Lor (Utara)
SANG DARANI LOR
"Semua bersiap kita akan segera berangkat. Setiap Ketua Pasukan berkumpul didepan sekarang."
"Siap Kadet."
"Semua Ketua Pasukan dengarkan kita akan merubah formasi barisan. Kita akan memasukan barisan tahanan pada formasi kita."
"Maaf Kadet Juan, barisan tahanan apa yang dimaksud para prajurit yang bersalah telah memburu dan menyantap rusa tadi malam?"
"Benar. Kita akan mengarak mereka ke desa lebih tepatnya."
"Tapi Kadet Juan bagaimana bisa mereka sudah dijatuhi hukuman, apakah perwakilan pengadilan kerajaan sudah hadir di sini."
"Tidak ada pengadilan kerajaan prajurit Gimo, Yang Mulia Ibu Suri lah yang memberi hukuman."
"Yang Mulia Ibu Suri?"
"Benar. Dan prajurit Gimo dan Tarto kalian persiapkan para tahanan kita dan jangan lepas seragam dan atribut mereka. Kita akan mengarak mereka ke desa dengan seragam lengkap."
"Seragam lengkap? Bagaimana bisa Kadet Juan itu.."
"Aku tahu prajurit Tarto itu menyalahi aturan kerajaan. Tapi itu juga merupakan perintah Yang Mulia Ibu Suri. Apa kita dapat membantahnya?"
"Tidak Kadet Juan."
"Segera persiapkan semua."
"Baik laksanakan, hormat kami Kadet Juan."
"Silahkan."
(Balai desa Saeedah)
"Semua sudah siap Tomo?"
"Sudah pak Kades, semua sudah siap. Ruangan untuk Yang Mulia Ibu Suri telah selesai di bersihkan."
"Baiklah untuk acara apa semua sudah sesuai rencana Batiar?"
"Sudah Pak Kades, semua persiapan telah selesai. Saya yakin bahwa acaranya nanti akan berjalan lancar."
"Baiklah, berarti semua telah siap bukan?"
"Benar Pak Kades."
"Oya, apa kalian melihat Daryan ada yang ingin aku bicarakan dengannya."
"Tadi saya melihat Pak Daryan di halaman Balai desa Pak Kades, sedang membantu merapikan kursi."
"Baiklah, kalau begitu aku akan berbicara dengan Daryan. Kalian selesaikan semua mengerti!"
"Baik Pak Kades."
"Daryan apakah kamu sudah selesai, ada yang ingin aku bicarakan denganmu."
"Sudah Pak Kades."
"Kalai begitu bisakah kamu ikut denganku?"
"Bisa Pak Kades."
"Daryan aku ingin sedikit berkonsultasi denganmu."
"Bila saya bisa membantu, saya siap membantu Pak Kades."
"Sebenarnya aku pribadi belum bisa menentukan jawaban untuk permintaan kerajaan. Terlalu banyak pertimbangan, ada baik dan buruknya. Dan aku masih belum yakin akan jawabanku ini."
"Pak Kades, anda adalah kepala desa yang baik. Seluruh warga telah tahu bagaimana anda dengan baiknya merawat dan menjaga kami semua. Saya yakin semua akan setuju dengan pilihan anda."
"Tapi tetap saja aku masih merasa khawatir Daryan. Kamu tahu bahwa pihak kerajaan sangat menginginkan desa kita. Aku tahu mereka ingin menjadikan desa kita menjadi lebih baik. Tapi bila menengok desa yang lain aku sedikit kurang setuju bahwa menjadi lebih baik harus mengorbankan apa yang telah kita jaga bahkan sejak leluhur kita."
"Saya tahu Pak Kades ini adalah pilihan yang sulit, tapi karena sejatinya hidup selalu berupa pilihan kita wajib untuk memilih. Terlepas pilihan itu baik untuk kita ataupun buruk untuk kita itu tergantung cara pandang kita sebagai manusia bukan?"
"Benar baik untuk kita belum tentu baik untuk yang lain."
"Tepat sekali Pak Kades, setiap orang memiliki hak untuk memilih. Begitupun dengan anda Pak Kades, anda adalah kepala desa Saeedah kami akan selalu percaya dan mendukungmu."
"Terimakasih Daryan. Penawaran dari kerajaan sesungguhnya sangat menggiurkan bukan? Desa kita bisa menjadi desa termaju dan terhebat di JAWANAKARTA bahkan bisa dikenal di seluruh dunia. Tapi segala yang dibuat oleh manusia tidak pernah 100% sempurna, pasti akan ada yang dikorbankan. Karena sejatinya manusia tidak dapat menciptakan tetapi hanya dapat mendaur ulang apa yang telah diciptakan oleh Sang Pencipta Alam Semesta."
"Benar Pak Kades karena kesempurnaan hanyalah ada pada Sang Pencipta Alam Semesta."
"Menurutmu Daryan apakah yang nanti kita dapatkan akan sepadan dengan yang hilang dari kita."
"Sebenarnya Pak Kades, bila itu kemajuan kita dapat banyak manfaat darinya. Tidak dapat dipungkiri bahwa itu benar, kita dapat melihat dibeberapa desa yang telah menerimanya. Tapi kita juga bisa lihat seberapa besar kerusakan dan kehilangan dari apa yang dibawa oleh kemajuan. Apabila saya ditanya saya akan menjawab tidak Pak Kades."
"Kenapa?"
"Karena tanpa kemajuan kita masih bisa hidup hingga saat ini. Dan bila dengan tidak adanya kemajuan dapat menjaga desa kita hingga ke cucu, buyut dan seterusnya ke generasi kita, saya akan memilih tidak untuk kemajuan."
"Tapi itu karena kita belum merasakan manfaat kemajuan Daryan, mungkin bila kita telah tahu tentang kemajuan kita dapat berfikir yang lain."
"Kalau itu bisa jadi benar Pak Kades, tapi bila kita telah tahu akibatnya dan akibat itu bukan sesuatu yang baik apa kita masih ingin mencobanya Pak Kades."
"Hidup itu pilihan bukan kembali cara kita memilih dan menentukan apa yang terbaik untuk kita semua kan Daryan."
"Benar dan setiap pilihan itu pasti ada baik dan ada buruknya Pak Kades, karena dengan cara itulah Sang Pencipta Alam Semesta mengajari kita makna dari setiap kehidupan."
"Kamu benar-benar mirip dengan Bapakmu Daryan. Selalu tahu akan makna dari kehidupan dan tahu cara menjalani kehidupan dengan sangat baik."
"Itu tidak benar Pak Kades, setiap manusia pasti punya cara pandang yang berbeda jadi setiap orang pasti akan memaknai hidup secara berbeda. Hanya kadang kalanya kita berada pada persimpangan dan menjadi bimbang itu hal wajar Pak Kades karena kita manusia."
"Ya kita hanyalah manusia, itu yang selalu harus kita ingat bahwa sehebat apapun manusia sejatinya mereka tetaplah salah satu mahkluk ciptaan Sang Pencipta Alam Semesta."
"Benar Pak Kades, jadi anda tidak perlu risau. Apapun pilihan anda nanti demi kebaikan seluruh desa dan saya yakin seluruh warga desa akan mendukung anda."
"Terimakasih Daryan. Jujur saja sebenarnya aku sangat gugup dan takut. Aku pikir yang datang hanyalah perwakilan kerajaan bukan Yang Mulia Ibu Suri. Apa kau tahu Daryan aku bahkan tidak dapat tidur tadi malam, entah kenapa rasa risau ku tidak hilang-hilang hingga sekarang. Aku benar-benar takut Daryan."
"Saya juga sejujurnya terkejut Pak Kades dengan kedatangan Yang Mulia Ibu Suri."
"Kau juga begitu Daryan. Sepertinya entahlah aku merasa bahwa kedatangan Yang Mulia Ibu Suri bukan sesuatu yang baik untuk desa kita. Maaf bukan aku ingin menghina Yang Mulia Ibu Suri."
"Seorang Yang Mulia Ibu Suri datang ke desa yang jauh dari kerajaan dengan kehidupan sederhana dan jauh dari kemewahan memang bisa menjadi sebuah tanda tanya Pak Kades. Tapi dengan kedatangan Beliau saya menjadi tahu bahwa desa kita benar-benar sangat diinginkan oleh pihak kerajaan."
"Aku juga berpikir begitu Daryan. Dengan kedatang Yang Mulia Ibu Suri aku merasa bahwa pihak kerajaan seperti mengultimatum desa kita. Dan itulah yang membuatku risau Daryan. Aku takut bahwa jawaban kita nanti akan membahayakan desa."
"Kita hanya bisa berharap dan berdoa bahwa segala hal buruk tidak akan menimpa desa kita Pak Kades. Kita tidak dalam keadaan yang bisa tahu apa yang akan terjadi, karena kita hanya manusia. Tapi kita bisa bersiap dengan segala kemungkinan yang ada apapun itu baik ataupun buruk Pak Kades."
"Ya sepertinya hanya itu yang bisa kita lakukan saat ini, dan selebihnya kita pasrahkan kepada Sang Pencipta Alam Semesta."
"Benar Pak Kades, kita masih memiliki Sang Pencipta Alam Semesta yang akan selalu bersama kita."
"Bapak kata Mas limo bendera kerajaan sudah dikibarkan di ujung bukit dan terompet kerajaan juga sudah terdengar, mereka sudah mau turun ke desa kita."
"Oya Nduk, kalau begitu kamu harus cepat mencari tempat duduk yang pas agar bisa melihat iring-iringan kerajaan dengan jelas."
"Injeh (iya) Bapak, Giya sepertinya harus bergegas nanti malah tidak kebagian tempat duduk. Giya mau cari tempat duduk dulu ya Bapak. Oya Mas Garda sama Mamak juga belum datang ke balai desa Bapak."
"Apa mas mu belum pulang dari alas (kebun) nduk?"
"Mboten ngertos (tidak tahu) Bapak. Nopo (apa) Mas Garda keasyikan main di alas (kebun) atas Bapak."
"Bisa jadi Nduk kan Mas mu itu suka sekali main di alas. Sudah sekaran Giya cari tempat duduk dulu ya. Nanti biar Bapak yang cari Mamak sama Mas mu."
"Injeh (iya) Bapak, Giaya sudah ndak sabar. Giya mau cari tempat duduk dulu njeh (ya) Bapak."
"Iya Nduk."
"Nyuwun sewu (permisi) Pak Kades, Giya mau cari tempat duduk hehehe..."
"Iya Nduk Cah Ayu (anak yang cantik) sana didepan sendiri nanti pasti kelihatan semuanya."
"Injeh (iya) Pak Kades. Sepertinya Giya harus bergegas nanti ndak (tidak) kebagian tempat duduk."
"Giyanta sangat bersemangat ya Daryan."
"Benar Pak Kades, karena ini pertama kalinya bagi Giyanta melihat rombongan kerajaan. Bahkan sudah sedari pagi Giyanta merengek ingin ikut Kakange (kakak laki-lakinya) ke alas (kebun) atas karena ingin melihat perkemahan kerajaan."
"Ya tidak hanya Giyanta Daryan. Dami putuku (cucuku) juga tidak kalah semangatnya, ayam belum berkokok sudah sibuk milih baju. Wahaha.."
"Semua anak desa Saeedah pasti akan bersemangat Pak Kades, karena ini kali pertama melihat rombongan kerajaan dan dapat melihat Yang Mulia Ibu Suri secara langsung."
"Benat itu, baiklah sebaiknya kita juga bersiap Daryan. Kita tidak ingin membuat Yang Mulia Ibu Suri tidak nyaman dengan desa kita bukan. Mari kita bersiap."
"Injeh (iya) Pak Kades mari."
(Di alas (kebun) atas keluarga Darsan)
Tet tet tet…. (Suara terompet kerajaan)
"Sebaiknya aku bergegas Mamak pasti sudah menunggu."
Setibanya Gardapati di alas (kebun) atas, Gardapati segera mengumpulkan kayu bakar di sekitar alas (kebun) atas milik keluarganya. Di ambilnya ranting-ranting kayu yang jatuh karena kering, dan beberapa patahan ranting pohon yang telah mengering. Bergegas dia memasukan ke keranjang yang tadi telah dibawa, di tatanya satu-satu agar dapat menampung banyak kayu bakar. Maklum saja alas (kebun) atas berjarak cukup jauh dari desa belum lagi telaknya yang berada di lereng gunung Mprau membuat akses jalannya cukup sulit untuk dilalui. Saat sedang asik menata kayu Gardapati dikagetkan dengan datangnya seorang kakek yang berada tidak jauh darinya.
"Sugeng siang (selamat siang) Mbah."
"Siang Le."
"Nyuwun ngapunten Mbah. Mbah ajeng teng pundi disini cuma enten alas, Mbah mboten kletu jalan dados kesasar mriki."
(Mohon maaf Mbah. Mbah mau kemana disini cuma ada kebun, Mbah tidak keliru berjalan dan kesasar kesini?)
"Ora Le, aku memang arep ketemu awakmu."
(Tidak Le, aku memang mau ketemu sama dirimu)
"Kaleh kulo Mbah? Enten kenopo nggih Mbah? Apa jenengan ngertos kalian kulo?"
(Sama saya Mbah? ada apa ya? apakah Mbah kenal sama saya?)
"Ngerti Le. Kowe Gardapati anak'e Darsan lan Ratri, putune Daman."
(Tahu Le, kamu Gardapati anaknya Darsan dan Ratri, cucu dari Daman)
"Nyuwu sewu Mbah, tapi Mbah jenengan niku siten nggih? Saya belum pernah ngertos jenengan didesa."
(permisi Mbah, tapi Mbah siapa ya? saya belum pernah lihat Mbah di desa)
"Aku dudu wong desomu Le (aku bukan dari desa kamu Le), aku dari jauh sengaja datang buat ketemu kamu."
"Saestu (apa benar) Mbah mau bertemu saya?"
"Ya kamu le Gardapati, sang DARANI LOR."
"Sang DARANI LOR?"
"Iya Prajurit dari Lor penjaga ANDARA LOR dan calon panglima tertinggi serta terhebat dalam RUWATAN JAWANAKARTA."
"Nyuwun Sewu (permisi) Mbah, saya tidak mengerti maksud Mbah."
"Aku ra iso suwe (aku tidak bisa lama) Le. Aku hanya akan memberi tahu takdirmu sampai sini, apapun seng (yang) bakal terjadi di desamu semua adalah takdir seko seng gawe urip (dari yang membuat hidup) jalani lah. Dan nasehat dariku Le dadiao (jadilah) dirimu sendiri, kamu anak yang lahir dan besar dengan Tiang Pancang yang kokoh. Terusno (teruskan) Le percayalah bahwa Sang Pencipta Alam Semesta ra (tidak) akan meninggalkan dia yang masih berpegang teguh pada Tiang Pancang Kehidupan. Muduno saiki (turunlah sekarang) kamu dibutuhkan di sana."
"Maaf Mbah apa yang akan terjadi dengan desa saya?"
"Turunlah sekarang Le, maka kamu tidak akan terlambat. Dan satu hal Le ingat baik-baik semua detail dari apa yang akan terjadi dalam hidupmu mulai dari sekarang karena kau nanti akan menjadi perantara untuk dimasa depan."
"Maaf Mbah saya tidak mengerti perantara masa depan?"
"Percayalah Le bahwa ini bukan kali pertama, sejatinya RUWATAN JAWANAKARTA adalah sebuah kutukan. Dengarkan Mbah mu ini segeralah bergegas dan untuk segala pernyataan yang ada dalam pikiranmu akan ada jawabannya nanti di setiap langkah yang akan mengiringi jalanmu."
"Kalau begitu saya permisi dulu Mbah saya akan kembali ke desa."
"Bergegaslah Le, karena tugasmu akan dimulai setelah kamu turun ke desa."
Dengan perasaan campur aduk dan kebingungan yang luar bisa Gardapati berusaha untuk terus berlari turun ke desa. Segala prasangka dan kekhawatiran menumpuk menjadi satu di pikirannya. Gardapati anak laki-laki berusia 15 tahun tidak akan menyadari bahwa dia akan memiliki takdir yang panjang dan hebat. DARANI LOR (Prajurit Tertinggi dari Tanah Lor) gelar yang akan disandangnya dan akan membuatnya dikenal hingga seluruh wilayah JAWANAKARTA. Tapi sebelum dia dapat menyandang gelar itu dia akan kehilangan banyak hal, takdir sungguh selalu selaras bukan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments