinggal di wilayah Negara JAWANAKARTA dan kita masih bagian dari kerajaan JAWANAKARTA, tapi desa Saeedah adalah desa kita desa dari nenek moyang kita. Kita turun temurun lahir dan besar di desa ini, kita merawat dan menjaga desa ini secara turun temurun juga, jadi bukankah seharusnya desa ini milik kita. Desa Saeedah adalah rumah kita tempat tinggal kita yang wajib untuk kita jaga."
"Mas juga tahu itu Dek, dan kewajiban kitalah menjaga desa ini dari segala macam ancaman dan bahaya tapi semuanya belum jelas, Mas tidak ingin menerka-nerka. Sudahlah mari kita tidur ini sudah lewat dari tengah malam."
"Injeh (iya) Kangmas. Kangmas botensah (tidak usah) khawatir, kita pasrahkan sama Sang Pencipta Alam Semesta. Hanya Beliau yang tau semua dan dapat menolong semua."
"Iya Dek, semoga ini hanya kekhawatiran Mas semata. Dan kedatangan Yang Mulia Ibu Suri bisa juga menjadi pertanda baik untuk desa kita."
"Amin, injeh (iya) Kangmas semoga."
"Mari kita tidur Dek."
"Injeh (iya) Kangmas."
Masih terdengar suara burung hantu dari kejauhan, bersamaan suara hewan malam lainya. Menambah harmonisasi melodi yang menyejukan hati. Perpaduan suara-suara hewan malam itu seperti melodi pengantar tidur. Tidak ada yang sanggup melawan indahnya melodi pengantar tidur. Melodi itupun selalu menemani masyarakat desa Saeedah tidur. Seperti melodi peringatan yang meberitahukan bahwa saatnya untuk mengistirahatkan badan kita.
"Bagaimana hari ini?"
"Buruk."
"Apa mereka menolak kerjasama dengan kita?"
"Belum, mereka belum memberi jawabban."
"Lantas apa yang membuatmu kesal?"
"Aku yakin kau juga akan marah saat berada pada posisiku hari ini, mereka menyambutku dengan sindiran."
"Sidiran?"
"Sang ADARA Lor, sang Pancang Penyangga tahan Lor. Mereka menyambutku dengan drama dongeng si*l** itu."
"Benarkah, wah menarik sekali. Disaat desa-desa yang lain sibuk dengan segala hal kemodernan dan tertarik dengan budaya negeri nan jauh, desa ini masih membicarakan sebuah dongeng pengantar tidur."
"Begitulah, yang lebih membuatku kesal adalah aku tidak bisa marah ataupun menghukum mereka sekarang. Tidak sebelum aku mendapatkan desa ini."
"Benar tahan amarahmu wahai Yang Mulia Ibu Suri. Kemarahan hanya akan membuat semua menjadi kacau. Kau bisa berbuat apapun bila semua sudah menjadi milikmu."
"Benar, saat semua menjadi milikku aku akan pastikan para Pancang si*l** itu tidak akan disebut lagi di negaraku ini. WAHAHAHAHA.... "
"Pelangkan suaramu ada seseorang mendekat."
"Malam Yang Mulia Ibu Suri, saya Panglima Dronota."
"Masuklah Panglima."
"Maaf menganggu Yang Mulia Ibu Suri, saya hanya ingin memastikan konsidi anda."
"Aku baik-baik saja Panglima, kau tidak perlu khawatir. Setelah mandi dan berendam badanku sudah terasa segar dan baik."
"Apakah anda sedari tadi berada ditenda seorang diri Yang Mulia Ibu Suri?"
"Tentu saja aku seorang diri. Memangnya mengapa?"
"Tidak apa-apa Yang Mulia Ibu Suri mungkin saya yang salah dengar, maaf telah menganggu Yang Mulia Ibu Suri selamat beristirahat."
"Instingmu sungguh luar biasa Panglima Dronota pantas Raja begitu menyukaimu. Tapi insting akan tetap menjadi insting saat yang seharusnya dilihat tidak dapat dilihat dan saat yang harus didengar tidak seharusnya didengar bukan?"
"Maaf apa maksud anda Yang Mulia Ibu Suri. Saya tidak mengerti."
"Sudahlah kau lihat sendiri aku baik-baik saja bukan. Jadi tidak usah khawatir. Kembalilah bertugas."
"Baik Yang Mulia Ibu Suri. Sekali lagi maaf telah mengganggu waktu istirahat anda. Saya permisi."
Panglima Dronota pun meninggalkan tenda Sang Ibu Suri.
"Hati-hatilah dengannya."
