"Walaupun saat ini kita masih duduk di bangku sekolah, tapi aku berharap, hubungan kita bisa berjalan lancar sampai maut memisahkan kita."
"Aku harap kamu juga berpikir seperti itu."
'Sinta! Aku benar-benar harus memutuskanmu!'
Tapi, jika dipikir pikir lagi, dan Brian tetap berpegang pada alur hidupnya yang dulu, sekarang masih ada waktu sebelum hari itu terjadi.
'Sinta? Bolehkah aku memelukmu? Untuk kali ini saja!'
"Aku mencintaimu." Sinta mengecup pipi Brian yang saat itu tengah tertidur. Lalu ia pergi menuju pintu.
Seketika, Brian yang mendapat ucapan dan kecupan cinta itu meneteskan air matanya tanpa sadar.
"Aku juga mencintaimu Sinta!" Brian terbangun dan langsung memeluk tubuh Sinta dengan erat.
Tidak, itu hanya ilusinya saja. Saat ini Brian masih berada dalam posisinya yang tengah berpura-pura tidur. Ia menangis secara diam-diam sambil memikirkan sesuatu.
"Bro!" Anang berhenti melangkah dan menepuk pundak Brian. Seketika Brian tersadar dari pikirannya yang mengingat kejadian kemarin, saat Sinta tengah berada di kamarnya.
"Lu mikirin apa? Lagi ada masalah?" Tanya Anang yang sedari tadi memperhatikan Brian.
"Haha.. nggak kok." Brian melanjutkan langkahnya hingga sampailah mereka di warung tempat biasa nongkrong.
Hari ini Brian sudah mulai masuk sekolah. Saat itu Wendy juga datang, ia tidak peduli dengan hukuman skors nya. Lagipula dirinya tidak pernah mengikuti pembelajaran.
Mereka bertiga juga terlihat baik-baik saja. Brian diajak oleh ketiga temannya itu untuk nongkrong di warung biasa sepulang sekolah.
"Bro, lu waktu itu gak kenapa-napa kan? Soalnya gue liat lu yang paling terakhir ada di sana." Tanya Gilang.
"Nggak kok, ini masih idup." Jawab Brian.
"Ah, bisa aja lu!"
Dari pertanyaan itu sekarang Brian tahu bahwa ketiga temannya itu melarikan diri. Tapi Brian juga tidak bisa menyalahkan mereka. Itu adalah salahnya sendiri karena tidak sadar dengan keadaan sekitar.
"Kalian sendiri gimana?" Tanya Brian yang ikut khawatir.
"Kita aman kok, soalnya gak ada yang ngejar." jawab Gilang.
"Tapi.. si Wendy lagi ada masalah." Ucap Anang dengan raut wajah cemas.
"Kenapa lagi?" Tanya Brian.
"Pihak sekolah udah tau kalo si Wendy ngelanggar janjinya buat damai sama musuh. Dia disuruh milih antara keluar dari sekolah atau nambah 1 tahun masa sekolahnya."
Saat itu Wendy hanya terdiam dan hanya Anang yang menjelaskan.
Brian juga merasa ikut tertekan dengan nasib yang menimpa Wendy. Pasti sangat sulit untuk membuat keputusan. Tapi saat ini diantara mereka tidak ada yang bisa membantu. Tidak ada pilihan lain untuk Wendy selain 2 pilihan itu.
"Trus, Wendy udah bikin keputusannya?" Tanya Brian.
"Gue gak tau harus gimana." Ucap Wendy dengan nada rendah.
Hari itu mereka ngopi dan berbincang-bincang biasa untuk menghilangkan sejenak kesedihan yang dialami oleh Wendy.
Saat itu Brian mencoba membuka ponsel jadulnya. Lalu ia melihat pesan baru yang datang dari Yuna.
"Nanti malam aku akan pergi ke mall, tolong pertemukan aku dengan Wendy bagaimanapun caranya!"
Bagaimana bisa Brian berkata akan mendekatkan Yuna kepada Wendy yang sudah mempunyai pacar itu? Ia tak mungkin membuat perasaan Wendy semakin kacau saat tengah tertekan oleh masalah sekolah ini.
Tapi, dipikir-pikir lagi, jika Brian menggunakan cara yang halus dan tidak mencolok, setidaknya ia akan sedikit berhasil. Tujuannya saat ini adalah mall, tempat untuk bersenang-senang. Pasti Wendy yang tengah bersedih ini juga akan senang jika diajak ke mall.
"Wen, nanti malem aku pengen minta bantuan kamu boleh?" Tanya Brian kepada Wendy.
"Boleh," ucap Wendy singkat.
"Lu mau minta bantuan apaan? Si Wendy lagi ada masalah gitu malah lu bebanin." Saat itu malah Gilang yang kepo.
"Iya tenang aja. Ada lah..."
"Hilih.."
Untung saja mudah mengajak Wendy untuk pergi. Nanti malam Brian akan menjemput Wendy menggunakan taksi. Jadi Wendy tidak perlu repot repot membawa motornya dan merugikan bensinnya.
Hingga malam pun tiba, pukul setengah 7 Brian sudah berangkat. Ia menjemput Wendy tepat ke depan rumahnya.
"Wen, kamu tau nggak tempat nge gym yang bagus dimana?" Tanya Brian.
"Nggak,"
"Loh? Emang kamu gak suka nge gym?"
"Nggak."
"Aku pikir kamu suka nge gym di suatu tempat gitu. Aku liat kamu itu kuat banget. Setelah kejadian itu aku pengen jadi lebih kuat kayak kamu."
"Gue sih kadang latihan sendiri di rumah, kalo ke tempat gym kan harus bayar. Trus? Kita mau ke mana?"
"Hehe.. tadinya sih mau nyari-nyari tempat gym."
"Oohh.."
"Kalo kamu mau, kita nge gym aja. Aku juga belum pernah coba." Bohong, Brian sering melakukannya dulu, waktu ia sudah dewasa.
"Abis itu aku traktir makan deh."
"Oke,"
Lalu mereka pergi ke tempat gym terdekat.
Setelah memasuki area gym, mereka berdua terlihat sangat tidak percaya diri. Banyak orang-orang berotot di sana, itu sangat berbeda jika dibandingkan dengan tubuh mereka yang kerempeng.
Mereka melepas pakaian dan melakukan peregangan. Karena alat-alat terlihat begitu besar dan berat, mereka mencoba yang ukurannya kecil terlebih dahulu.
Mereka mencoba olahraga barbel. Saat itu mereka terlihat kesusahan dan saling menertawakan.
Brian merasa senang bisa menjadi seakrab ini dengan Wendy, ia juga bisa melihat wajah bahagia Wendy yang sedang berada dalam masalah itu. Setelah 30 menit berlalu, mereka beristirahat.
Brian membuka ponselnya untuk memastikan rencananya dengan Yuna. Saat itu Yuna mengirim pesan bahwa dirinya baru akan berangkat ke mall.
'Apa aku ajak Sinta ya? Kalo ada Sinta nanti kita bisa pergi berpasangan, dan Wendy akan lebih deket sama Yuna.'
Brian langsung mengirim pesan kepada Sinta.
"Sinta, kamu mau pergi ke mall sekarang gak?"
Tidak menunggu lama balasan dari Sinta muncul.
"Mau! Mau!"
"Tapi kamu berangkat sendiri bisa gak? Soalnya aku lagi di gym sama temen."
"Aku usahakan!"
"Nanti aku kabari lagi."
Brian mengirim pesan terakhir dan menutup ponselnya.
Setelah mereka selesai beristirahat, mereka berjalan keluar dari tempat gym dan berencana untuk menuju ke tempat makan.
"Eh Wen, ada temen aku yang minta bantuan." Brian menghentikan langkahnya sambil pura-pura sibuk melihat ponselnya.
"Kenapa?" Tanya Wendy.
"Temen aku katanya lagi di mall, tapi ada yang buntutin. Kasian dia ketakutan, kita tunda dulu acara makannya ya, terus ke sana gak papa kan?"
"Yaudah ayok buruan!"
Mereka bergegas menaiki taksi dan menuju ke mall tempat dimana Yuna berada.
"Yuna!" Panggil Brian dari kejauhan.
Yuna terlihat duduk sendirian sambil melambaikan tangannya.
"Brian, aku takut! Dari tadi ada orang yang ngikutin aku!" Ucap Yuna sambil memasang wajah ketakutan.
"Tenang, kita udah ada di sini kok." Brian melancarkan sandiwaranya.
"Aku disuruh belanja sama mama, gimana ini?"
"Yaudah ayok, biar kita temenin. Aku juga sekalian mau beli sesuatu buat pacarku."
Mereka bertiga mulai berjalan menyusuri mall dan menemani Yuna untuk berbelanja.
"Aku suruh pacar aku ke sini gak papa kan?" tanya Brian di sela-sela belanja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
ayam receh
good
2021-11-21
1