Lor (Utara)
SANG DARANI LOR
(Flashback dari Panglima Dronota)
"Hiduplah JAWANAKARTA, diberkati lah Sang Raja. Hormat saya Yang Mulia Baginda Raja, apakah anda memanggil saya Yang Mulia?"
"Terimakasih Panglima Dronota. Masuklah dan silahkan duduk."
"Hormat saya Yang Mulia Baginda Raja."
"Maaf memanggilmu malam-malam begini Panglima. Ada yang ingin aku bicarakan."
"Suatu kehormatan bahwa anda memanggil saya Yang Mulia Raja."
"Baik aku akan langsung saja. Aku ingin meminta bantuan mu Panglima. Bisakah kau membantuku?"
"Dengan segala hormat. Saya akan selalu mengabdi kepada anda Yang Mulia Raja. Anda dapat meminta apapun dari saya bahkan kalau itu adalah nyawa hamba."
"Terimakasih Panglima Dronota. Aku tahu sekali kemampuan dan reputasi mu. Kau satu diantar 4 Panglima yang masih memegang teguh pada Harkat dan Martabat JAWANAKARTA, dan kau sangatlah setia pada kami Keluarga Kerajaan. Aku tidak pernah meragukan mu."
"Terimakasih atas pujian dari anda Yang Mulia Raja."
"Tapi sayangnya apa yang aku minta ini sedikit bertentangan dengan keyakinan mu Panglima."
"Maaf, apa maksud anda Yang Mulia Raja."
"Apakah kau bersedia mengkhianati Keluarga kerajaan untukku Panglima?"
"Maksud Anda Yang Mulia Raja."
"Secara garis besar aku memintamu untuk setia hanya kepadaku dan akan selalu berada dipihak ku walaupun itu harus mengkhianati seluruh keluarga kerajaan. goMaukah kau Panglima Dronota?"
"…."
"Maaf karena membuatmu bingung. Mungkin aku terlalu cepat memintamu tanpa memberi penjelasan lebih rinci. Sebenarnya aku juga sedang menguji mu apakah kamu seorang yang gegabah atau tidak. Dan setelah melihatmu aku semakin yakin untuk meminta bantuan mu."
"Maaf Yang Mulia Raja, saya masih belum mengerti maksud anda."
"Baiklah. Panglima apakah kamu masih ingat kapan aku dinobatkan menjadi Raja JAWANAKARTA?"
"Tentu saja Yang Mulia Raja, Rebo Pahing bulan Sarat tahun Cetramasa. Itu adalah hari yang paling bagus untuk penobatan."
"Dan itu juga sehari setelah ayahandaku Yang Mulia Raja Sarono meninggal. Bahkan beliau belum dimakamkan saat itu dan aku sudah dilantik menjadi Raja menggantikannya. Bukankah itu seperti sesuatu yang tidak nyata Panglima? Aku yang saat itu masih berusia 7 tahun, dalam satu hari harus menjadi Raja di sebuah Kerajaan."
"Maafkan saya Yang Mulia Raja, janganlah anda merasa bersalah akan pelantikan anda tersebut. Semua telah diatur oleh abdi dalem Kerajaan dan seingat saya hari pelantikan anda adalah hari terbaik pada tahun Cetramasa. Jadi sudah sepatutnya dihari yang baik itu kita memiliki Raja yang baru."
"Hari yang baik. Bukankah semua hari itu sebenarnya baik. Apa yang membuat kita menyimpulkan baik atau buruknya hari?"
"Pendapat."
"Tepat sekali, aku tahu kalau kau sangat cerdas dan rasional Panglima Dronota dan itulah yang membuatku menyukaimu."
"Terimakasih Yang Mulia Raja."
"Pertama dalam sejarah Negara anak berumur 7 tahun menjadi Raja. Raja termuda yang pernah ada dan sebagainya itulah julukan ku saat itu. Semua orang tertuju padaku dalam semalam aku telah menjadi pusat dari segala pusat. Saat itu apakah kau tahu apa yang aku pikirkan Panglima?"
"Mungkin bagaimana anda akan menyesuaikan diri Yang Mulia Raja?"
"Hahaha... Tidak ada sama sekali tercetus dalam pikiran ku akan hal itu. Yang aku pikiran ku adalah janjiku kepada kawanku untuk bertanding setin (gundu). Karena dihari ayahanda meninggal aku telah bejanji kepada kawan-kawanku untuk bertanding dengan mereka. Bukankah lucu Panglima?"
"Tidak Yang Mulia Raja, saya yang salah saya lupa bahwa anda masih berumur 7 tahun. Dan memang sepatutnya anak berumur 7 tahun untuk bermain bersama kawan-kawannya. Maafkan saya Yang Mulia Raja."
"Kenapa kau harus meminta maaf Panglima, kaupun juga tidak bersalah. Karena apa yang kau pikirkan juga sama dipikirkan oleh seluruh orang saat itu. Hanya saja aku memanglah belum mengerti itu."
"Lalu Yang Mulia Raja apa yang perlu saya bantu?"
"Sepertinya aku membuatmu tidak nyaman Panglima. Maafkan aku karena mungki terlalu bertele-tele."
"Hormat saya Yang Mulia Raja. Bukan seperti itu maksud saya."
"Saya mengerti itu, tapi aku harus memintamu untuk tetap disini dan mendengarkanku sampai selesai."
"Baik Yang Mulia Raja."
"Kembali ke anak yang tidak tahu apa-apa itu. Selang sehari sang ayahanda dimakamkan segala dalam hidupnya berubah. Tidak hanya kehidupan, bahkan orang-orang yang berada disekitarnya berubah. Tidak ada lagi yang dengan sembarang mengajaknya bicara, tidak ada yang berani mangajaknya bermain semua tertunduk bahkan saat dia melawati mereka. Bukankah itu miris Panglima, saat kau memilik Kerajaan tapi kau juga kehilangan semua yang ada dalam hidupmu dan itu termasuk ibumu sendiri. Semua berubah dalam diri Ibunda, Panglima. Dan semakin lama semakin terlihat beliau bukanlah Ibundaku."
"Maksud anda Yang Mulia Raja."
"Seberapa besar pencapainku untuk JAWANAKARTA selama 10 tahun ini menurutmu Panglima?"
"Anda adalah Raja yang luar biasa Yang Mulia. Satu-satunya Raja yang berhasil membawa JAWANAKARTA menjadi negara paling maju dan sejahtera. Banyak sekali pencapaian anda mungkin kalau saya menyebutkannya hingga matahari terbitpun belum selesai."
"Dan bukankah sulit untuk dipercaya anak yang berusia 7 tahun sampai 17 tahun bisa mencapai itu semua. Aku hanyalah anak yang masih berusia 17 tahun Panglima. Semua itu bukanlah pencapaianku melaikan pencapaian Ibunda."
"Maaf Yang Mulia Raja."
"Kau kenapa selalu meminta maaf. Sudahlah aku akan lanjutkan. Segala hal yang terjadi di JAWANAKARTA saat ini semua karena Ibunda dan orang-orang asing itu Panglima. Awalnya aku sangat berterimakasi dan bangga atas apa yang dilakukan oleh Ibunda, bagaimana beliau bisa bekerja sama dengan orang-orang asing itu untuk negara kita. Segalanya berjalan lancar dan semua baik-baik saja. Entah apa yang akan terjadi padaku apabila tidak ada beliau disisiku. Aku selalu beranggapan bahwa ini demi kebaikan semua karena memang itulah yang aku lihat. Semua rakyatku senang dan sejahtera karena pencapainya ini dan segala kemudahan yang diberikan oleh orang-orang asing itu. Tapi nyatanya tidak sama seperti apa yang aku bayangkan dan lihat. Tidak semua rakyat senang dan sejahtera, banyak rakyat yang tersakiti dan menderita. Tidak hanya itu semakin hari aku merasa kita sudah bukan lagi rakyat Negara JAWANAKARTA, kita seperti kehilangan jati diri kita Panglima. Berapa banyak kau menjupai acara adat saat ini, atau masihkah kau melihat altar penyembahan di daerah kita tidak banyak sekarang lebih banyak hotel dan pusat perbenlanjaan."
"Saya juga sudah jarang melihat sangar budaya dihampir setiap kota kecuali kota Kidul Yang Mulia Raja."
"Benar hanya kota Kidullah yang masih menjalankan warisan leluhur karena mereka masih punya hal yang mereka takuti. Tapi yang lainnya sedikit memprihatinkan."
"Lantas apa yang dapat saya bantu Yang Mulia Raja?"
"Seperti yang aku bilang tadi, dapatkah kamu mengkhianati keluarga kerajaan dan hanya melayaniku Panglima? Kali ini aku benar-benar butuh jawaban darimu Panglima."
"Saya bersedia Yang Mulia Raja."
"Kalau begitu aku ingin mendengar janjimu Panglima."
