Di dalam kegelapan, terdengar suara dengungan yang keras, samar, namun semakin jelas.
"Hey.. hey.. hey.."
"Bocah.."
"Bocah..!"
"Apa kau ingin mati di sini?!"
Brian yang mendengar suara itu langsung merasa bahwa dirinya lah yang sedang dipanggil.
"A-aku?" Tanya Brian, ia merasa tubuhnya gemetaran dan cemas.
Ia tak tahu dirinya berada di mana saat ini. Yang jelas tempat itu gelap dan mencekam seperti tidak ada ujungnya.
Dengan tangannya yang gemetaran, Brian mencoba meraba-raba ke sekelilingnya. Namun tak ada sesuatu pun yang bisa ia raih saat itu.
Kemudian ia mencoba bangkit dan berjalan dengan enggan menyusuri kegelapan itu.
"Mau kemana kau?!" Tanya suara itu seperti berada di atas kepala Brian dan membuat kaki Brian yang gemetaran berhenti untuk melangkah.
"Apa yang bisa kau lakukan dengan dirimu?!"
Lagi-lagi suara itu menggelegar dan membuat Brian ketakutan.
"Kau pikir kau bisa lolos dari takdir burukmu?!"
Seketika Brian jatuh dan terduduk lemah, ia teringat akan kedua orang tuanya.
"A-ayah.. i-ibu.."
Brian meneteskan air matanya. Jari tangannya dengan kuat menjambak rambutnya sendiri. Sama seperti waktu itu.
"Aku heran. Mengapa tuhan membiarkan jiwamu ini bangkit kembali?"
"Seharusnya kau sudah abadi bersama hukumanmu di sini!"
Entah dari mana asalnya, suara itu kembali menggelegar.
Apa jadinya jika Brian mengakhiri hidupnya begitu saja? Apa jadinya jika ia harus abadi di sini dan menerima hukumannya?
Brian yang ingin melihat wajah bahagia kedua orang tuanya seketika langsung bersungguh-sungguh memantapkan hatinya. Ia membulatkan tekadnya dan tak mau ada satu pun penyesalan yang ia tinggalkan di dunia ini. Ia tak mau mati dalam keadaan yang tidak tenang.
Ini adalah suatu keajaiban, mungkin hal ini hanya bisa ia raih sekali dalam seumur hidup. Sebuah kesempatan tengah berada di tangannya. Brian tak boleh melepaskan kesempatan ini begitu saja. Dengan sekuat tenaga Brian berusaha menahan tubuhnya agar tidak gemetaran.
"Aku akan mengubah masa depan!" Teriak Brian dengan suara yang lantang.
"Hahahaha.. lelucon apa yang sedang kau tunjukkan?! Kau tak akan mampu mengubah takdirmu!"
Tubuhnya gemetaran kembali saat mendengar hal itu, ia merasa pesimis dan takut akan kegagalan.
"Kau lihat? Tidak ada yang berubah sama sekali dalam hidupmu!"
Suara itu membuat Brian semakin tersiksa.
"Tidak! Tidak!" Brian menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berteriak.
"Aku yakin..."
"Hiks.. hiks.."
"Aku yakin tak akan ada penyesalan.."
"Dalam hidupku.."
"Aku yakin.."
"Kali ini.." suaranya semakin melemah dan Brian tak mampu lagi menggerakkan tubuhnya.
Suara yang menggelegar itu sudah tak terdengar lagi. Dalam kesunyian, perlahan Brian mulai mendengar bunyi kendaraan.
Ia membuka matanya dan melihat pandangannya yang kabur menjadi jelas. Saat itu ia terkapar di samping tembok semen yang dipenuhi dengan sampah.
"D-dimana aku?" Brian merasa linglung lalu mencoba meraih tembok untuk berdiri.
Dari kejauhan ia melihat cahaya lampu kendaraan yang berlalu lalang. Hal itu membuat kepalanya pusing. Tubuhnya kotor dan babak belur, di wajahnya juga menetes darah segar.
"A-ayah.. i-ibu.." Ia berbicara dengan kesusahan. Rahangnya terasa sakit saat digerakkan.
Seluruh tubuhnya terasa sakit. Dengan susah payah ia berusaha untuk berjalan ke tepi jalan raya. Dirinya tidak ingat apa-apa, yang terpenting saat ini adalah dirinya harus segera pulang.
Dengan tubuhnya yang lemah, Brian berdiri di tepi jalan dan mencegat sebuah taksi.
"Astaga, Nak, kamu kenapa?" Sopir taksi itu langsung terkejut melihat keadaan Brian yang babak belur.
Tapi Brian tidak menjawab pertanyaan Pak Sopir, ia hanya menyebutkan tempat tujuannya. Lantas sopir taksi itu bergegas menuju tempat yang telah Brian sebutkan.
"Tok.. tok.. tok.." terdengar suara pintu diketuk.
"Brian!" Ibu yang masih terjaga langsung berlari menuju pintu.
"Tok.. tok.. tok.."
"Permisi.."
Tiba-tiba ibu histeris. Saat membukakan pintu, ia mendapati wajah anaknya yang lusuh dan babak belur.
"Brian! Sayang! Kamu kenapa Nak?!" Dengan perasaan khawatir, Ibu menyentuh tubuh anaknya yang sedang sekarat itu.
"Maaf Bu, biarkan adik ini masuk dulu," Pak Sopir yang mendampingi Brian berjalan mencoba untuk masuk.
Ibu yang sedang berada di tengah pintu dengan panik langsung menyisi sambil mengikuti anaknya. Pak sopir itu membiarkan Brian terbaring di atas sofa.
"Ya ampun! Pak! Ini anak saya kenapa?!" Ibu yang saat itu tahu Brian datang dengan Pak Sopir, malah marah-marah kepada sopir taksi itu.
"Saya juga gak tau Bu," jawab Pak Sopir apa adanya.
Ibu mengabaikan sopir taksi yang tidak tahu apa-apa itu.
"Kalau begitu saya permisi Bu," karena merasa tugasnya sudah selesai, sopir taksi itu langsung pergi meninggalkan rumah Brian.
"Sayang.. kamu ini kenapa sih?" Ibu berlutut di bawah sofa sambil menyentuh wajah Brian yang meneteskan darah. Ia menangis melihat keadaan anaknya yang tidak sadarkan diri.
Saat itu Brian setengah sadar, ia tak berdaya untuk mengeluarkan lagi energinya. Yang terpenting saat ini ia tahu bahwa dirinya sudah sampai di rumah.
Ibu yang kasihan melihat keadaan Brian, langsung membuka baju Brian dan membersihkan tubuh Brian dengan air hangat.
Brian masih bernafas, tapi saat itu ia tidak membukakan matanya sama sekali. Ibu terus saja menangis, ia tetap duduk terjaga di lantai sambil memeluk tubuh Brian.
Sinta yang sudah seharian ini tidur, akhirnya terbangun. Pukul setengah 1 malam, ia yang sedang meringkuk di sofa melihat sosok Brian tengah terbaring di seberang.
Seketika Sinta langsung membuka matanya lebar-lebar dan menghampiri Brian.
"Nak Sinta?" Ibu melihat Sinta yang tiba-tiba saja memeluk kaki Brian yang masih kotor.
"Ibu, Brian kenapa? Hiks.. hiks.." tanya Sinta sambil meneteskan air matanya.
"Ibu juga tidak tahu Nak, dari tadi dia belum sadar juga." Jawab Ibu masih terus menangis.
Tanpa bertanya lagi Sinta hanya terdiam di bawah lantai yang dingin sambil terus memeluk kaki Brian.
***
Pagi hari..
Ibu mengakhiri kesedihannya dan yakin bahwa Brian akan baik-baik saja.
"Mmm?" Brian yang sedang terbaring di atas sofa perlahan mulai sadarkan diri. Ia merasakan suatu beban yang tengah bertumpu di atas kakinya.
"S-sinta?!" Seketika Brian langsung bergerak dan membuat Sinta yang sudah ketiduran menjadi terbangun.
'Celanaku?'
'Basah?!'
'Baju?! Baju?!'
Brian meraba-raba tubuhnya sendiri, ia kebingungan karena saat ini dirinya tidak mengenakan pakaian.
"Brian!" Seketika Sinta langsung bangkit dan menyergap Brian. Tanpa rasa berdosa, ia bertumpu di atas tubuh Brian begitu saja.
"A-apa yang sudah kau lakukan?!" Tanya Brian dengan nada keras.
Perkataan kasar Brian membuat hati Sinta yang sedang khawatir menjadi sakit. Dengan tubuh yang masih memeluk Brian, Sinta menangis. Brian yang merasakan air mata mengalir di kulitnya seketika langsung luluh.
"A-ada apa? Kau kenapa Sinta?" Tanya Brian tanpa menggerakkan tubuhnya.
"Aaaah!"
"Kau menyebalkan!"
"Buk! Buk! Buk!"
"Ku pikir kau akan mati!"
Sinta mengepalkan kedua tangannya dan memukul-mukul ringan dada Brian.
"A-aduh!" Tubuh Brian yang sedang merasa lumpuh kini tersetrum hebat.
"Sakit, Sinta,"
"Buk! Buk! Buk!"
Sinta merasa kesal dan tidak menghentikan pukulannya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
ayam receh
lanjutt
2021-11-21
1