Mitha masih terbujur kaku dalam posisinya, wajahnya memerah dan matanya masih tak berani memandang Brian.
"Krik.. krik.."
Suasana begitu hening.
"Anuu..."
Perlahan Mitha membuka matanya, terlihat sosok pria bertopi yang memakai seragam dan membawa sesuatu.
"Permisi Neng, mau lewat," rupanya itu adalah petugas kebersihan sekolah yang hendak mengambil sampah-sampah.
Mitha melongo sambil mencari-cari keberadaan Brian. Ternyata yang sampai di sana bukanlah mereka, tetapi hanya Mitha seorang saja.
Dengan perasaan kecewa, Mitha pergi ke kelasnya dan mendapati Brian sedang duduk santai di bangku paling belakang. Tanpa ragu, ia langsung menghampiri Brian.
"B-brian! Kenapa kau tidak mengikuti aku?" Mitha merasa kesal.
"Memang kau tadi menyuruhku untuk mengikutimu ya?" Brian merasa tidak berdosa.
"Y-ya!" Jawab Mitha jengkel.
"Habisnya, kau berbicara pelan sekali, aku kan tidak dengar."
"Baiklah, aku akan bilang sekarang."
Mitha membisikkan sesuatu kepada Brian.
"Aku tertarik padamu, dan aku ingin kau menjadi pacarku!" Bisik Mitha lalu kembali menjauhkan wajahnya. Hati sang ketua kelas yang rajin itu telah jatuh dibuat oleh si Brian yang tampan namun nakal.
"Mmm.. ini, sebagai permintaan maaf." Tak lupa Brian membelikan hadiah kecil untuk Mitha, karena ia tahu di masa lalunya Mitha memang memiliki perasaan kepadanya.
"Hahhh?!" Mitha tercengang.
'Aduhh.. Brian sudah menyiapkan ini dari jauh-jauh rupanya.' Hati Mitha berbunga-bunga.
Teriakannya itu membuat seisi kelas yang sedang mengobrol seketika terdiam. Tatapan mereka langsung tertuju kepada pasangan itu.
"Wahh Mitha! Kamu dapat cokelat dari Brian?!" Para wanita mulai mendekat. Mereka tidak menyangka kalau Brian adalah orang yang romantis.
"Cie.. ciee.. kalian jadian nih?" Rayu yang lainnya.
'Jadian? Loh kok? Kalian salah paham Markonahh!' Brian merasa geram.
Tadinya ia hanya ingin menolak Mitha dengan cara yang halus, memberi hadiah sebagai obat dari patah hatinya. Tetapi saat ini wajah Mitha tidak terlihat sedih, ia memerah dan terlihat kegirangan.
Brian yang berada di sana hanya diam saja dan tidak berani menghancurkan suasana.
'Oke, pacarku bertambah satu.'
Jam pelajaran pertama guru tidak datang ke kelas. Beberapa siswi terlihat sedang mengobrol dengan Mitha yang hatinya tengah berbunga-bunga. Mereka sengaja mendekati Mitha agar ia lupa untuk menyusul gurunya.
Tak lama, tiga kawanan datang, membuat para mata tertuju pada mereka. Aura ruangan kelas menjadi berubah seketika. Mereka yang ada di sana langsung diam dan terlihat tegang.
"Hey Bro!" Anang menepuk pundak Brian.
"Ha?" Jawab Brian yang masih kesal dengan kejadian semalam.
"Ada apa tuh rame amat?" Tanya Anang, melihat ke arah kerumunan Mitha.
"Gak tau," jawab Brian singkat.
"Hehe.. nanti sepulang sekolah kita tunggu di warung biasa," ucap Anang lalu mereka pergi meninggalkan kelas.
"B-Brian?" Yuna yang duduk di depan Brian menolehkan wajahnya.
"Aku ingin bertanya," lanjut Yuna dengan mata melihat ke bawah.
Yuna salah satu orang yang tidak mempercayai Brian karena sikapnya yang suka berkelahi dan emosian, walau begitu beberapa orang mau memaafkannya karena dia tampan dan itu dianggap sebagai sisi kerennya. Tapi Yuna rasa saat ini Brian sudah jinak, jadi ia memberanikan diri untuk bertanya sesuatu.
"Apakah Wendy itu sahabat dekatmu? Tolong jangan bilang ini pada Wendy ya!" Pinta Yuna lirih.
"Ya," jawab Brian singkat.
"Apa kau suka kepadanya?" Tanya Brian.
"T-tidak!"
Yuna membelalak dan langsung menatap Brian. Saat itu ia ingin bertanya beberapa hal, tapi ia merasa canggung. Lantas Yuna meminta Brian menghubungkan kontak chatnya agar ia lebih mudah untuk berbicara.
Sebelum bell istirahat berbunyi, Brian bergegas membawa tasnya dan melancarkan aksinya.
"Putus!"
"Putus!"
"Putus!"
Menyusuri kelas per kelas dan memutuskan pacarnya. Meskipun Brian yang saat ini enggan menyakiti hati wanita, tapi sudah seharusnya ia bertindak.
Semua cokelat dan kalung itu sudah habis ia bagikan, tinggal sisa untuk satu orang lagi, ia menyimpannya di dalam kamarnya.
Cokelat itu untuk Sinta yang umurnya 2 tahun lebih tua darinya. Karena ia berbeda sekolahan dengan Brian, jadi Brian memutuskan untuk memberikannya sepulang sekolah nanti.
Bell pulang telah berbunyi, Mitha berdiri di samping bangku Brian dengan senyum mengembang di wajahnya.
'Ha?' Brian melongo.
"Ada apa?" Tanya Brian.
"A-ayo jalan ke gerbang bersama," ajak Mitha malu-malu.
"O, oke."
Brian berjalan dengan angkuh dan gagah seperti biasanya. Sedangkan Mitha terlihat malu-malu dan mencoba menyamakan langkahnya dengan Brian.
Ketika sampai di depan gerbang, Brian berbelok begitu saja dan pergi meninggalkan Mitha tanpa sepatah kata apapun.
'Apa benar Brian itu hanya mempermainkan wanita?' Batin Mitha merasa kecewa melihat kepergian Brian.
Akhirnya Brian sampai di warung tempat biasa mereka nongkrong. Tepat sesuai janji, Brian datang ke sana dan terlihat tiga temannya itu sedang menikmati rokoknya.
"Kirain gak bakal dateng lu Bro," Anang tersenyum kecut. Brian hanya diam dan duduk bersama mereka di bangku yang panjang.
"Semalem katanya lu ketemu sama si Gilang ya?" Tanya Anang. Gilang dan Wendy yang berada di sana hanya terlihat diam dan cuek.
"Iya," jawab Brian singkat.
"Hajar Lang!" Anang bangkit dari duduknya dengan kepalan tangan. Ia menampakkan sosok Gilang yang tengah duduk di sampingnya.
Gilang bangkit dari duduknya dan kemudian berdiri di depan Brian. Brian yang saat itu sudah bisa menerima konsekuensinya. Ia tahu bahwa tiga kawanannya itu adalah orang-orang yang kasar.
"Sayang!! Maafin aku! Aku khilaff!" Gilang yang tadinya sangar itu memohon-mohon, bersujud sambil merapatkan kedua telapak tangannya.
Seketika Brian langsung merasa jijik, "Apa-apaan kau Gilang?!"
"Hehe.. canda," dengan santai Gilang kembali duduk dan menghisap kembali rokoknya yang masih menyala.
"Gue minta maaf soal yang semalem, kalo dipikir-pikir lagi sih gue yang salah, hehe.." Gilang tertawa kikuk sambil menggaruk-garuk kepalanya.
"Gue gak nyangka kalo ada pemulung yang sekolah di sekolah kita," tutur Gilang membuat Brian sedikit geram.
"Akhir-akhir ini lu kayaknya jadi banyak berubah deh. Hari ini kita bakalan ke rumah gue biar lu balik lagi kayak semula." Ajak Gilang dengan penuh semangat.
Tiga kawanan itu tertawa, membuat Brian merasa kebingungan. Akhirnya mereka berdamai dan ngopi-ngopi di warung.
Setelah selesai ngopi, mereka berjalan ke rumah Gilang yang jaraknya tidak begitu jauh. Jalan yang mereka lalui begitu teduh, banyak pohon-pohon rimbun di sana.
Di ujung jalan, terlihat rumah minimalis berwarna hitam yang mana itu bukan rumahnya Gilang. Rumahnya Gilang berada tepat dibalik rumah minimalis itu. Rumahnya cukup besar, di cat berwarna hijau tua.
(Katanya sih biar menyatu dengan alam.)
Mereka dipersilahkan masuk oleh tuan rumah. Di dalam begitu sunyi, rupanya keluarga Gilang sedang pergi ke rumah neneknya yang sedang sakit. Sedangkan Gilang tetap tinggal di rumah sendirian karena ia harus sekolah.
"Bro! Bro! Cepetan!"
Mereka bersiap-siap membawa bantal guling, boneka dan semacamnya lalu duduk mengambil posisi paling dekat dengan layar TV.
TV di rumah Gilang lumayan lebar, akan membuat suasana menonton menjadi lebih seru. TV dinyalakan, terlihat Gilang sedang memasukkan CD alias compact disk (bukan celan* dala* ya!) ke perangkat DVD nya.
Film segera dimulai... tak lupa Gilang mematikan lampunya agar terlihat lebih nyata dan menjaga privasi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Indra zoker
klo emang mitha baik, gw dukung thor brian sama mitha. kasian jngan di gtuin
2021-11-25
1
ayam receh
tebak nonton apa
2021-11-21
0