"Ibuu! Tolong Buu!" Teriak Brian dari dalam kamarnya.
"Ada apa Sayang?!" Terdengar suara Ibu dari kejauhan.
"Ssttt!" Sinta menempelkan telunjuk di bibirnya.
"Klotak, klotak, klotak."
Terdengar suara langkah kaki yang cepat. Seketika Sinta merasa panik, ia segera mengancingkan pakaiannya dan duduk di atas lantai menjauhi Brian.
"Klek," Brian membukakan pintu.
"Ada apa Sayang?!" Tanya Ibu terlihat khawatir.
"Sinta Bu! Pingsan!" Jawab Brian memasang wajah panik.
"Apa?!" Ibu bergegas mencoba masuk. Sinta yang mendengar hal itu pun merasa panik, tak pikir panjang ia langsung pura-pura tergeletak di atas lantai.
"Sinta! Ya ampun! Kenapa bisa?!" Ibu melihat tubuh Sinta yang tergeletak disertai keringat.
"Sepertinya dia belum makan Bu, dari tadi juga dia cuma bengong memandangi aku dan Mitha yang sedang belajar." Jelas Brian. Ia ingin tertawa saat melihat kelakuan Sinta, tapi ia berusaha untuk menahannya.
Sebenarnya Sinta itu adalah orang yang agresif, Sinta dan Brian sama-sama memiliki otak mesum. Tapi saat ini Brian sadar bahwa dirinya sedang mengulang kembali masa lalunya.
Bisa-bisanya si mesum itu berusaha agar tidak tergoda oleh Sinta!
Ibu pun bergegas memberi tahu keluarga Sinta yang rumahnya bersebelahan dengannya itu. Menurut pengakuan keluarganya, memang, akhir-akhir ini Sinta jarang makan.
Rencananya sukses! Akhirnya Brian menarik nafas lega dan berharap Sinta tidak datang kembali ke kamarnya.
'Tidak! Aku ingin Sinta datang ke mari lagi!' Hati kecil Brian berteriak.
Mari kita lanjut ke sebuah dongeng.
Judul: Wahyu Si Pria Besar
*beberapa menit yang lalu.
"Mmm.."
Lagi-lagi Sinta yang sedang berada tepat di atas Brian mengeluarkan suara manjanya. Hal itu membuat bulu kuduk Brian berdiri, dan Si Wahyu yang sedang bersembunyi juga ikut berdiri.
'Perasaan aneh apa ini?' Brian merasakan perasaan yang mendebarkan.
Brian yang mendapat serangan mendadak dari Sinta, saat itu hanya bisa diam saja karena terkejut dan tidak tahu harus berbuat apa.
Perlahan, Sinta membuka plastik bulat yang mengait di bagian depan bajunya. Di dalamnya terlihat lemak alias minyak, yang dilapisi oleh kulit putih. Wadah lemak itu terlihat besar dan saat ini sedang berada dalam tatapan Brian.
Sepertinya Sinta tengah berniat mencelakai Brian, ia pasti ingin mencoba membakar Brian dengan lemak itu. Dalam satu serangan, lemak itu jatuh ke tubuh Brian dan bergoyang-goyang.
Tak lama, Si Wahyu yang sedang bersembunyi dan melihat adanya bahaya, mulai berdiri lebih tinggi dan membuat Sinta terkejut.
Alhasil, Sinta yang sudah menyadari adanya keberadaan Si Wahyu di sana, dengan cepat mulai mengambil jurus gergaji.
3! 2! 1!
"Sek esek esek esek esek.."
Sinta berusaha menggergaji tubuh Brian dan terus menggeseknya secara perlahan-lahan. Brian yang kena gergaji itu mulai mati rasa, dirinya terasa ingin pasrah dengan keadaan ini. Tapi, ia ingat bahwa ini masih belum berakhir, masih ada masa depan yang harus ia ubah sendiri.
Sebelum Si Wahyu datang menyerang Sinta, dengan sekuat tenaga Brian mencoba menghempaskan Sinta yang sedang menggergaji liar tubuhnya itu.
"Hahh.."
Berkat ushanya sendiri, akhirnya Brian berhasil membuat Sinta menjauh darinya dan ia pun dapat terselamatkan dari yang namanya maut.
Tamatt..
Heheheh..
*kembali ke masa kini
Malamnya, Brian meminta izin kepada Ibu untuk pergi membelikan hadiah kecil untuk pacarnya. Ia pergi ke mall terdekat.
'Mmm... wanita suka apa ya?'
Sudah 30 menit Brian berjalan-jalan mengelilingi mall dan belum memilih sesuatu. Padahal ia sudah melewati usia 25 tahun. Tapi dirinya si pengoleksi wanita tidak tahu apa yang diinginkan oleh wanita.
Itu semua karena Brian hanya memanfaatkan mereka. Tapi mereka juga tidak keberatan dan tidak merasa dimanfaatkan. Berduaan dengan Brian saja sudah merupakan sebuah hadiah yang sangat spesial bagi mereka.
*inisiatif!
Brian mengamati wanita-wanita seumurannya yang sedang berbelanja di sana.
"Camilan,"
"Baju,"
"Ice cream,"
"Buah,"
"Bla, bla, bla, bla..."
'Ternyata wanita suka semuanya ya,' gumam Brian.
Wanita-wanita yang sedang diamati oleh Brian memandangnya keheranan. Tapi Brian tak sadar akan hal itu.
*ide baru!
Brian pergi begitu saja dan memilih barang-barang yang kecil, simpel, namun berharga.
Cokelat dan kalung! Gilang pernah membelikan cokelat untuk pacarnya. Dan, kalung, sepertinya ia sering melihat wanita memakai kalung di lehernya.
Lalu untuk apa ia mengamati para wanita yang sedang berbelanja tadi? Entahlah, lupakan saja, pokoknya Brian harus membeli banyak untuk pacarnya yang banyak pula. Masing-masing mendapat 2 batang cokelat dan 1 buah kalung.
'Wah.. pengeluaranku untuk membeli semua ini hampir satu juta,'
Brian melihat struk belanjaan saat berjalan keluar dari dalam Mall. Ia menggulung-gulung struknya itu dan membuangnya ke tempat sampah.
"Loh?" Brian terkejut, ia melihat seorang kurcaci.
"Kamu sedang apa di sini?" Tanya Brian. Tetapi kurcaci itu tidak menjawab, bahkan ia sama sekali tidak menoleh. Brian pun tetap berdiri dan menunggu kurcaci itu menyadari keberadaannya.
"Aeee.." akhirnya kurcaci itu menoleh, ternyata dia adalah gadis yang memberi Brian uang 50 ribu itu. Terlihat ia sedang mengorek-ngorek isi tempat sampah, Brian penasaran dengan apa yang sedang dicarinya.
Tak berapa lama tiba-tiba gadis itu tesenyum riang, ia menemukan sekotak makanan sisa di dalam tempat sampah itu.
"Hey Bro!" Suara seseorang yang tak asing terdengar dari belakang.
"Lu ngapain?" Gilang datang menghampiri.
"Hey gadis culun! Ngapain lu?" Tanya Gilang.
"Dia lagi nyari makanan sisa," jawab Brian yang mulai mengerti keadaan gadis itu.
"Idihh! Jijik banget! Dasar gadis culun! Ayo Yan!" Gilang memandang gadis itu dengan perasaan jijik, ia berbalik dan mengajak Brian untuk pergi meninggalkan tempat itu.
"Apa yang kau katakan?!" Brian tetap berada di posisinya. Kata-kata itu membuat langkah Gilang terhenti dan ia pun kembali membalikkan badannya.
"Apanya yang apa?" Tanya Gilang mengangkat alisnya.
"Jangan merendahkan orang lain seperti itu!" Tegas Brian, hatinya dipenuhi emosi.
Gadis kurcaci yang melihat pertengkaran antara sejoli itu berusaha untuk menenangkan mereka. Ia menghampiri Gilang dan mencoba meminta maaf meskipun ia tidak tahu apa masalahnya.
Sambil membawa sekotak makanan yang ditemukannya, gadis itu merapatkan kedua telapak tangannya dan memohon kepada Gilang. Karena merasa jijik, akhirnya Gilang menendang kaki gadis itu dan membuatnya jatuh tersungkur.
Makanan sisa itu akhirnya berceceran. Gilang sama sekali tidak peduli, saking jijiknya, ia tidak berani menggunakan tangannya untuk menyentuh gadis itu. Dengan perasaan kesal, ia lalu berbalik dan meninggalkan mereka berdua.
"Keparat!" Brian menghiraukan kepergian sahabatnya dan segera berlari untuk membantu gadis itu.
Sepertinya gadis itu merasa kesakitan, Brian pun menopang gadis itu dan membawanya menuju klinik terdekat. Tepat saat Brian tiba, terlihat wajah orang-orang yang sedang mengantri mulai mengerutkan alis mereka.
Pandangan mereka sepertinya juga terlihat jijik, seketika mereka langsung menutupi hidungnya. Mereka tak tahan dengan keberadaan Brian dan gadis itu sehingga mereka membiarkan gadis itu masuk duluan.
"Dok, kasurnya sudah dibersihkan lagi kan?" Terdengar suara pasien yang akan diperiksa setelah gadis itu keluar.
'Ada apa dengan orang-orang ini? Mereka sangat tidak manusiawi!' batin Brian geram.
Dalam perjalanan pulang, Brian menghampiri pedagang nasi goreng untuk mengganti makanan sisa yang jatuh tadi.
"Bang! Satu bungkus!"
Setelah pesanan diterima, Brian pun melanjutkan perjalanannya.
Akhirnya ia sampai di sebuah lahan yang sedikit jauh dari pemukiman warga. Gadis itu menunjukkan arah selanjutnya, terdapat beberapa gubuk kecil yang sangat sederhana di sana.
Gadis kurcaci itu mengajak Brian untuk masuk ke dalam salah satu gubuk yang diameternya kira kira 2×3 meter. Suasananya hangat, terdapat juga lampu damar yang menggantung di atasnya.
"Nak?" seorang bapak-bapak yang berada di dalam memanggil.
Brian yang ikut masuk itu sontak terkejut, ia melihat sosok yang tak berkaki. Setelah diingat-ingat lagi, ternyata itu adalah bapak-bapak pengemis yang waktu itu ia temui di pasar.
"Salam kenal, saya Brian Pak, temannya gadis ini," ucap Brian yang baru saja menghela nafas.
"Hai Nak Brian, yang waktu itu memberi Bapak uang ya?" Tanya bapak itu dengan senyum ramah.
"Hehe.. iya Pak, tapi.. kenapa uangnya dikembalikan?" Tanya Brian heran.
"Maaf Nak Brian, saya tidak ingin menerima uang itu, saya masih bisa bekerja. Waktu itu saya sedang menunggu kedatangan putri saya, untungnya dia sempat melihat Nak Brian. Katanya Nak Brian ini populer ya di sekolahnya?" Ucap bapak itu membuat Brian malu dan menggaruk-garuk kepalanya.
"Ehehe.. kalau begitu saya minta maaf Pak." Brian merasa tidak enak.
'Populer apanya ya? Populer sebagai anak nakal di sekolah?' Renung Brian.
"Tidak apa, niat nak Brian ini baik sekali mau memberi."
"Drrrttt!"
"Drrtttt!"
Tiba-tiba ponsel Brian bergetar panjang, Brian pun langsung bergegas merogoh isi sakunya.
"Halo Bu? Benarkah? Aduh.. maaf Bu. Iya, iya, Brian cepat pulang sekarang ya, Ibu tenang saja, dah." Brian mematikan teleponnya, ia lupa bahwa dirinya sudah terlalu lama berada di luar.
Sebagai anak satu-satunya, Brian sangat dikekang oleh ibunya. Waktu menunjukkan pukul 10 malam, ia berpamitan dan bergegas untuk pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Ana Fadhela
aq suka karyamu thor
2021-11-22
2
ayam receh
Gak niat kritik. ceritanya bagus
2021-11-21
1