"Hormat Bagi Yang Mulia Baginda Raja. Raja JAWANAKARTA tanah syurgawi NUSATAMARA pemilik keagungan dan kemuliaan. Saya Panglima Dronota Abditara Kreasto berjanji menyerahkan segenap jiwa dan raga kepada Yang Mulia Baginda Raja, siap melayani segala perintah dan hanya setia kepada Yang Mulia Baginda Raja. Atas nama tanah syurgawi JAWANAKARTA."
"Terimaksih Panglima. Aku telah menerima janjimu maka aku akan langsung memberimu perintah. Mulai saat ini kau Panglima Dronota abditara Kreasto akan bekerja untuk rakyat, melayani rakyat tanpa memandang kasta dan jabatan, melindungi seluruh rakyat JAWANAKARTA, mengutamakan seluruh rakyat walaupun itu harus mengkhianati keluarga Kerajaan."
"Yang Mulia Raja, saya sebenarnya masih belum mengerti apa yang anda maksudkan tapi saya akan menerima perintah Yang Mulia Raja. Saya akan bekerja dan berada di pihak rakyat. Saya berjanji dengan sepenuh hati."
"Terimakasih Panglima, saat ini orang-orang seperti Panglimalah yang dibutuhkan rakyat bukanlah seseorang yang hanya duduk disinggasanah tapi tidak dapat melakukan apapun."
(Flashback end)
"Panglima, Panglima Dronota apa anda baik-baik saja?"
"O ya aku baik-baik saja Kadet Pudan, ada apa kamu memanggil aku?"
"Saya Kadet 1 Pudan melapor kepada Panglima semua sudah berada dipos masing-masing dan segala situasi aman terkendali. Laporan selesai."
"Terimaksih atas laporannya. Silahkan kembali kepos kamu. Laksanakan."
"Siap laksanakan. Maaf atas kelancangan saya Panglima, apa anda baik-baik saja Panglima?"
"Ya aku baik-baik saja Kadet Pudan. Kamu tidak perlu khawatir."
"Baiklah saya permisi kembali ke pos saya Panglima. Permisi."
"Bagaimana keadaan Panglima?"
"Beliau baik-baik saja cuman...?"
"Cuman apa?"
"Sepertinya Panglima sedang banyak pikiran saat hendak melapor terlihat Panglima sedang melamun, seperti sedang memikirkan sesuatu. Beliau tidak mungkin tahu rencana besok bukan?"
"Tidak mungkin Yang Mulia Ibu Suri sudah memerintahkan semua yang ikut serta dalam perjalanan ini untuk tutup mulut dari Panglima Dronota. Tidak akan ada yang berani memberi tahu Panglima. Kau lupa seberapa kejam Yang Mulia Ibu Suri."
"Apa kau tidak merasa bersalah Kadet Juan, aku bahkah masih ingat bagaimana hangatnya mereka menyambut kita."
"Kasihan? Dan apakah kau juga tidak kasihan pada keluargamu dirumah Kadet Padun. Kita hanyalah bawahan Kadet Pandu, kita tidak punya pilihan yang baik. Tidak bolehkan kita egois untuk itu, karena aku tidak akan mengorbankan seluruh keluargaku demi kemanusiaan."
"Kau benar Kadet Juan. Kita tidak punya pilihan."
"Akan lebih baik kalau masyarakat desa yang indah itu tidak menolak dan melawan Yang Mulia Ibu Suri. Walau itu harus mengorbankan tanah leluhur mereka."
"Benar, akupun berharap begitu Kadet Juan. Semoga Sang Pecipta Alam Semesta melindungi mereka. Amin."
"Amin."
"Sebaiknya kita segera bersiap agar besok segalannya berjalan lancar."
"Baik Kadet Padun mari bersiap."
Dikejahuan terlihat semburat merah tanda matahari akan segera meperlihatkan diri. Dingin masih menyelimuti desa Saeedah terlihat dibebera bilik rumah telah menyalakan lampu Setir (lampu minyak) untuk mengawali hari. Suasana tentram dan damai dapat dilihat beberapa warga desa telah memulai beraktivitas mereka. Dengan masih diselimuti rasa bahagia dan antusiame akan kedatangan Yang Muali Ibu Suri Maharani mereka mengharapkan hari indah yang akan mereka jalanni hari ini. Itulah harapan, tapi tidak semua harapan akan menjadi kenyataan karena yang akan menjadi kenyataan adalah takdir. Takdir dari Sang Pencipta Alam Semesta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments