" Rend aku mau ke toilet dulu, perut aku tiba-tiba sakit. Kam, kamu gantiin aku main. Jangan sampai kalah ya," ucap Arick sambil berlalu pergi tanpa menunggu jawaban dari Kama.
"Wah, mana bisa aku memang lawan kamu, Rend. Ada-ada saja si Arick," Kama menggerutu tapi tetap menuruti kemauan Arick untuk menggantikannya main.
"Rend, ternyata wanita yang kamu bawa cantik ya? kamu bawa dia karena ingin membuat Arick menerima Calista seutuhnya kan?" ucap Kama sambil menjalankan bidak caturnya.
Arend menatap tajam ke arah Kama. Dia tidak menjawab sedikitpun ucapan Kama.
"Kenapa kamu tidak jawab Rend? aku benarkan? Kalau benar aku mau mendekatinya, boleh kan?"
"Aku dan dia akan menikah," jawab Arend singkat.
"What?! menikah? apa aku tidak salah dengar? bagaimana kamu mau menikah dengan gadis yang tidak kamu cintai? pengorbananmu kebablasan, Bro." ucap Kama sambil menggelengkan kepalanya.
"Itu terserah aku, Kam. Tolong jangan ikut campur." sahut Arend ketus.
"Aku tahu kalau kamu tidak mencintainya. Kasihan gadis itu. Apa kalian menikah hanya untuk sementara waktu? kalau iya, aku bolehkan tetap mendekatinya, supaya ketika kalian berdua pisah, aku dan dia tidak perlu lagi pendekatan."
Kali ini Arend bukan hanya tidak menjawab, pria itu langsung beranjak berdiri dan pergi begitu saja meninggalkan Kama.
"Arend, kenapa kamu pergi?! aku di sini dengan siapa?!" teriak Kama, kesal.
"Dimana Arend?" tiba-tiba Arick muncul dan mengedarkan tatapannya ke sudut ruangan untuk mencari keberadaan saudara kembarnya itu.
Kama tidak menjawab. Dia hanya mengangkat bahunya aja, sebagai tanggapan dari pertanyaan Arick.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Arend boleh kita bicara sebentar?" Aby datang menyapa Arend yang sedang berdiri sambil menyenderkan tubuhnya di sebuah pilar dengan tangan Yanga bersedekap ke dada.
"Ada apa, Pa? kenapa harus bertanya seperti itu? Papa bicara aja." Jawab Arend, mengubah posisinya dengan berdiri tegak menghadap papanya.
"Rend, kita bicara di ruang kerja, Papa. Kalau di sini papa tidak mau ada yang mendengar apa yang kita bicarakan,"
Arend mengrenyitkan keningnya, bingung kenapa Papanya tidak mau ada yang mendengar pembicaraan mereka.
"Apa itu sangat penting, Pa?"
Aby hanya mengangguk dan berjalan terlebih dulu, sementara itu, Arend melangkah mengikuti papanya.
Sesampainya di ruangan kerja, Aby sengaja menutup pintu rapat, agar tidak ada yang bisa mendengar pembicaraan mereka, karena ruang kerja itu sengaja dirancang kedap suara.
"Kamu duduk dulu!" titah Aby, karena Arend masih tetap berdiri dengan wajah bingung.
Arend kemudian melangkah ke arah sofa dan mendaratkan tidak duduk di atasnya.
"Pa, ada pa sih? sepertinya papa terlihat serius." Arend menatap papanya dengan manik mata yang menatap penuh tanda tanya.
"Rend, sebenarnya papa tahu, kalau kamu tidak mencintai Alena, Kan?"
Arend terkesiap kaget, mendengar ucapan papanya yang tepat sasaran.
"Kenapa Papa bisa bicara seperti itu? tidak mungkin aku mau menikahinya, kalau aku tidak mencintainya," ucap Arend menyangkal dugaan Aby papanya.
Aby menghela napasnya, melihat Putranya yang tidak mau jujur.
"Papa tahu Rend, kalau kamu menikahinya karena kembali ingin melihat Arick tidak merasa bersalah atasmu, iya kan?" ucap Aby lagi, sambil menatap tepat di manik mata Arend.
Arend bergeming, tidak menyahut ucapan papanya.Karena dia tahu, kalau Aby papanya pasti sudah menyelidiki segalanya.
"Apa papa selalu membuntutiku selama aku di luar?" tukas Arend dengan alis yang terangkat ke atas, menyelidik.
"Bukan papa, tepatnya anak buah, papah." sahut Aby, santai.
"Itu sama aja, Pa."
Aby mengembuskan napasnya dengan sedikit panjang. "Papa melakukannya karena tidak ingin sesuatu terjadi padamu, walaupun kamu sendiri yang ikhlas untuk melepaskan Calista bersama dengan Arick, hati papa tetap tidak tenang." ujar Aby, membuat Arend merasa terharu.
"Papa, tahu ketika kamu menolong seorang gadis untuk membayar obat di apotik karena uang wanita itu ketinggalan. Papa tidak mempersoalkan hal itu justru papa senang kamu memiliki empati terhadap orang yang kesusahan. Papa juga tahu kalau kamu menolong wanita yang sama, dengan membawa anak wanita itu ke rumah sakit kita dan membayar seluruh biayanya, dan papa juga tidak mempermasalahkan hal itu. Dan papa juga akhirnya tahu kalau anak itu bukanlah anaknya tapi dia menemukannya di depan pintu kontrakannya dan akhirnya memutuskan untuk merawatnya." Aby diam sejenak untuk mengambil jeda, sekaligus menghirup oksigen untuk mengisi rongga paru-parunya. Sementara Arend diam, menunggu papanya melanjutkan ucapannya.
"Papa juga tahu, kesepakatan kalian berdua. Dan hal ini yang membuat papa berat untuk menyetujui pernikahan kalian,"
Arend membesarkan matanya, merasa kaget dengan ucapan papanya. "Tapi, Pa? tadi papa kan sudah menyetujuinya?" protes Arend, merasa khawatir kalau papanya berubah pikiran.
"Papa belum selesai bicara, kamu jangan menyela apa yang mau papa bicarakan lagi,"
Arend terdiam mendengar ucapan tegas papanya.
"Papa juga sudah menyelidiki siapa Alena. Dia gadis yang baik. Tapi Bibinya yang berbahaya. Asal kamu tahu, papa juga sudah menyelidiki kasus kecelakaan yang menimpa orang tua Alena adalah karena ulah Bibinya yang bekerjasama dengan putrinya, karena orang tua, Alena punya asuransi yang cukup besar, dan pamannya tidak tahu kalau itu perbuatan istri dan anaknya. Ketika Alena diusir pamannya juga tidak bisa berbuat apa-apa karena intimidasi dari istrinya."
Tanpa Arend sadari tangannya mengepal dengan kencang, merasa geram pada bibinya Alena.
"Papa tidak mempersoalkan kalau kamu menikah dengan gadis itu. Tapi yang papa mau, kamu ikhlas menikahinya. Jangan jadikan pernikahan itu menjadi sebuah permainan, Rend. Kalau kamu memang memutuskan untuk menikahinya, kamu harus siap untuk menjaganya dari tindakan jahat bibinya. Apalagi nanti kalau suatu saat bibinya tahu kalau gadis itu menikah dengan kamu. Pasti akan timbul rasa iri pada Alena, nantinya."
Arend terdiam, mendengar penjelasan papanya. Dia berpikir kalau apa yang diucapkan papanya itu benar. Tapi yang jadi masalahnya sekarang bagaimana dia bisa hidup bersama dengan Alena kalau dirinya tidak mencintai gadis itu.
"Kenapa kamu diam? apa kamu merasa tidak sanggup?" celetuk Aby menyadarkan Arend dari pikirannya.
Arend tetap bergeming, belum bisa menjawab papanya.
"Kalau kamu menikahinya, cobalah untuk mencintainya, karena papa yakin, untuk bisa mencintainya, tidak akan memerlukan waktu yang lama." sambung Aby kembali, melihat Arend yang masih ragu-ragu.
"Arend, satu hal yang harus kamu tanamkan di dalam hati, pernikahan itu bukan untuk mainan. Kalau kamu sudah memutuskan untuk menikah, kamu harus komitmen dengan apa yang kamu putuskan dan siap dengan segala konsekwensinya. Papa tidak mau anak papa menyakiti seorang wanita, apalagi wanita itu wanita yang baik. Kamu ingat kan, bagaimana papa dulu menikahi, mamamu? papa ikhlas menikah dengan mamamu yang pada saat itu mengandung kalian berdua. Padahal papa, tidak tahu kalau bayi yang dikandungnya adalah anakku sendiri. Saat itu juga papa belum menyadarinya kalau papa mencintai mama kamu. Tapi, pada saat itu papa tidak ada niatan untuk menceraikan mama kamu." tutur Aby, mengingatkan kisahnya dulu.
Arend, menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya kembali ke udara dengan Sekali hentakan.
"Baik, Pah! aku akan tetap menikahinya, dan berusaha ikhlas menerimanya. Serta melindunginya dari bibi dan sepupunya itu," Ujar Arend, tegas.
Tbc
Please bantu vote dong. Like dan Komen juga ya guys. Thank you🙏🏻😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
C2nunik987
Arend km anak papa aby terbaiks 😍😍😍👍👍 lindungi alena yg yatim piatu tapi berhati mulia Krn ada Ivan di hdp nya😍😍😍💃💃💃
2024-06-27
0
Sani Srimulyani
good job arend.
2023-12-21
0
epifania rendo
ayo arend,,rip ardan & Amanda
2023-06-24
0