--- Bab sebelumnya ---
### Rumah Jacob ###
"Assalamualaikum", Jacob membuka pelan pintu rumah nya. Rumah itu adalah hasil dari menabung selama dia bekerja bersama sahabatnya, Arfan.
"Waalaikumsalam", jawab salam dari suara yang lembut. Perempuan cantik nan anggun menghampiri suaminya, Jacob.
"Bagaimana Mas? Kak Arfan baik-baik saja kan"
"Yah begitulah, kamu tau sendirilah bagaimana dia kalau sifat keras kepalanya masih bersarang dalam dirinya itu", gerutu Jacob sambil memeluk pinggang istrinya, Farah menuju kamar mereka.
"Coba kamu nasihat lagi pelan-pelan Mas", Farah mengenal Arfan karena suaminya. Sahabat suaminya sering main di rumah ini, entah itu catur atau PlayStation, kadang-kadang Arfan ikut menjaga putranya, Jef Candra. Namanya yang singkat. Siapa lagi kalau bukan bapaknya yang membuat nama itu.
"Biar putra kita ga lama nulis namanya di ujian sekolah nanti, terus tidak menderita menjadi murid di urutan pertama atau terkahir, Jef kan namanya di tengah-tengah, jadi aman. Hehehehe", ujar Jacob ketika pemberian nama pertama untuk putra pertamanya.
"Oh ya sayang, besok kamu ga ada acara kan? besok kita main-main yuk ke rumah Arfan. Sekalian kamu kenalan sama istrinya. Teman baru gitu"
"Wahhh, boleh banget Mas", Farah tersenyum manis kepada suaminya.
*__*
Sesampainya di rumah, Asraf menuju ke dapur untuk menyegarkan tenggorokannya yang terasa kering.
“Dia di mana?”, gumamnya sambil meletakkan gelas kosong di atas meja makan. Laki-laki tampan itu membuka tudung warna biru di atas mejanya.
“Wahhh, makanan enak nih. Dah lama aku ga makan ala-ala makanan rumahan”, ketika dia mulai mengambil cumi-cumi goreng, dia mengingat sesuatu.
“Tunggu! aku kan ga ada pembantu. Jangan-jangan dia yang masak semua makanan ini?”, dia berperang dengan keegoisan dan cacing-cacing di dalam perutnya.
“Makan … tidak … makan … tidak … makan. Yes, makan”, akhirnya semua makanan telah habis tanpa sisa, untung saja Arini sudah makan duluan.
Setelah merapikan meja makan, bukan membersihkan meja ya, tapi menghabiskan semua makanan di atas meja, hahahaha. Arfan menaiki anak tangga yang terasa sangat lama, ada berapa anak tangga ya? Entahlah.
Setelah perjuangan yang cukup melelahkan, sebab perut kenyang dan mata mengantuk, konsentrasi pada pikiran mulai memudar, Arfan berhasil masuk ke dalam kamarnya di lantai atas. Kasur … mana kasur … hehehehe.
“Oke, kita mandi, sikat gigi, dan sleep.”, masuk ke dalam kamar mandi, dan … ada beberapa potong pakaiannya yang, kotor. Hahhh, biasanya ada pembantu yang hanya datang setiap hari namun tidak menginap. Namun, karena dia telah menikah, Mama tercintanya meminta pembantu itu bekerja di rumah utama (rumah keluarga Arfan Anggara). Kenapa ya? Hanya Mama Risa yang tau.
“Ya ampun, baju-baju ini. Aku ga mau mandi di sini, maka aku harus mandi di …”, tanpa berpikir lagi, Arfan langsung turun ke lantai bawah dan masuk ke dalam kamar tamu.
Dia memutar pelan handle pintu.
“Syukurlah tidak terkunci”, masuk perlahan. Namun, langkahnya berhenti ketika memandang sesuatu yang tidak bisa dihindari oleh kedua mata Arfan.
Seorang gadis cantik, Arini, tertidur dengan sangat lelap di atas kasur yang tidak terlalu besar (dibandingkan dengan kasur di kamar Arfan). Arini tidur menghadap ke arah pintu kamarnya, ups salah, dia menghadap ke arah Arfan, si singa lapar (padahal baru selesai makan, hehehe). Laki-laki itu tidak bisa memalingkan arah matanya yang masih tertuju kepada Arini yang mengenakan pakaian tidur yang se*y di matanya, dan lihatlah, lekukan tubuh yang sangat indah.
“Aku ingin …”, Arfan tidak melanjutkan pikiran nakalnya. Dia segera masuk ke dalam kamar mandi untuk menuntaskan ‘sesuatu’ yang baru saja terjadi di dalam tubuhnya, gara-gara istrinya nih pasti. Hahahaha.
“Hus … hus … hus … mandi … mandi”
“Euuhhh”, lenguhan pelan keluar begitu saja dari mulut Arini.
“Oh ****, Sonya jauh lebih se*y, tapi kenapa dia sangat … argghhhh”. Arfan memegang kepalanya, frustasi. Pikirannya sudah tidak terkendali.
