"Tu- Tuan, bukankah Anda yang tadi malam sudah membantuku?"
Arend tidak menjawab sama sekali. Dia justru menatap Alena dengan intens, hingga membuat Alena grogi, dan melihat pada tubuhnya, melihat apakah ada yang salah pada tubuhnya.
"Kamu sepertinya punya hobby diusir ya?" sindir Arend, membuat mata Alena membesar dengan sempurna, kesal dengan tuduhan Arend yang tidak beralasan.
"Apa lagi kali ini? apa kamu tidak bisa bayar pakaian yang kamu belanjakan?" sambung Arend kembali, membuat Alena mengepalkan tangannya.
"Maaf Tuan, aku juga tidak menginginkan hal ini. Aku tidak sedang berbelanja, tapi aku bekerja di sini. Tapi sekarang aku dipecat karena ... astaga! aku lupa aku harus pulang. Maaf Tuan aku pergi dulu." Alena berlari menuju motor bebeknya dan melakukan motor itu.
Arend menggelengkan kepalanya dan memutuskan untuk tidak memperdulikan apa yang terjadi pada wanita yang tidak dia ketahui namanya itu.
Arend masuk kembali ke dalam mobilnya dan langsung meninggalkan tempat itu untuk menuju tempat yang ingin dia kunjungi sebelumnya.
"Hei bukannya itu perempuan tadi? ngapain dia ada di sana?" batin Arend ketika melihat Alena yang duduk berjongkok di samping motornya.
Arend menepikan mobilnya, lalu menurunkan kaca mobilnya.
"Hey, kenapa kamu berjongkok di sana?"
Alena mengangkat wajahnya, yang ternyata sudah bersimbah air mata. Dia kemudian bangkit berdiri dan langsung mendekati Arend.
"Tuan, ban motor saya pecah, karena kena paku. Padahal aku sangat terburu-buru ingin cepat sampai ke rumah." ucap Alena di sela-sela isak tangisnya.
Arend menyembulkan kepalanya untuk melihat apakah yang diucapkan Alena benar atau tidak.
"Masalah begitu saja kenapa kamu harus menangis? di depankan ada bengkel, kamu cuma mendorongnya sedikit,kan beres."
"Masalahnya bukan sesederhana itu, Tuan. Anak saya demamnya tiba-tiba naik sangat tinggi. Karena itu lah aku ingin pulang cepat, tapi harus berujung dipecat. Aku mau bawa anak saya ke rumah sakit, Tuan. Bolehkah? sekali ini anda menolongku?" mohon Alena dengan mengatupkan tangannya di depan wajah Arend.
Arend tidak langsung menjawab, dia melihat ke arah manik mata Alena terlebih dulu untuk melihat apakah wanita di depannya itu berbohong atau tidak.
"Baiklah! kamu masuk ke dalam mobil!" ucap Arend ketika melihat tidak ada kebohongan di mata wanita yang ada di depannya itu.
"Tapi Tuan bolehkah motor saya, di masukkan ke dalam mobil anda juga, karena motor itu juga sangat aku butuhkan, buat cari pekerjaan lainnya,"
"What? di saat seperti ini kamu masih memikirkan motor kamu? kamu naik saja Dulu, nanti aku akan suruh anak buahku untuk membawakan motor kamu kembali."
Alena pun langsung masuk ke dalam mobil, dan Arend langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Sedangkan Alena masih sibuk menatap ke belakang, tepatnya ke arah motornya.
"Dimana rumahmu?" tanya Arend. memecah keheningan.
Alena pun menyebutkan alamatnya dan Arend sekarang menambah kecepatan ketika dia sudah mendapatkan alamat wanita di sampingnya.
"Kamu tidak perlu khawatir akan motormu. Kalaupun hilang, nanti aku akan menggantinya." ucap Arend datar dan tetap fokus melihat jalanan di depannya.
"Dimana suamimu? apa dia tidak ada tanggung untuk membawa anak kalian berdua ke rumah sakit?"
"Aku tidak punya suami," jawab Alena lirih.
"Oh apa suamimu sudah meninggal atau kalian sudah bercerai. Seandainya bercerai pun, dia tidak seharusnya kan melepaskan tanggung jawab sebagai seorang ayah."
Alena menghela napasnya, memutuskan untuk diam saja, dan tidak menanggapi ucapan Arend. Karena menurutnya percuma saja, karena dia yakin kalau pemuda di sampingnya itu tidak akan percaya, seperti orang lain.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Arend akhirnya memutuskan tidak hanya mengantar Alena pulang, tapi dia juga mengantarkan Alena beserta anaknya serta Sarni ke rumah sakit terdekat.
Sepanjang jalan, bayi usia setahun itu tidak berhenti menangis. Pipi serta tangan bayi itu memperlihatkan adanya bintik-bintik merah, dan Arend takut kalau bayi itu sedang mengalami demam berdarah. Arend pun memasukkan headset ke dalam telinganya dan menghubungi seseorang untuk bersiap-siap menyambut mereka di depan rumah sakit.
"Kamu jujur, sebenarnya sudah berapa hari anak kamu demam?" tanya Arend sembari mengemudikan mobilnya.
"Sebenarnya hari ini adalah hari ketiga, Tuan! Kemarin-kemarin demamnya naik turun , naik turun saja. Emang kenapa, Tuan?"
"Tidak kenapa-kenapa. Ayo turun!" ucap Arend yang tiba-tiba sudah menghentikan mobilnya di depan rumah sakit besar.
"Tuan kenapa harus ke sini? di sini pengobatannya sangat mahal Tuan. Aku tidak punya uang banyak," tolak Alena.
"Kamu turun dulu! anak kamu butuh penanganan yang cepat sebelum terlambat. Masalah biaya nanti kita pikirkan,"
Alena masih ragu untuk turun, sampai Arend menarik paksa dirinya untuk turun. Arend sendiri bingung kenapa dia ingin menolong wanita itu, padahal sampai sekarang dia sendiri belum tahu siapa nama wanita itu.
"Tuan Arend, ada yang bisa kami bantu?" tanya seorang dokter yang didampingi oleh beberapa perawat.
"Tolong kalian tangani anak ini secepatnya!" titah Arend yang langsung diangguki kepala oleh dokter itu. Sehingga menimbulkan tanda tanya tentang siapa pria itu sebenarnya di dalam hati Alena. Tiba-tiba matanya membesar, begitu mengingat siapa pria yang telah berkali-kali menolongnya itu.
"Tunggu dulu! aku ingat siapa anda. Aku ingat kalau aku pernah melihat anda di televisi. Anda ini salah satu putra kembar dari Tuan Aby, pemilik perusahaan Bagaskara kan? dan rumahnya sakit ini adalah milik keluarga anda." celetuk Alena yang hanya ditanggapi dengan wajah datar Arend.
"Apa anda membawa anak saya ke sini untuk menambah pendapatan dari rumah sakit ini? Anda salah target, Tuan. Aku tidak punya banyak uang."
Arend memutar bola matanya, berdecak sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, merasa kesal dengan sikap Alena yang mencurigainya.
"Bisa tidak kamu jangan terlalu mencurigai orang lain? apalagi kalau orang itu berniat menolongmu."
Alena terdiam, apalagi ketika melihat sorot mata bude Sarni yang menghunus tajam ke arahnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Demam berdarah, Dok? apa sangat parah, Dok?" tanya Alena dengan raut wajah yang hampir menangis.
"Untungnya belum terlalu parah, karena langsung dibawa ke rumah sakit. Seandainya Mbak menunda untuk membawanya rumah sakit, kemungkinan bisa akan semakin parah, bisa sampai menimbulkan pendarahan. Yang sekarang dibutuhkan adalah untuk menaikkan trombositnya saja." jelas dokter itu dengan detail.
"Jadi bagaimana keadaan anak saya sekarang, Dok?"
"Untuk sekarang, masih bisa terkendali. Tapi kita akan melakukan pengecekan trombosit setiap 4- 6 jam sampai trombositnya normal," jelas dokter itu lagi.
"Kalau boleh tahu, biaya perawatannya bisa sampai kena berapa, Dok,"
Dokter itu tersenyum dan langsung melirik ke arah Arend yang tetap memasang wajah datar.
"Mbak tenang saja, semua biaya sudah ditanggung oleh Tuan Arend. Kalau begitu saya permisi dulu, Mbak. 4 jam ke depan nanti saya akan datang lagi,"
Dokter itu langsung beranjak pergi, setelah Alena menganggukkan kepalanya demikian juga dengan Arend.
"Sekali lagi, terima kasih Tuan!" Alena membungkukkan tubuhnya di depan Arend dan Arend hanya menganggukkan kepalanya sebagai tanggapan.
"Bude, aku ke toilet sebentar ya," ucap Alena yang langsung pergi setelah mendapat izin.
"Hmm, Bu kenalin aku Arend."
"Sarni! panggil saja bude Sarni."
"Aku mau tanya, dimana papanya anak itu? kenapa dia tidak ada di saat anaknya sakit? apa mereka berdua sudah bercerai?" tanya Arend, beruntun, hal yang dia sendiri bingung kenapa dia ingin tahu banyak tentang Alena.
"Oh, sebenarnya bayi itu bukan anak Alena, Tuan. Alena belum pernah menikah dan hamil." jawab Sarni yang membuat kening Arend seketika berkerut bingung.
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
C2nunik987
Arend bakal jth hati ma Alena Krn kebaikan hatinya merawat baby yg dia temuin di dpn pintu rumahnya....Ivan anak angkat Alena...
🍼😍🍼
2024-06-27
0
epifania rendo
akhirnya alena tau juga
2023-06-24
0
Oi Min
Calon jodohmu itu gadis tangguh..... Kek nenekmu Rend......
2022-03-27
0