Resepsi mewah yang digelar atas pernikahan Arick dan Calista berlangsung dengan meriah dan berjalan lancar.
Semua doa dan harapan dari keluarga besar kedua belah pihak dan para tamu undangan diaminkan dengan tulus oleh Calista, tapi tidak tahu dengan Arick. Yang jelas, pria itu asik merutuki kebodohan Arend adiknya yang menyia-nyiakan kesempatan untuk bersanding dengan wanita pujaannya.
"Dasar goblok!" umpatnya dalam hati.
Kedua insan yang baru saja sah menjadi suami istri itu kini sudah berada di dalam kamar pengantin di hotel tempat mereka mengadakan resepsi. Arick tanpa berpikir panjang langsung menghempaskan tubuhnya di atas ranjang begitu saja, tidak peduli, ranjang pengantin yang dihias dengan indah, hancur atau tidak. Sementara itu, Calista langsung duduk di depan cermin untuk mencopot semua hiasan di kepalanya dan membersihkan makeup di wajahnya.
Suasana hening terjadi di antara mereka berdua, karena tidak ada yang buka suara.
"Kenapa seperti ini sih? kami kok berasa seperti musuhan ya?" Calista membatin di dalam hati, dengan mata yang sesekali melirik ke arah Arick yang terlentang di atas ranjang dengan kaki yang masih menapak ke lantai. Entah apa yang ada dalam pikiran pria itu sekarang.
Setelah selesai dengan urusan wajah dan rambutnya, Calista berdiri dan menatap ke arah Arick yang masih setia dengan mata yang menerawang ke atas langit-langit kamar.
Calista, menghampiri Arick dengan sedikit ragu,
"Kak, boleh minta tolong?" ucap Calista lirih.
"Emm," sahut Arick, singkat dan melirik sekilas dengan ekor matanya.
"A-aku mau mandi, boleh minta tolong bukain resleting gaun Lista? tanganku tidak sampai ke belakang," suara Calista terdengar gemetar.
Arick bangkit duduk dan langsung menatap ke arah Calista yang langsung menundukkan kepalanya sambil menggigit bibirnya.
"Sini!" seperti biasa Arick berbicara dengan singkat dan datar.
Dengan kaki yang gemetar, Calista berputar membelakangi, Arick suaminya.
Arick dengan susah payah menelan ludahnya begitu melihat punggung Calista yang mulus. Akan tetapi dia berusaha untuk menahan hasratnya untuk mengecup punggung Calista yang sebenarnya sudah sah, sah aja dia lakukan.
"Sudah!" celetuk Arick yang membuat Calista terjengkit kaget, karena wanita itu sempat melamun dan merasa tegang, ketika tangan pria itu mulai menyentuh resleting gaunnya tadi.
"Te-terima kasih, Kak!" Calista dengan cepat langsung melangkah ke kamar mandi, meninggalkan Arick yang langsung menghempaskan tubuhnya kembali ke atas ranjang sambil mengelus-elus dadanya dan berkali-kali mengembuskan napasnya. Untuk apa? untuk menetralisir hasrat yang tadi sempat menghampiri otaknya.
Arick bangkit duduk kembali ketika dia mendengar ponselnya berbunyi. Yang dari bunyinya dapat dipastikan kalau itu adalah bunyi pesan masuk.
Matanya terbelalak ketika melihat nama Arend yang sedang mengirimkan pesan padanya. Arick sontak buru-buru untuk membuka pesan saudara kembarnya.
"Happy wedding my best brother. Semoga bahagia selalu dan langgeng sampai maut datang menjemput. Kalau maut sudah datang menjemputmu, aku akan dengan senang hati menggantikanmu," isi pesan Arend yang diakhiri dengan emoticon, tertawa yang mengeluarkan air mata.
"Brengsek!" umpat Arick dalam hati. Kemudian dia langsung menelepon saudara kembarnya seraya berpindah ke balkon kamar hotel.
"Hei goblok, kamu lagi doain aku atau mengutukku untuk cepat mati?" bentak Arick ketika terdengar suara Arend yang menyapanya .
"Aku bercanda, bro. Gak usah bawa ke hati!" sahut Arend disertai dengan kekehen yang terdengar jelas di telinga Arick.
"Kamu dimana? pulang sekarang! aku mau marah-marah!" balas Arick lagi.
"Uhh, takut! jujur amat sih, Rick. Aku kan jadi takut buat pulang. Takut diamuk sama kamu."
"Arend! aku tahu ini semua rencana kamu! kenapa kamu melakukan ini semua, hah? bukannya kamu mencintai Calista?"
Terdengar helaan napas berat dari ujung sana.
"Karena aku tahu, kalau cinta itu tidak harus memiliki, Rick. Aku akan menjadi orang yang paling egois kalau aku tetap memaksakan untuk menikah dengan dia. Karena apa? karena tidak ada namaku sama sekali, di hatinya. Yang ada hanya namamu," Jawab Arend, lirih.
"Tapi seiring berjalannya waktu, dia pasti akan mencintaimu, Rend. Kenapa kamu jadi putus asa begini sih? ucap Arick, kesal.
"Aku yakin tidak! dia tidak akan bisa mencintaiku. Karena buktinya selama ini, aku selalu ada untuknya, mulai dari kecil sampai kita dewasa, tapi dia sama sekali tidak bisa jatuh cinta padaku, Rick. Dia memang terlahir untukmu, bukan untukku. Ingat! dulu waktu dia lahir, Om Calvin menanyakan kamu, mau tidak jadi menantunya, dan kamu menjawab iya kan?Jadi sebagai laki-laki sejati kamu harus bertanggung jawab dengan apa yang kamu iyakan."
"Hey, kamu yang logis dong kalau berbicara. Aku mengiyakan karena belum tahu apa itu menantu. Jangan kamu jadikan itu untuk menyudutkanku! ucap Arick, kesal dan ditanggapi dengan suara kekehan dari ujung sana.
"Kamu mengatakan, kalau cinta tidak bisa dipaksakan dan tidak harus memiliki, bukannya sekarang yang kamu lakukan ini egois? bagaimana mungkin kamu membiarkan wanita yang kamu cintai, menikah dengan pria yang tidak mencintainya. Apa kamu kira dia akan bisa bahagia dengan kondisi seperti itu? aku benar-benar tidak mengerti jalan pikiranmu," sambung Arick kembali
"Rick, aku tahu kamu. Kenapa aku merelakannya untukmu, karena aku yakin kalau kamu tidak akan menyakitinya, sekalipun kamu mengatakan tidak mencintainya. Kamu tahu, tanpa kalian tahu, tadi aku mendengar semua pembicaraan kalian ketika papa dan mama membujukmu untuk menggantikanku. Seandainya tadi kamu tidak menyetujui menikah dengan Calista, dan membiarkan Kama yang menggantikan, saat itu aku pasti akan muncul . Aku tidak rela dia dengan Kama, aku lebih rela kalau dia denganmu,"
Mata Arick membesar dengan sempurna. Kekesalannya semakin bertambah begitu mendengar pengakuan dari mulut Arend. Bila Arend ada di depannya, sudah dipastikan satu pukulan akan melayang ke wajah adiknya itu.
"Kamu benar-benar gila, Rend. sumpah! kenapa bisa tidak ada orang yang tahu kalau kamu masih ada di tempat pernikahan? kalau aku kamu masih ada di tempat, aku lebih baik menolak, supaya kamu muncul. Sekarang aku gak mau tahu, kamu harus pulang ke rumah dan kita selesaikan urusan kita besok di rumah." titah Arick.
"Maaf, aku tidak bisa. Kalau kamu mau marah, silahkan, aku tidak peduli. Sekarang aku mau menyendiri dulu, untuk menenangkan diri. Aku akan pulang setelah aku bisa menguasai diriku untuk bersikap biasa di depan kalian berdua," dari nada suara Arend, Arick yakin kalau sekarang adiknya itu sedang berusaha menahan diri untuk tidak menangis.
"Sampai kapan, Rend? apa kamu tidak akan merindukanku? selama ini kita selalu bersama, walaupun aku tidak memungkiri kalau kita sering bertikai, gara-gara aku selalu mengabaikan Calista. Tapi__"
"Stop, jangan dilanjutkan lagi! bagaimanapun cara kamu membujuku, aku tidak akan pulang. Aku tutup dulu teleponnya, sampaikan permintaan maafku pada Calista. Sekali lagi, semoga kalian berdua bahagia. Ingat, buat keponakan- keponakan lucu buatku, bye!" Arend menyela ucapan Arick dan langsung mencerocos tanpa jeda, kemudian dia langsung memutuskan panggilan secara sepihak.
"Hey, Arend! aku belum selesai bicara, bego!" teriak Arick, kesal.
"Haish, benar-benar cari mati nih orang. Matiin telpon tak bilang-bilang!" Arick menggerutu, sambil melangkah untuk masuk kembali ke dalam kamar.
Begitu dia masuk kamar, matanya langsung bersirobok dengan mata Calista. Untuk beberapa saat mereka saling menatap, sebelum akhirnya Calista menyerah dan langsung menundukkan kepalanya.
Tbc
Jangan lupa buat tetap ninggalin jejak ya, guys. Tekan like, vote dan komen. Thank you
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
C2nunik987
serba salah iahhh menanggapi perasaan arend dan Calista.....slg rela berkorban demi keutuhan keluarga dan bisinis keluarga 🙈🙈🙈
2024-06-27
0
M Reval
iejej
2024-04-30
0
epifania rendo
arend semoga dapat jodoh yang lebih baik
2023-06-24
0