### Bab sebelumnya …
“Tu pel, Ma”
“Kalo ga lihat anak gue pegang perutnya, gue kira nih, Jef nunjuk alat pel-pel an. Itu pel” Jacob gemas sendiri dengan putranya. Dia mengarahkan kepalanya ke perut putranya.
“Hahahahah” Tawa Jef memberikan warna baru di apartemen bagi pengantin baru.
Jacob juga mencium sekilas kening istinya.
Arini tersenyum melihat kebahagiaan keluarga kecil itu.
“Andaikan aku dan Mas Arfan bisa bahagia kayak gitu, terus punya anak yang lucu. Pasti aku dan Mas Arfan bahagian banget. Ayah, Bunda, Papa dan Mama juga bahagia. Tapi, apa itu mungkin akan terjadi. Jika, pernikahanku sekarang seperti ini.” Gumam Arini dengan senyuman yang masih terukir indah di bibirnya, namun matanya menyiratkan kesedihan.
Arfan melihat ekspresi istrinya.
“Aku tahu kamu tidak bahagia dengan pernikahan ini, Arini. Tetapi, aku tetap tidak bisa berpura-pura bahagia seperti kamu.” Arfan berusaha tetap tersenyum, agar tidak ada yang tahu tentang kenyataan dari kehidupan pernikahannya.
Yahhh, walaupun Jacob dan mungkin istrinya juga tahu, bagaimana kehidupan sepasang sahabat dari kecil yang berakhir dengan sebuah pernikahan karena perjodohan dari dua keluarga mereka.
*__*
Setelah sarapan pagi bersama,Jacob, Jef dan Arfan duduk bersama sambil menonton televisi kartun anak-anak yang sangat digemari meski tahun sudah berganti. Tokoh kartun si kotak kuning yang lucu berhasil membuat Jef tertawa kegirangan.
Arini dan Farah masih beres-beres di dapur, dan membuat hidangan penutup yang cukup mudah dibuat.
"Arini?"
"Iya?," Kinan menoleh ke arah Farah yang memanggilnya.
"Kata Mas Je, kamu udah kenal sama Kak Arfan sejak kecil ya? Sahabat kah?"
"Mas Je? Siapa?"
"Hehehe, panggilan ku ke Mas Jacob, ehem, panggilan sayang gitu." perempuan yang memanggil suaminya dengan panggilan Mas Je, tersenyum malu.
Arini ikut tersenyum.
"Romantis sekali. Kapan ya aku sama Mas Arfan punya panggilan sayang seperti Jacob dan Farah." ucapnya di dalam hati.
"Arini? Melamun ya? Kamu belum jawab pertanyaan ku tadi lho."
"Ouh iya"
"Hmmm, kamu benar. Aku dan Mas Arfan sudah bersahabat sejak kecil. Orang tua kita juga kebetulan memang bersahabat sejak masa sekolah mereka, dan tanpa mereka duga, keluarga kami tinggal di daerah perumahan yang sama dan saling berhadapan. Padahal nih ya, orang tua aku dan Maf Arfan dah lama ga saling komunikasi atau ketemu gitu. Mereka senang banget waktu itu. Heheheh"
"Jadi, kamu pasti kenal banget sama Kak Arfan ya?"
"in and out. Hahahah"
Farah juga ikut tertawa.
"Syukurlah, jadi kalian ga malu-malu dong pas malam pertama, iya kan?" Farah usil mencolek lengan teman barunya itu.
Arini hanya tersenyum.
Dia tidak mungkin berbohong tentang kehidupan pernikahan yang jauh dari kata bahagia atau menceritakan dengan jujur kehidupan pernikahan yang tidak seperti ketika dia dan suaminya masih bersahabat.
"Jika aku bisa memilih, lebih baik aku selalu dan selamanya menjadi sahabatmu, Arfan. Aku lebih bahagia jika kamu juga bahagia, walaupun bahagia mu tidak bersamaku"
"Arini? yahhh, kamu melamun lagi ya? Hehehe"
Gadis yang selalu menyembunyikan kesedihannya dengan senyuman.
"Jangan diinget dong malam pertamanya, nanti malam aja reka ulang adegannya. Hahahah"
Suara tawa dua orang perempuan yang sudah menikah itu berhasil mengalihkan tatapan Arfan ke arah dapur dan sedikit melihat Arini yang sedang berdiri, sesekali dia tersenyum dan tertawa.
"Cantik," tanpa sadar Arfan memuji sahabat yang kini sudah ganti status menjadi istri sahnya.
"Terima kasih." Jacob tersenyum mengejek ke arah Arfan.
"Apaan sih lo."
"Udahlah, ngapain sih lo muji istri lo sendiri dari jauh. Puji dia langsung aja, sekalian malam pertama"
Arfan kaget mendengar ungkapan sahabatnya.
"Apa? Kenapa lo kaget? Lo kira gue ga tau kalo lo masih belum nyentuh Arini?"
"Ga, biasa aja"
"Ar, gue kan sering bilang ama lo. Cewek yang selalu pakai pakaian kurang bahan ga sebaik yang lo kira. Si Vano juga sering ngingetin lo juga"
Arfan hanya diam sambil memandang Jef yang sibuk dengan mainannya dan sesekali dia melihat ke arah televisi.
Tidak lama kemudian, Arini dan Farah ikut duduk di karpet bersama suami mereka.
"Arini?"
"Iya?." Arini mengambilkan beberapa potongan jeli untuk suaminya dan tanpa dia sangka, Arfan menerima pemberiannya. Dia tersenyum.
"Kamu suka makanan apa?"
"Hmmm, yang manis dan sedikit asam"
"Pedas?"
"Aku ga suka. Trauma aku"
"Lho? Trauma?"
"Iya, kejadiannya waktu kecil dulu sih"
"Sepulang sekolah ketika kita masih kelas 4 SD?," pertanyaan itu bukan dari Farah, melainkan Arfan.
"Wahhh iya, Ar. Kamu masih ingat aja sih"
Arfan membalas ucapan istrinya sambil menatapnya. "Yaahhh, gimana aku ga ingat. Kamu itu bikin susah dua keluarga tau."
"Hehehe, maaf. Kak Ratih sih, bikin rujak kok pedes banget gitu sih, aku emang suka pedes, tapi kalo level pedes nya Kak Ratih, benci aku. Nih ya, gara-gara rujak itu, aku sampek pingsan ga bisa nafas. Hidung dan tenggorokanku perih dan pedes"
"Untung aja aku ga lagi kemana-mana, jadi aku bisa gendong kamu"
"Hehehe, makasih ya, Ar"
"Tapi nih ya, ada kejadian lucu pas itu. Sumpah aku masih ingat banget kejadiannya. Ketawa terus aku. Hahahah"
"Kejadian apa, Ar?"
"Nah, pas itu ..."
Pengantin baru itu saling mengobrol tentang masa-masa persahabatan mereka dulu. Akhirnya, mereka bisa berbicara santai pertama kali sejak keputusan tentang pernikahan mereka ada.
Farah sengaja mengungkit suatu hal yang bisa membuat pengantin baru saling berbicara. Mereka adalah sepasang suami istri baru nikah tapi saling diam seperti pasangan yang sudah lama menikah karena ada pertengkaran.
"Makasih ya, Sayang." Jacob mencium pipi istrinya.
Laki-laki itu sangat bahagia melihat tawa sahabatnya bersama istrinya. Dia ingin kehidupan pernikahan Arfan selalu bahagia sama seperti dirinya.
Hampir 2 jam di apartemen Arfan, Jacob dan keluarganya pamit untuk pulang.
"Arini? Nanti aku main-main ke sini lagi ya?"
"Boleh pakek banget, Farah. Aku malah seneng banget tau, di sini sepi, jadi kalo ada kamu dan juga si tampan ini, pasti jadi rame." Arini mengusap pelan rambut Jef yang sudar tertidur di gendongan ayahnya.
"Bro, gue pulang dulu ya?" Jacob menjabat tangan sahabatnya dan sedikit menunduk ke arah istri Arfan.
"Yoi, hati-hati di jalan"
"Sip. Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam"
Pintu apartemen tertutup dari arah dalam.
"Mas, ak ..."
Arfan langsung berjalan ke arah tangga dan meninggalkan Arini yang ingin mengatakan sesuatu kepadanya.
"Lebih baik aku berangkat sendiri saja."
"Tapi, aku udah menikah. Ridho suami adalah sumber pahala untuk istrinya. Aku harus ijin kepada suamiku." Perempuan itu berjalan mondar-mandir sambil melihat ke lantai atas.
Suara langkah kaki dari atas, menghentikan kegiatan Arini yang berjalan seperti setrika.
"Lho? Itu apa, Mas? Baju kamu ya?"
Arfan tidak mempedulikan pertanyaan istrinya.
Dengan keberanian, Arini memegang tangan suaminya untuk menahan kepergiannya.
"Mas? Bi ..."
"Lo bisa diem ga sih? HAH?." Teriakan suaminya membuat Arini melepas tangannya di tangan Arfan.
"Maaf, Mas."
*_____*
❤️❤️❤️ Macan
Aku mau ikut lomba, semoga lolos ya 😁✌️
Dukung aku :]
Follow, Like dan comment ya ....
Aku masih pemula teman-teman. Semoga kalian suka ya.
Tunggu kelanjutan cerita MATAHARI TERBENAM DENGAN CINTA ya. Jangan lupa mampir di novel aku lainnya, AYAH UNTUK ARLAN, CINTA PERTAMA
############################################
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
@callm3_macan
hehehehe, makasih sarannya kak, insyaallah S2 udah beda 😁😁😁
2021-12-24
0
Aminah Sinaga
tolong dong...bab sebelumnya jgn ditampilkan lagi cape bacanya...😄😄😄
2021-12-24
0