Hari itu, pukul 2 siang Sinta sudah berada di rumah Brian.
"Nak Sinta, kamu tidak papa?" Tanya ibunya Brian yang sedang duduk menemani Sinta di meja makan.
"Tidak Bu," jawab Sinta, sambil memegangi perutnya. Ia berusaha menyembunyikan rasa sakit yang ada di perutnya.
"Tuuuut..."
Tiba-tiba suara kentut terdengar agak pelan. Karena Ibu tidak merasa dirinya kentut, sudah pasti itu adalah suara kentutnya Sinta. Ibu yang mendengarnya langsung terdiam.
'Ya ampun, anak ini!'
Bukannya Sinta yang merasa malu, justru malah ibunya Brian yang menjadi malu. Tapi saat itu tidak ada bau apapun yang tercium.
'Ya sudahlah,' gumam Ibu.
"Tututut.. tututut.." seketika Sinta langsung menirukan bunyi bunyian kecil sambil mengalihkan pandangannya. Ia memasang wajah tanpa berdosa.
Ibu merasa ingin tertawa, tapi ia menahannya. Ibu menduga bahwa saat ini Sinta sedang sakit perut, jadi ia memakluminya.
Sudah 1 jam lebih Sinta duduk di sana, ia sama sekali tidak ingin pulang sebelum melihat kedatangan Brian.
"Sinta, Ibu tidak menyangka kalau kamu suka sama berondong kayak Brian, hihi.." Ibu mencoba untuk menghibur Sinta yang sedang menunggu itu.
"Aah! Ibu! Aku juga masih mudaa!" Jawab Sinta dengan suara manjanya. Sudah hampir 2 tahun Sinta kenal dengan ibunya Brian. Jadi ia bersikap biasa saja layaknya seorang keluarga.
Sinta merapatkan bibirnya, ia tak bisa diam dan terus menggerak-gerakkan badannya karena menahan sakit. Sikapnya itu membuat Ibu gemas, rasanya Ibu ingin mencubit pipi Sinta yang mulus seperti bakpau. Tapi saat ini Ibu merasa ragu untuk melakukannya.
"Hihi.. iya, iya, baik-baik dengan Brian ya," lantas Ibu hanya tertawa. Lalu ia pergi meninggalkan Sinta untuk mengerjakan beberapa pekerjaan rumah.
Sinta yang tadi menahan rasa sakitnya dengan menggerak-gerakkan badannya, kini tertunduk diam di atas meja. Ia hanya melamun dengan tangannya yang masih menempel di perut sambil sesekali memejamkan matanya seperti orang yang sedang tertidur.
Karena merasa khawatir dengan keadaan Sinta, Ibu menyuruhnya untuk beristirahat dan menunggu di kamar Brian. Dari bawah terlihat Sinta yang kesusahan saat berjalan menaiki anak tangga.
Sekarang sudah pukul 5, dan Brian masih saja belum pulang. Tidak ada pesan apapun yang masuk ke ponsel milik Ibu.
Ibu merasa tidak enak dengan Sinta sekaligus khawatir dengan Brian yang belum saja pulang. Ibu pun langsung menelepon Brian.
Nada tunggu terus berbunyi. Sudah beberapa kali Ibu mencoba menelpon Brian tapi telponnya itu tidak diangkat.
'Kemana sih anak ini? Padahal baru aja dibilangin!' Ibu merasa cemas.
Sudah hampir pukul 6, saat itu Sinta terbangun dan keluar dari kamar Brian.
"Ibu..?"
"Bu..?"
Sinta yang baru bangun itu merasa sedikit pusing. Ia mencari-cari keberadaan ibunya Brian dan berjalan perlahan menuruni anak tangga.
Akhirnya Sinta sampai di pintu utama, ia menoleh ke samping dan melihat sosok ibunya Brian yang sedang berada di sana.
"Ibu, Brian belum pulang juga?" Tanya Sinta dengan nada rendah. Saat itu ibu sedang duduk di kursi teras sambil memegang ponselnya.
"Belum Nak Sinta, Ibu cemas sekali. Anak itu sudah dihubungi tapi gak ada jawaban juga!"
Ibu bangkit dan mondar-mandir sambil melihat ke arah gerbang. Saat itu Sinta juga ikut merasa cemas. Tapi tiba-tiba ibunya Sinta memanggil dari kejauhan.
"Sinta!" Teriak ibunya Sinta dari arah rumahnya.
Sinta hanya melambai-lambaikan tangannya. Setelah tahu bahwa itu memang benar Sinta, ibunya langsung masuk melewati pintu kecil di gerbang samping dekat rumahnya. Ibunya Sinta berlari-lari kecil menghampiri Sinta.
"Sinta, kamu lagi apa? Sudah sore, ayo cepat pulang." Pinta ibunya Sinta saat menghampirinya.
"Aduh, maaf ya Bu udah buat Sinta berlama-lama di sini," ibunya Brian merasa tidak enak.
"Tidak papa Bu, lagian deket kok. Ini juga pasti kemauannya Sinta kan?" Ibunya Sinta tersenyum sambil melirik ke arah Sinta.
"Brian belum pulang Bu," ucap Sinta pada ibunya dengan wajah murung.
"Belum pulang dari sekolahnya maksud kamu?" Tanya ibunya Sinta, ia mengerutkan alisnya.
"Iya Bu," jawab Sinta.
"Ya ampun Bu, sudah sore begini. Kemana ya?" Wajah Ibunya Sinta seketika juga terlihat ikut cemas.
"Iya Bu, saya sangat khawatir, dihubungi juga tidak bisa." Ucap ibunya Brian.
"Bu, Sinta mau menginap di sini," pinta Sinta kepada ibunya.
Ibunya Sinta mendongak, ia mengerti jika saat ini Sinta juga sedang mengkhawatirkan keadaan Brian. Tapi ia merasa tidak enak dengan ibunya Brian.
"Tidak papa kah Bu?" Tanya ibunya Sinta yang akan mengizinkan Sinta untuk menginap.
"Gak apa Bu, lagian kan ada saya. Saya juga kesepian kalau sendirian." Ibunya Brian merasa sangat senang bisa ditemani oleh Sinta.
Tapi ibunya Sinta sedikit khawatir melihat keadaan Sinta yang sepertinya sedang tidak sehat.
"Sinta, perut kamu masih sakit kan?" Tanya ibunya Sinta.
"Nggak Bu, aku baru bangun tidur, jadi masih lemes," jawab Sinta.
Mendengar jawaban itu, ibunya Sinta percaya dan merasa sedikit lebih lega.
"Yaudah, Ibu ke rumah ya. Kalau kamu mau pulang, pulang aja Sinta."
"Bu, titip anak saya ya." Ucap ibunya Sinta kepada ibunya Brian.
"Iya Bu, jangan khawatir," jawab ibunya Brian.
Lalu ibunya Sinta pergi meninggalkan halaman rumah Brian dan menuju ke rumahnya. Saat itu Sinta berjalan mendekati kursi, ia hanya diam dan duduk di atas kursi.
Sudah hampir 30 menit ibunya Brian hanya bergumam sendirian sambil terus mondar-mandir.
"Sinta, masuk ke dalam yuk Nak," ibunya Brian merasa tidak enak karena sedari tadi ia hanya membiarkan Sinta. Tapi saat itu Sinta terlihat sedang tidur dan bersandar pada meja.
"Ya ampun, kasian Nak Sinta. Dingin-dingin begini."
"Sinta, Nak, Nak Sinta, bangun sayang," Ibu mencoba mengguncang-guncangkan tubuh Sinta agar ia bangun.
"Mmm?" Sinta menoleh dengan matanya yang sayu.
"Ibu, Brian sudah pulang?" Sinta langsung menanyakan Brian tanpa memikirkan keadaannya saat ini. Sedari tadi ia hanya berpura-pura baik-baik saja agar ibunya mengizinkannya menginap di rumah Brian.
"Belum juga, kita tunggu di dalam saja ya Sinta," Ibu memegang bahu Sinta dan mencoba membantunya untuk berdiri.
"Sinta, kamu tidak papa?" Ibu melihat wajah Sinta yang semakin pucat. Tubuhnya juga terasa berat, sepertinya Sinta tidak kuat untuk berjalan.
Saat itu Ibu tidak bertanya apa-apa lagi kepada Sinta. Ia membantu Sinta untuk berjalan masuk ke dalam dan membiarkan Sinta terbaring di atas sofa.
Sinta yang tengah terbaring itu juga tidak berbicara apa-apa. Ia hanya memejamkan matanya. Ibu merasa bersalah, ia mengambil selimut dan menyelimuti tubuh Sinta yang kedinginan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments