Arend keluar dari dalam mobilnya, dan langsung berjalan dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celananya, dan berhenti di depan rumah Alena. Entah kenapa, rasa empati karena nasib malang yang dibuang orang tua, tiba-tiba berubah menjadi rasa sayang pada bayi itu. PT
Arend mengetuk pintu dengan perlahan, dan menunggu Alena membukakan pintu untuknya.
"Eh, anda datang lagi, Tuan?" sapa Alena ketika dia melihat Arend yang berdiri di depan pintu.
"Iya, bagaimana keadaan Ivan?" tanya Arend dengan mata yang fokus menatap ke arah baby Ivan yang tertidur di gendongan Alena.
"Semenjak pulang dari rumah sakit hari yang lalu, dia sudah semakin sehat, Tuan. Dia sudah ceria lagi seperti dulu," sahut Alena dengan menyunggingkan senyum di bibirnya.
"Oh, syukurlah! boleh aku masuk?"
"Oh, tentu saja boleh. Silakan masuk, Tuan! maaf tempatnya seperti ini!"
Arend tidak menjawab sama sekali. Dia terus saja masuk, dan langsung mendaratkan tubuhnya duduk di atas kursi plastik yang kebetulan hanya berjumlah dua itu.
Alena terlihat menggigit bibirnya, merasa canggung, bingung antara mau menyusul Arend duduk di kursi yang satu lagi, atau berdiri saja di tempatnya berdiri sekarang.
"Kenapa kamu berdiri saja di sana? apa kamu tidak capek?" celetuk Arend yang membuat Alena terjengkit kaget
"Eh ... em ... aku ...."
"Apa kamu merasa canggung untuk duduk di sini? tidak perlu canggung, kamu duduk saja di sini!"
"Wah, kenapa dia tahu apa yang aku pikirkan? apa dia bisa membaca pikiran?" bisik Alena pada dirinya sendiri.
"Hei kenapa masih diam di sana?!" suara Arend sedikit meninggi, menyadarkan Alena dari lamunannya.
"Eh, ma-maaf, Tuan!" Aku baringkan Ivan dulu ke kamar, permisi! ujar Alena sambil mengayunkan kakinya melangkah masuk ke dalam kamar.
10 menit berlalu, Alena kembali datang dari dapur dengan membawa nampan dengan segelas kopi di atasnya.
"Silakan diminum, Tuan. Maaf hanya ini yang ada." ucap Alena, sambil meletakkan gelas berisi kopi itu di atas meja.
"Terima kasih! Apa kamu suka minum kopi, atau ini buat kekasihmu kalau datang berkunjung?" alis Arend naik ke atas, menyelidik.
"Aku tidak memiliki kekasih Tuan. Aku yang sesekali minum kopi untuk menahan kantuk. Karena selain kerja di toko kain yang hari itu, aku juga kadang membuat kue-kue basah di malam hari, dan paginya aku titipin di warung-warung." jawab Alena, jujur.
"Oh, seperti itu!". Arend mengangguk-anggukan kepalanya, mengerti.
"Tuan, aku sangat berterima kasih atas bantuan anda selama ini. Aku tidak tahu lagi kalau tidak ada anda. Besok aku akan datang ke butik mamanya Tuan. Mudah-mudahan aku bisa bekerja dengan baik nantinya di sana." ucap Alena dengan, tulus.
"Hmm, mau sampai berapa kali lagi, kamu mengucapkan terima kasih? aku bosan mendengarnya."
"Tapi memang sepantasnya begitu kan, Tuan? aku tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk membalas kebaikan, Tuan."
"Ok, sekarang aku mau mengatakan kalau sebenarnya itu semua tidak gratis. Kamu memang harus membayarnya."
Mulut Alena sedikit terbuka mendengar ucapan Pria di depannya.
"Ta-tapi Tuan, jumlah uang yang harus saya bayar itu jumlahnya sangat banyak. Dari mana aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu? aku bahkan baru mau mendatangi butik mamanya Tuan." ucap Alena lirih dengan wajah yang sendu.
"Siapa bilang kamu harus membayarnya dengan uang?" ujar Arend, ambigu.
"Ja-jadi dengan apa Tuan?"
Arend tidak langsung menjawab. Dia terlihat seperti berpikir, mau mengatakan apa yang dia inginkan atau tidak. Kemudian pria itu, menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya dengan cukup panjang dan berat.
"Jika aku memberitahukan bagaimana cara membalasnya, apa kamu mau melakukan apa yang aku mau untuk membalasnya?" tanya Arend, ambigu.
"Hmm, tentu saja aku mau, Tuan selagi tidak melewati batas. Anda suruh aku untuk jadi pembantu anda tanpa dibayar juga aku mau. Yang penting jangan seharian jadi pembantunya."
"Aku tidak kekurangan, pembantu. Dan aku bisa bayar seseorang untuk membersihkan apartemenku."
"Ja-jadi apa mau anda Tuan?"
"Kamu harus mau menikah denganku!"
Mata Alena terbuka lebar mendengar permintaan pria yang merupakan putra dari orang terkaya nomor satu di Indonesia itu.
"Me-menikah? ke-kenapa harus menikah? Apa tidak ada cara lain, Tuan?"
"Tidak! hanya itu caranya." ucap Arend tegas.
"Tapi apa alasannya, Tuan? aku yakin bukan karena anda mencintaiku, kan?" tanya Alena, yang tidak mau gegabah menerima permintaan Arend.
"Tentu saja, bukan karena aku mencintaimu."
Jawaban Arend membuat Alena tambah bingung sekaligus sedikit kesal.
"Jadi kenapa anda memintaku untuk menikahimu? apa anda kira pernikahan itu adalah suatu permainan? maaf, Tuan kalau seperti ini, aku tidak mau menikah dengan anda." tolak Alena dengan tegas
"Apa kamu berharap, aku memintamu untuk menikahiku, karena aku mencintaimu?"
"Bu-bukan seperti itu. Aku hanya mau menikah dengan alasan yang jelas. Itu saja," ucap Alena.
"Baiklah, aku akan memberitahukan kamu apa alasannya. Tapi kamu harus berjanji kalau hal ini tidak boleh bocor pada orangtuaku, dan yang lainnya."
"Baik, aku berjanji!" ucap Alena tegas.
Kemudian Arend pun menceritakan apa yang terjadi selama ini, yang dia merelakan Calista, wanita yang dia cintai pada kakaknya. Karena dia tahu kalau Calista mencintai kakaknya dan demikian juga sebaliknya. Dia juga menceritakan hal yang dia dengar dari Kama, mengenai Arick yang bisa siap menjadikan Calista menjadi seorang istri yang seutuhnya, bila dirinya sudah menikah.
"Jadi hanya gara-gara itu? anda sampai rela berbuat seperti ini?"
"Iya! aku harap, kamu bisa tutup mulut. Kamu tenang saja, selama kita jadi suami-istri, kita tidak akan tinggal di rumah orang tuaku. Jadi kita tidak akan tidur di kamar sama." ucap Arend, tegas.
"Apa yang akan terjadi kalau aku menolak permintaan anda ini?"
"Berarti kamu harus membayar uang yang sudah aku keluarkan, sekarang juga."
"What, kamu gila!" umpat Alena, melupakan sopan santun yang dia tunjukkan selama ini.
"Terima kasih!" ucap Arend tidak peduli dengan umpatan Alena.
"Hei, aku belum menyetujuinya, bagaimana kamu bisa mengucapkan terima kasih? kamu benar-benar tidak waras."
"Karena aku tahu, kalau kamu tidak punya cara lain lagi kecuali menerima permintaanku." ucap Arend seraya tersenyum miring dan menatap Alena.
"Oh ya? aku kira orang tuamu pasti tidak akan menyetujui kita menikah, karena aku seorang janda dengan anak satu. Tidak mungkinkan keluarga ternama mau memiliki menantu sepertiku. Jadi, lebih baik kamu berpikir ulang dan cari wanita lain saja." Alena menyeringai, merasa menemukan cara untuk membuat Arend berpikir ulang.
"Kamu itu bukan janda, dan anak itu bukan anak kamu. Aku sudah tahu segalanya tentang kamu dari bude Sarni."
Alena yang tadinya merasa berhasil, membuat Arend berpikir ulang, langsung melengkungkan bibirnya ke bawah.
"Alena, aku tahu kalau kamu juga belum mengurus surat akte lahir Ivan, karena untuk mengurus itu, kamu harus punya akta nikah. Atau kalau kamu belum menikah, kamu harus mengurus surat adopsi yang sah terlebih dulu baru bisa mengurus akta lahirnya. Jadi aku menawarkan, padamu dengan kamu menikah denganku, aku akan membantumu mengurus surat adopsi sehingga dia bisa sah menjadi anakmu. Dan satu hal lagi, aku menawarkan ke kamu, kalau aku akan memberikan, toko kue dan restoran pada kamu, karena aku tahu kalau kamu ingin memiliki dua usaha itu. Bagaimana?
Alena tercenung, dia seribu bahasa, memikirkan tawaran Arend.
"Baiklah, aku bersedia! bukan karena Restoran dan toko kue itu, tapi demi kelengkapan surat-surat baby Ivan. Lagian jika nanti aku kamu ceraikan, anggap saja aku membuat status jandaku yang selama ini tidak benar menjadi benar," pungkas Alena dengan tersenyum miris.
Tbc
Jangan lupa buat ninggalin jejaknya ya guys. Please Like, vote dan komen. Thank you 🙏🏻❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
C2nunik987
smoga Alena happy dgn arend 😍😍😍💃💃
2024-06-27
0
epifania rendo
yakinlah alena kamu pasti bahagia nantinya
2023-06-24
0
Sabaku No Gaara
serasa ada musik ...eng ...ing...eng...
2022-03-21
0