Oh ya, sejak menikahi istrinya, Arfan tidak bisa mengucapkan nama sahabatnya lagi, Arini. Dia merasa, entahlah.
Setelah berendam di dalam bathub hampir 1 jam, Arfan keluar dari kamar mandi sambil menggosok pelan rambut basahnya. Lho kok basah? Dia habis menenangkan sang mainan kecilnya untuk bobok lagi. Hahaha, ‘mainan’-nya ingin mempunyai teman mainan baru selain, mainan ‘sab*n’.
“Ayo keluar dari sini dulu, dan kita …”, sebelah mata Arfan memandang lagi tubuh sey Arini yang terlentang.
“Oh, c’mon “, dia stress lagi. Bagaimana tidak? Hampir seluruh paha Arini yang mulus dan putih bersih itu memenuhi penglihatan Arfan.
Tanpa membuang waktu lagi, Arfan langsung berlari ke arah pintu dan menutupnya dengan pelan. Dia berjalan dengan tergesa-gesa ke lantai atas menuju kamarnya. Dia harus segera menjauh dari kamar itu sebelum terlambat, eh maksudnya sebelum ‘mainan’-nya memaksanya untuk berkenalan dengan ‘mainan’ baru milik istrinya.
Sepanjang malam yang dingin dan panas (khusus Arfan), seorang laki-laki yang terbaring di atas ranjangnya, tidak bisa memejamkan kedua mata indahnya.
Hingga panggilan kepada umat muslim sebagai tanda untuk menjalankan sholat shubuh, Arfan tidak bisa tidur nyenyak. Dia segera berjalan dengan gontai ke dalam kamar mandi untuk menunaikan ibadahnya.
Arfan memang tidak terlalu mengerti agama, tetapi dia selalu menjaga sholat 5 waktu, sholat shunnah (bila sempat), dan amalan ibadah lainnya. Oleh karena itu, dia ingin segera menikahi Sonya, agar dia tidak melewati batasan sebagai laki-laki dan perempuan. Arfan sangat menjauhi kontak fisik dengan perempuan manapun, termasuk Sonya dan sahabatnya, Arini. Dia menjaga kehormatan wanita karena dia dilahirkan dari seorang perempuan, Mama Risa, dan mempunyai saudara perempuan yang sangat dia sayangi, Kakak Ratih.
“Allahu Akbar”, Arfan sholat sendirian di dalam kamarnya, meski kini dia sudah menikah.
.
.
.
.
.
“Assalamualaikum warrahmatullah”, Arini baru saja menyelesaikan ibadah shubuhnya. Gadis itu sangat berharap bisa sholat berjamaah bersama Arfan sebagai suaminya.
Dulu ketika mereka masih bersahabat, terkadang Arfan mengimami keluarganya dan Arini yang kebetulan bermain di rumahnya. Suara yang sangat merdu mampu menggetarkan hati Arini. Di dalam hatinya, dia berharap, suatu saat nanti dia bisa sholat berjamaah dengan sang pujaan hati serta keluarga kecilnya (apabila Allah mempersatukannya dengan Arfan dalam ikatan pernikahan). Ternyata Allah mengabulkan do’a Arini. Dan kali ini sang Pencipta menguji keteguhan cinta Arini kepada suaminya, Arfan.
“Ya Allah, Ya Rabb, Ampunilah dosa ku, dosa suamiku, dosa kedua orangtuaku, dosa mertuaku dan dosa orang-orang yang hamba sayangi. Jadikahlah pernikahan hamba menjadi pernikahan yang senantiasa selalu dalam ridho-Mu. Amin “, Arini meneteskan air matanya dan bersujud sambil menangis hingga membasahi sajadahnya.
Sedangkan di dalam kamar Arfan, laki-laki itu sedang …
“Arin, aku menyayangimu sebagai sahabatku. Aku tidak bisa mengubah itu semua. Aku mempunyai cintaku sendiri, dan itu bukan kamu”, ucap Arfan yang sedang berdiri di balkon kamarnya sambil melihat sedikit cahaya matahari yang mulai menampakkan dirinya dari jarak yang cukup jauh.
“Aku lebih suka matahari terbenam”, tanpa mereka sadari, Arfan dan Arini mengucapkan kalimat yang sama, namun di tempat dan situasi yang berbeda. Arini? Dia sedang melihat-lihat foto lama persahabatannya dengan sang suami ketika ulang tahun mereka yang ke-17 tahun di sebuah pantai yang terkenal di kota itu.
❤️❤️❤️ Macan
Aku mau ikut lomba, semoga lolos ya 😁✌️
Dukung aku :]
Follow, Like dan comment ya ....
Aku masih pemula teman-teman. Semoga kalian suka ya.
Tunggu kelanjutan cerita MATAHARI TERBENAM DENGAN CINTA ya. Jangan lupa mampir di novel aku lainnya, AYAH UNTUK ARLAN, CINTA PERTAMA
############################################
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
kK
arfan deh hrsnya...🤭
2021-12-29
0