### Bab sebelumnya ...
"Bro, gue pulang dulu ya?" Jacob menjabat tangan sahabatnya dan sedikit menunduk ke arah istri Arfan.
"Yoi, hati-hati di jalan"
"Sip. Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam"
Pintu apartemen tertutup dari arah dalam.
"Mas, ak ..."
Arfan langsung berjalan ke arah tangga dan meninggalkan Arini yang ingin mengatakan sesuatu kepadanya.
"Lebih baik aku berangkat sendiri saja."
"Tapi, aku udah menikah. Ridho suami adalah sumber pahala untuk istrinya. Aku harus ijin kepada suamiku." Perempuan itu berjalan mondar-mandir sambil melihat ke lantai atas.
Suara langkah kaki dari atas, menghentikan kegiatan Arini yang berjalan seperti setrika.
"Lho? Itu apa, Mas? Baju kamu ya?"
Arfan tidak mempedulikan pertanyaan istrinya.
Dengan keberanian, Arini memegang tangan suaminya untuk menahan kepergiannya.
"Mas? Bi ..."
"Lo bisa diem ga sih? HAH?." Teriakan suaminya membuat Arini melepas tangannya di tangan Arfan.
"Maaf, Mas."
*_*
"Mas? Bi ... ar .. a .. ku yang cu ... ci," ucapan Arini terbata-bata. Dia menahan sesuatu di dalam dirinya.
"Terserah." Arfan melempar bungkusan plastik dan langsung pergi meninggalkan Kinan sendirian di depan pintu yang sudah ditutup dari luar.
Kinan menangis dan memukul pelan kepalanya. Ada apa?
"Aku diam ... diam ... diam," Arini mengucapkan hal yang sama berulang kali.
***
Dua bulan telah berlalu, hubungan Arini dan suaminya masih sama seperti awal pernikahan mereka. Namun, Arfan membiarkan istrinya melakukan kewajibannya seperti mencuci dan menyiapkan pakaiannya,membersihkan kamarnya di lantai 2, dan memasak. Laki-laki itu makan bersama di meja makan dengan Arini. Gadis itu sangat bahagia.
"Besok aku ada dinas di luar kota," ucap Arfan ketika mereka baru selesai makan malam.
"Iya"
Arini ingin sekali bertanya, apakah perusahaan suaminya baik-baik saja atau tidak. Sebab selama 1 bulan terakhir, suaminya selalu pergi ke luar kota, tidak tentu waktunya.
"Hemmm, Mas ada masalah ya di kantor?"
"Masalah? Kamu kira aku ga bisa becus handle perusahaan ku sendiri, hah?," Arfan sedikit meninggikan nada suaranya.
"Eh? Bukan, Mas. Maksud aku ..."
Arfan langsung pergi dengan raut wajahnya yang masih kesal.
"Kamu kenapa sih, Mas"
Mereka kembali ke kamarnya masing-masing. Semua masih sama, terkadang mereka harus tidur di kamar yang sama dan pura-pura tidur di satu ranjang ketika keluarga mereka menginap.
Di dalam kamar Kinan, dia sedang menelpon seseorang. Sebenarnya dia sudah siap tidur, namun ada sebuah panggilan dari sahabatnya.
"Iya, Nad. Aku ikhlas menjalani pernikahan ini. Kamu tenang saja."
"Aku kangen banget tau"
"Hehehe. Kapan kamu balik?"
"Wahhh, bentar lagi donk"
Tanpa Arini sadar, ada seseorang yang sedang berdiri tepat di pintu kamarnya. Tatapan matanya sangat tidak bisa dikendalikan. Mata orang itu sedang memindai objek yang sangat indah. Seorang gadis cantik dan se*y mengenakan pakaian yang cukup terbuka, karena biasanya dia selalu memakai pakaian tertutup, meski di rumah sekalipun.
"Rambut hitam nya yang sangat indah, lekukan tubuhnya itu ...," Arfan tidak bisa melanjutkan hasil pemindaian nya. Laki-laki itu ke kamar tamu untuk mengambil sabun wajah yang tertinggal. Laki-laki itu sering mandi di kamar tamu yang ditempati Arini. Entah kenapa. Ada saja alasan yang dia ucapkan.
# Flashback On
"Lho, Mas? Kamu mandi di sini? Kenapa? Air di kamar mu mati lagi ya? Kan kamar mandi dekat tangga bisa, aku udah bersihkan dan melengkapi peralatan mandinya," ujar Arini kaget karena sepulang dari cafenya, dia masuk ke dalam kamar dan tidak sengaja melihat suaminya yang keluar dari dalam kamar mandi.
"Ini rumah ku, jadi terserah aku mandi di mana"
Lagi-lagi, Arfan pergi begitu saja.Dia mempunyai banyak alasan untuk bisa mandi di kamar tamu.