"Tenang saja dia adalah salah satu orang paling setia kepada keluarga Kerajaan, terutama kepada anakku tersayang Raja JAWANAKARTA. Aku bisa menjaminnya."
"Justru itu dia tidak setia padamu melainkan pada anakmu."
"Apa maksudmu?"
"Apakah kau tidak merasa aneh, kenapa Raja meminta Dronota yang mengatarmu ke desa ini. Padahal di pusat militer Kerajaan masih banyak Panglima-Panglima yang sama kuatnya dan setia kepada keluarga kerajaan. Bukan hanya setia pada Sang Raja saja."
"Apa maksudmu, anakku meminta Panglima Dronota karena memang dialah yang terkuat. Anakku ingin aku dijaga oleh orang terbaik."
"Aku hanya mengingatkanmu saja. Jangan sampai kau tersakiti. Karena jauh lebih tersakiti oleh orang lain dari pada darah daging sendiri."
"Tenang saja aku telah mendidik anakku dengan baik. Aku pastikan dia tidak akan menganggu rencana kita."
"Baiklah aku akan percaya padamu."
"Sudah aku mau beristirahat sekarang. Aku tidak sabar bagaimana hari esok."
"Beristirahatlah, dan beri aku kabar gembira besok."
"Tentu saja."
Diluar tenda
"Malam Panglima Dronota."
"Malam Mbok Yem."
"Apa ada masalah Panglima?"
"Tidak Mbok Yem saya hanya ingin memastikan apa Yang Mulia Ibu Suri baik-baik saja."
"Lantas bagaimana keadaan Yang Mulia Ibu Suri Panglima?"
"Beliau baik-baik saja Mbok, mungkin saya saja yang salah dengar."
"Salah dengar bagaimana Panglima?"
"Entahlah saya seperti mendengar Yang Mulia Ibu Suri sedang berbincang, setahu saya bukankah setiap malam Yang Mulia Ibu Suri tidak pernah mengijinkan siapapun memasuki kamar beliau bahkan andan sendiri Mbok Yem selaku Dayang beliau."
"Benar Panglima, tidak ada siapapun kecuali Yang Mulia Ibu Suri yang berada ditenda tersebut. Mungkin benar bahwa anda salah dengar Panglima."
"Bisa jadi Mbok Yem, kalau begitu saya mohon pamit dulu sudah saatnya saya berpatroli. Permisi Mbok Yem."
"Silahkan Panglima Dronota. Dan hati-hati."
"Terimakasih Mbok Yem."
"Ada banyak hal yang belum anda ketahui Panglima. Sesuatu yang terdengar tapi tidak terlihat bukanlah sesuatu pertanda baik. Semoga anda diberkati dan dilindungi oleh Penguasa Alam Semesta. Karena saya tahu anda orang baik Panglima Dronota."
"Mbok Yem, apa sebaiknya kita memberi tahu Panglima Dronota?"
"Untuk apa?"
"Setidaknya kita bisa sedikit membantu."
"Dengarkan anakku, takdir adalah suratan yang telah ditentukan oleh Sang Pencipta Alam Semesta. Apa kita bisa merubah tidak Nduk, saat kita berusaha merubahnya hanya akan menjadi takdir yang sama karena memang itulah yang harus terjadi. Yang bisa kita lakukan adalah menerima dan menjalankan takdir itu."
"Tapi bila yang dikatakan oleh Mpu Sidah benar bagaimana Mbok, saya masih ingat wajah bahagia mereka begitu pula dengan anak-anak yang bermain lakon (drama) tadi. Kita benar-benar tidak dapat membantu Mbok Yem."
"Tidak Nduk, itu memang takdir mereka. Kita percayakan kepada Sang Pencipta Alam Semesta dan kita hanya bisa membantu dalam doa. Karena kita masih memiliki tugas yang harus kita lakukan."
"Baik Mbok saya akan bedoa kepada Sang Pencipta Alam Semesta agar melindungi mereka yang tidak bersalah. Amin."
"Amin."
Malam yang dingin menyelimuti desa Saeedah, tenang dan damai. Seluruh masyarakat tertidur dengan nyamannya dibilik rumah masing-masing. Rasa nyaman berbaring diranjang berselimut tebal dan hangat menambah nyenyak tidur mereka. Iringan melodi malam alam membuat sempurna kenyamanan tersebut. Inilah desa Saeedah, desa yaman dan tenang semua tahu itu. Tapi apakah tenang bisa selamanya ada? Mari kita berikan kepada takdir karena hanya takdir yang bisa membolak-balik kehidupan. Dan semua takdir akan kembali kepada Sang Pencipta Alam Semesta. Maka yang bisa dilakukan manusia adalah berserah pada Sang Pencipta Alam Semesta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments