### Bab sebelumnya ...
Arfan menatap lekat perempuan di depannya. "Aku ingin melepasmu. Tapi, hati kecil ku berkata tidak. Aku tidak ingin menyakitimu lebih dalam lagi, Arin. Kamu sangat baik padaku, sedangkan aku ... akhhhh"
Beberapa menit berlalu.
"Aku berangkat. Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam. Hati-hati di jalan ya, Mas." Arini mencium penggung tangan suaminya dan tersenyum.
Di kantor, Arfan sibuk dengan lamunannya dan tidak menyadari kedatangan sekretarisnya.
"Pak? Pak Arfan? Hahhh"
"Lho, Bu Arini ada apa ke sini?"
Ucapan Vano berhasil membuat Arfan sadar.
"Mana Arini?"
"Di rumah lah. Ngapain dia ke sini." Vano menjawab ucapan atasannya sedikit ketus.
Lemparan pulpen mendarat sempurna di kening laki-laki berlesung pipi dan wajah imutnya itu. "Dasar"
"Ada proyek di kota X"
"Ya aku tahu, nanti sore aku ke sana sekalian aja"
"Ketemu dia?"
Tidak ada jawaban dari orang yang ditanya oleh Vano.
*_____*
Satu minggu berlalu, Kio baru pulang dari luar kota untuk urusan kantor. Selama itu pula, dia tidak menghubungi istrinya, melainkan hanya memberi kabar pada keluarganya saja. Arini bukan keluarganya ya? (hanya Arfan yang tahu)
"Assalamualaikum." Arfan menjatuhkan tubuh nya di atas sofa.
"Waalaikumsalam, akhirnya Mas pulang," suara lembut itu membuka kembali kedua matanya yang sempat terpejam sebentar.
"Hmmm." Arfan langsung meminum teh hangat yang tersaji di sebuah meja di depannya.
Arini mengurungkan niatnya sebab jawaban singkat itu untuk bertanya, kemana selama seminggu ini suaminya pergi.
Hari sudah sore, tiba-tiba terdengar bel pintu apartemen.
Tit
Bunyi itu tanda jika password pintu apartemen berhasil di masukkan oleh tamu di luar. "Siapa ya?," tanya Arini sambil terus melangkahkan kakinya ke depan pintu.
"Assalamualaikum." ucapan salam yang terdengar cukup nyaring berhasil mengejutkan Arini dan Arfan yang baru saja berjalan ke lantai dua kamarnya.
"Waalaikumsalam"
"Kak Arin." teriakan Aflah, adik laki-laki Arini, membuat perempuan itu tersenyum. Dia memang jarang pulang ke rumah karena memang dirinya baru pindah kesini.
"Kesayangan kakak." Arini membalas pelukan adiknya dengan erat. Ada setetes air matanya yang jatuh.
"Kakak pasti bisa ya, Dek," ujarnya dengan suara pelan.
"Bisa apa, Kak?," ternyata Adek Aflah masih mendengar ucapan kakaknya setelah melepas pelukan mereka.
Arini hanya membalas pertanyaan adiknya dengan tersenyum.
"Kakak sehat?," tanya Ayah Andika sambil memberikan tangan kanan nya untuk menerima salam dari putrinya.
"Alhamdulillah. Ayah, Bunda sehat kan?"
"Pasti sehat, sekarang kita disini lho, Kak," jawab Bunda Rina setelah mencium kening Arini.
"Adek ga ditanya, Kak?"
"Kamu pasti sehat. Nih buktinya, pipi kamu kok tambah tembem sih" Arini mencubit gemas pipi gembul adiknya.
"Ih seriusan, Kak? Padahal aku mau kayak Mas Arfan lo, ada kotak-kotak di perut gitu"
"Hubungannya kotak-kotak di perut sama pipi kamu apa?"
"Yahhh, kalo ada perut kotak-kotak berarti bentuk tubuhnya ideal kak, ga ada tembem di pipi gitu"
"Hahahahah," mereka semua tertawa geli dengan pemikiran si bungsu keluarga Andika.
"Oh iya, mana menantu Ayah?"
Mereka berjalan menuju ruang keluarga.
"Di sini, Ayah," tiba-tiba saja Arfan berada di samping Arini sambil memeluk dengan erat pinggang perempuan itu. Sepertinya, Arfan terkejut dengan kedatangan orangtua mertuanya.
Arfan mencium takzim tangan kanan Ayah Andika dan Bunda Rina. Setelah itu, dia memberikan tangan kanannya untuk menerima salam dari adik iparnya.
"Ayah, Bunda, sehat?"
"Alhamdulillah"
"Kamu baru pulang dari kantor ya?," tanya Ayah Andika setelah duduk dengan nyaman di sofa sambil melihat ke arah Arfan yang masih mengenakan pakaian formal.
"Iya Ayah"
"Sebentar, Arin buatkan minuman dulu ya." Arini melepas tangan suaminya yang berada di pinggangnya.
"Bunda bantu"
"Mas? Kamar tamu yang itu kan ya?," tanya Arfan sambil menunjuk ke arah kamar yang ditempati Arini selama tinggal di sini.
"Ehem iya." Arfan merasa ada hal buruk terjadi.
"Adek taruh koper di sana ya"
Sebelum Adek Aflan melangkahkan kakinya, Arfan menghadang pintu kamar itu.
"JANGAN MASUK," teriak laki-laki itu.
"Loh kenapa?," Adek Aflah bingung dengan tingkah laku kakak iparnya.
Arfan tidak menjawab pertanyaan Adek Aflah, melainkan memanggil istrinya, "ARIN"
Teriakan Arfan cukup keras.
"Iya, Mas? Ada apa?"
Arfan langsung membisikkan sesuatu dan mata perempuan itu terbuka lebar seketika.
"Ayah, Bunda, Dek, ikut Kakak keluar bentar ya"
Tanpa menunggu jawaban, Arini langsung manarik dan mendorong anggota keluarganya itu keluar dari apartemen.
Setelah pintu apartemen tertutup, Arfan langsung memindahkan semua barang-barang Arini di kamar tamu. Untung saja, Arini tidak banyak membawa barang. Sesekali, Arfan mengusap peluh keringat di keningnya. Kemeja kerjanya sudah basah akibat keringat. Ternyata, naik turun tangga berulang kali sangat melelahkan.
"Capek," keluh Arfan.
"Haus,"
***
Tidak terasa waktu menunjukkan angka 9 bertanda hari sudah gelap. Setelah drama pindah kamar Arini ke kamar utama di lantai dua, Ayah Andika, Bunda Rina dan Adek Aflah tidak curiga. Karena Arfan langsung bersembunyi di kamarnya sendiri dengan alasan mandi.
Di dalam kamar utama, Arini duduk dengan canggung di sofa. Dia bingung. "Seriusan nih, aku tidur sama Mas Arfan," Arini berbicara sendiri sambil menggigit pelan jari-jari kukunya.
Klik
Suara pintu kamar mandi terbuka.
"Astaghfirullah." Arfan terkejut dengan pemandangan yang sangat indah di depan matanya. Bagaimana tidak indah, sahabat sekaligus istrinya mengenakan piyama tidur yang hampir terlihat semua bagian-bagian tubuh Arini. Dan ehem. Arfan langsung menutup kedua matanya.
"Lho, Mas? Kenapa tutup mata? Mas kelilipan ya? Biar Arin bantu ya"
Tanpa menunggu jawaban suaminya, Arini sedikit berlari menuju Arfan.
Dan, BRUG.
Arini tersandung kakinya sendiri. Tubuhnya menimpa tubuh suaminya. Arfan membuka lebar matanya. "Ya Allah, empuk banget, Apakah ini?," gumam nya dengan pelan laki-laki itu sambil meremas ****** Arini. Ternyata dia juga merasa dadanya tertimpa hal empuk lainnya. "Sepertinya dada Arin sangat ...."
Arfan belum selesai melanjutkan pikiran nakalnya, Arini langsung berdiri dari posisinya yang lumayan intim dengan suaminya.
"Maaf, Mas"
Arini merapikan pakaiannya yang berantakan. Tanpa wanita itu tahu, Arfan sedikit melihat bagian dada nya. "Besar banget," ucap Arfan tiba-tiba.
"Apa yang besar, Mas?"
Klik
Suara pintu kamar terkunci dari dalam. Arfan langsung masuk lagi ke dalam ruangan itu, untuk menuntaskan mainan kesayangannya. Sepertinya, mainannya itu sangat menginginkan teman baru.
"Sil banget sih. Gue mandi 2 kali kan jadinya. Ngapain sih dia pakek baju kurang bahan kayak gitu." Arfan berbicara pada tembok teman-teman.
"Tapi, dia sey banget sumpah"
Hampir 1 jam di dalam kamar mandi. Arfan keluar dan langsung bertanya kepada pelaku yang berhasil membuat mainan kecilnya bangun dan mencari teman baru.
"Ngapain sih pakek baju begitu hah? Lo mau goda gue?"
"Eh ga kok, Mas. Mas tahu sendiri kan sejak dulu aku selalu tidur pakai baju tipis kayak gini."
"Ganti"
"Pakek baju gamis? Panas, Mas." suara Arini seperti seorang istri yang merajuk kepada suaminya.
"Yaudah, tutup seluruh badanmu dengan selimut!"
Akhirnya, perdebatan tentang baju tidur Arini selesai. Mereka tidur di ranjang yang sama. Arfan tidak tega menyuruh seorang wanita untuk tidur di sofa atau lantai, dia ingat bahwa dia memiliki seorang ibu dan kakak perempuan.
❤️❤️❤️ Macan
Aku mau ikut lomba, semoga lolos ya 😁✌️
Dukung aku :]
Follow, Like dan comment ya ....
Aku masih pemula teman-teman. Semoga kalian suka ya.
Tunggu kelanjutan cerita MATAHARI TERBENAM DENGAN CINTA ya. Jangan lupa mampir di novel aku lainnya, AYAH UNTUK ARLAN, CINTA PERTAMA
############################################
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Nani Widiastuti
jangan diulang bab sebelumnya ya pleaseee
2021-12-30
0
EuRo
Lama-lama Arfan tergoda Arini..
2021-12-16
1