'Ada kecoak'
'Lantainya licin'
'Sabun habis'
'Bosan mandi di sana'
Dan alasan lainnya.
Karena hal itu, Arini tidak bertanya lagi dan mempermasalahkan suaminya jika mandi di kamarnya.
# Flashback Off
"Astaghfirullah," suara teriakan Arini menyadarkan lamunan nakal Arfan.
"Ya Allah, Mas. Kamu ngapain sih berdiri di situ. Kaget tau," ucap nya sambil mengelus pelan dadanya.
Dan tingkah Arini barusan berhasil membuat laki-laki itu merasa panas dingin.
'Gue merasa pernah kayak gini. Kan kan 'mainan' gue pengen cari 'teman baru'. Dasar.' Arfan berbicara di dalam hatinya. Dia berjalan ke arah kamar mandi dan melewati istrinya begitu saja.
Arini mengakhiri panggilan handphonenya.
"Cari apa, Mas?," tanya Arini setelah masuk ke dalam kamar mandi.
"Tidak ada"
"Hah?"
Arfan langsung pergi ke kamarnya.
"Mas Arfan aneh banget deh." Kinan menutup pintu kamarnya dan menguncinya.
"Ahhh, ngantuknya"
Gadis itu menjatuhkan tubuhnya yang sangat lelah dan langsung terlelap.
Berbeda dengan suasana di dalam kamar mandi milik Arfan. Dia sangat lelah karena harus berolahraga sendirian dan membiarkan 'mainan' kesayangannya bersedih.
"****."
Hampir 1 jam lebih, Arfan bermain berdua saja dengan 'mainan' kecilnya. Dia langsung merebahkan tubuhnya dengan rambut yang sedikit basah.
"Ya Allah, aku sangat berdosa karena membohonginya'
[Bohong? Kau bohong apa, Arfan?]
"Hahhh, besok aku harus pergi menemuinya."
Sepasang suami istri yang memiliki masalah masing-masing dengan satu orang yang sama. Tidak kah mereka ingin bahagia. Tapi, kebahagiaan mereka bukan kebersamaannya. Entah apa itu.
Esok hari yang cerah, Arini sudah menyiapkan segala keperluan suaminya untuk berangkat ke kantor. Sekarang dia sedang menyiapkan sarapan nasi goreng dengan telur mata sapi, kesukaan sahabatnya, suaminya.
"Mas, sarapan dulu ya," Arini menyajikan sepiring nasi goreng yang masih hangat lengkap dengan lauk.
"Ini kopinya, Mas"
Arini sangat memperhatikan segala kebutuhan suaminya. Dia tidak peduli dengan kontrak nikah mereka. Dia hanya ingin menjalankan perintah agama sebagai istri.
"Cafe?," Arfan duduk sambil menikmati kopi hangat buatan istrinya. Dia sangat suka kopi itu.
"Hmmm? oh iya, Mas." Arini menempati kursi yang berhadapan dengan suaminya dan mulai menyuap nasi goreng.
"Mas berangkat kapan?"
"Nanti sore"
"Aku siapin ya perlengkapannya"
"Hmmm"
Arfan menatap lekat perempuan di depannya. "Aku ingin melepas mu. Tapi, hati kecil ku berkata tidak. Aku tidak ingin menyakitimu lebih dalam lagi, Arin. Kamu sangat baik padaku, sedangkan aku ... akhhhh"
Beberapa menit berlalu.
"Aku berangkat. Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam. Hati-hati di jalan ya, Mas." Arini mencium penggung tangan suaminya dan tersenyum.
Di kantor, Arfan sibuk dengan lamunannya dan tidak menyadari kedatangan sekretarisnya.
"Pak? Pak Arfan? Hahhh"
"Lho, Bu Arini ada apa ke sini?"
Ucapan Vano berhasil membuat Arfan sadar.
"Mana Arini?"
"Di rumah lah. Ngapain dia ke sini." Vano menjawab ucapan atasannya sedikit ketus.
Lemparan pulpen mendarat sempurna di kening laki-laki berlesung pipi dan wajah imutnya itu. "Dasar"
"Ada proyek di kota X"
"Ya aku tahu, nanti sore aku ke sana sekalian aja"
"Ketemu dia?"
Tidak ada jawaban dari orang yang ditanya oleh Vano.
*_____*
❤️❤️❤️ Macan
Aku mau ikut lomba, semoga lolos ya 😁✌️
Dukung aku :]
Follow, Like dan comment ya ....
Aku masih pemula teman-teman. Semoga kalian suka ya.
Tunggu kelanjutan cerita MATAHARI TERBENAM DENGAN CINTA ya. Jangan lupa mampir di novel aku lainnya, AYAH UNTUK ARLAN, CINTA PERTAMA
############################################
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments