### Bab sebelumnya ...
Hampir 2 jam berlalu, Arfan masih belum menyelesaikan apa yang sudah sejak tadi dia kerjakan. "Ya ampun, nikmat banget," ujarnya saat dia berhasil mencapai puncak entah ke berapa.
"Aku mau lagi"
Laki-laki itu hanya memberi jeda waktu kurang lebih 5 menit, lalu melakukan lagi kegiatan olahraga malamnya bersama istrinya.
"Mas ... aku ... capek"
"Satu kali. Janji"
Tanpa mempedulikan wajah Arini yang pucat, Arfan memasukkan kembali 'mainan' nya untuk bertemu dengan 'teman baru' milik Arini. Sepertinya, 'mainan' nya sangat bahagia karena lama sekali untuk pergi dari rumah milik 'teman baru'.
Setelah benar-benar puas, Arfan langsung turun dari ranjang dan mengenakan celana pendeknya. Dia menuju kamar mandi. Terdengar suara air shower yang menandakan ia sedang mandi.
"Syukurlah," gumam Arini setelah dia sedikit sadar. Dia menaikkan selimut hangat untuk menutup tubuh nya yang polos.
Klik
Pintu kamar mandi terbuka. Dan tanpa Arini duga, Arfan langsung keluar dari kamar. Laki-laki itu meninggalkan Arini tidur sendirian di ranjang dan kamar yang masih gelap gulita. "Ya Allah, Mas Arfan ... hiks," lirih wanita dengan air matanya yang jatuh mengenai bantal dan selimut. "Tega kamu, Mas"
Arini tidak bisa memejamkan matanya untuk tidur, melainkan hanya menahan air matanya yang terus jatuh mengenai pipi nya. Dia tidak menyangka, suaminya akan keluar dari kamar itu setelah berhasil berhubungan intim suami-istri. "Kuatkan hati hamba, Ya Allah". Dia terus menguatkan hatinya, jika kejadian tadi tidak sama seperti dua tahun lalu.
*_____*
Satu minggu berlalu, Arfan tidak ragu untuk tidur dengan istrinya. Sayangnya bukan tidur yang artinya sepasang suami istri yang saling memeluk dan memejamkan mata berharap mimpi indah datang. Arini tidak merasakan mimpi yang selalu dia harapkan saat dirinya belum menikah. Arfan selalu meminta hak nya hampir setiap malam. Dan setelah puas, laki-laki itu langsung pergi menuju kamarnya sendiri di lantai dua. Sungguh, hal itu sangat menyakitkan bagi Arini.
"Aku bukan pel*cur, Mas," ujar Arini saat suaminya masih berada di atas tubuhnya setelah olahraga malam yang hanya dilakukan oleh Arfan. Perasaan wanita itu seakan-akan mati. Dia hanya bisa diam saat suaminya melakukan semua hal yang ia mau pada tubuh nya.
"Hmmm," jawaban Arfan seperti itu yang selalu didengar setiap pernyataan yang keluar dari mulut manis dan bengkak milik Arini akibat ulah, kalian pasti tahu siapa pelakunya.
"Stop, Mas," lirih Arini. Dia merasakan sakit di seluruh tubuhnya dan hatinya.
Mungkin esok hari, tubuh Arini akan sehat dan bugar lagi. Tetapi, apakah hatinya akan sembuh setelah malam ini berganti pagi? tidak, itulah jawabannya.
Seperti malam ini, Arini meringkuk di pinggir ranjangnya setelah sang suami keluar dari kamar kurang lebih, 15 menit yang lalu.
"Aku ... aku ... baik kan? dia ... dia ... suami ku ... bukan ... hiks ... bukan ... orang lain," Arini selalu mengatakan hal yang sama setiap selesai melaksanakan tugasnya sebagai istri.
"Malam ini ... bukan .... malam itu kan?," dia selalu berusaha menyadarkan dirinya, jika malam ini dan malam dalam seminggu terakhir, berbeda dengan malam ketika dua tahun telah berlalu.
Tok tok tok
"Aku mau makan," ucapan suaminya di balik pintu kamar Arini, mengharuskan dirinya untuk mandi besar. Cepat.
"Iy ... ya, Mas," meski sangat pelan, Arini tetap menjawab. Yahhh, dia tidak yakin Arfan akan mendengar suaranya yang sudah habis karena menangis dan ... [kalian pasti tahu kan?]
Di dalam kamar mandi, Arini menggosok seluruh tubuhnya dengan sedikit keras. Sehingga bukan hanya bekas cium*an suaminya yang tertinggal, melainkan bekas gosokan nya yang memerah. Dia berusaha menahan air matanya untuk tidak jatuh lagi. Sudah cukup, dia tahu jika suaminya menduakan nya, dan sekarang dia seperti pel*cur untuk Arfan. "Astaghfirullah ... Ya Allah," ucapnya dalam hati sambil memejamkan matanya.
Setelah mandi, Arini langsung menuju dapur. Dia sangat senang, Sejak malam pertama mereka, yahhh meski bukan benar-benar melakukan hubungan suami-istri saat malam pernikahan mereka dulu sekitar 5 bulan yang lalu, Arfan mau makan masakan yang dibuat istrinya.
Sekilas dari arah dapur, Arini melihat suaminya sedang menonton televisi. Jik pendengarannya tidak salah, acara berita tengah malam menjadi pilihan channel yang dilihat Arfan. Wanita tersenyum, entah kenapa dia selalu tersenyum walaupun hatinya tidak. "Kita seperti pasangan suami-istri yang normal ya, Mas," gumamnya sendiri sambil mengambil nasi hangat dari rice cooker yang menunjukkan lampu orange yang berarti sudah matang.
"Mas, makan malam dulu"
Ada nasi hangat, tempe goreng, sayur rebus seperti lalapan, telur dadar dan sambal terasi. Menu yang sangat sederhana dan sangat nikmat.
"Kamu tidak minum obat penunda kehamilan kan?," tanya Arfan setelah menghabiskan nasi di piring yang sudah ia ambil kedua kalinya.
"Ga kok, Mas"
"Bagus. Setidaknya, jika nanti kita cerai. Keluarga besar kita masih bisa bahagia sebab ada anak diantara kita berdua. Jadi, aku tekankan kamu bukan pel*cur yang selalu kamu ucapkan setiap kita melakukan hubungan badan. Paham?"
Arini hanya menganggukkan kepalanya saja. Entah kenapa, nasi di dalam mulutnya sangat sulit untuk ia telan.
"Mas?"
"Hmmm?"
Ada keraguan dalam diri Arini, buktinya dia terus memandang ke arah piring.
"Apa?"
"Mas, ga tidur sama ... Mbak Sonya?"
Akhirnya, pertanyaan itu berhasil dia ucapkan. Arini menggigit bibir bawahnya karena dia gugup, bagaimana jawaban yang suaminya berikan.
"Ini rumahku, jadi terserah aku mau tidur di mana"
Arfan meletakkan sendok dengan cukup keras. "Dan satu lagi, cukup panggil Sonya. Kamu adalah istri pertamaku, jadi Sonya memang harus menghormatimu."
"Istri pertama? Ya Allah, ingin rasanya aku mendengar Mas Arfan bilang kalau aku adalah istri satu-satunya, bukan istri yang diduakan." Arini berusaha tidak menangis di depan makanan, tidak baik. Itu yang selalu diajarkan Ayahnya. Kita harus selalu bersyukur, berapa dan bagaimanapun rezeki yang Allah berikan.
"Kamu bilang apa?." Arfan tidak mendengar ucapan istrinya yang sangat pelan.
"Tidak ada, Mas"
"Tidurlah"
"Iya, Mas. Hmmm, selamat tidur"
"Sel ... selamat tidur," balas Arfan yang sedikit gugup. Mungkin karena tatapan mata yang teduh milik istrinya.
Ucapan selamat malam yang sederhana itu tapi indah, menurut Arini. Dia tidak berhenti untu terus tersenyum. "Mas Arfan kok lucu gitu sih," dia tertawa geli saat melihat wajah suaminya yang gugup.
❤️❤️❤️ Macan
Aku mau ikut lomba, semoga lolos ya 😁✌️
Dukung aku :]
Follow, Like dan comment ya ....
Aku masih pemula teman-teman. Semoga kalian suka ya.
Tunggu kelanjutan cerita MATAHARI TERBENAM DENGAN CINTA ya. Jangan lupa mampir di novel aku lainnya, AYAH UNTUK ARLAN, CINTA PERTAMA
############################################
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments