Dengan perasaan percaya diri yang memancar dari tubuhnya, Brian keluar dari dalam rumah. Ia sudah siap melangkahkan kakinya untuk berjalan ke arah gerbang samping.
Baru saja ia keluar dari gerbang, tiba-tiba ia mendengar suara seseorang.
"Permisi..."
Kedengarannya suara itu datang dari arah rumah Brian. Saat itu Brian mencoba untuk berbalik.
"Si montok!"
Tak sengaja ia mengeluarkan suara karena terkejut melihat si montok yang akan ia temui sedang berada di depan rumahnya. Brian langsung menengok-nengok ke sekitarnya, karena takut suaranya tadi terdengar oleh seseorang. Tapi untungnya saat itu tidak ada orang.
'Hadehh... dia masuk lewat gerbang depan ternyata.'
Brian langsung berjalan kembali menuju ke rumahnya dan menghampiri si montok.
"Hai," sapa Brian.
"H-hai, siapa ya?" Saat itu si montok berbalik dan bertanya.
'Buset! Lebih mantep!'
"Aku? Yang punya rumah," jawab Brian dengan perasaan percaya diri.
"O-oh! Ma-maaf. Ini, dari ibuku," terlihat si montok memegang sebuah bingkisan dan menyerahkannya.
"Oh? Apa ini?"
"Itu, oleh-oleh dari Australia."
'Hah?! Australia? Jadi ini cewek orang Australia?! Busett jauh banget, pantesan cantik.'
(Padahal Australia letaknya ada di sebelah bawah Indonesia. Tapi kalo jalan kaki... ya emang jauh).
"Ohh.. ini, tadi aku juga mau kasih ini ke rumah kamu." Brian menyerahkan makanan yang dibawanya.
"Bekal?" Si montok merasa keheranan. Ternyata wadah yang tadi Brian gunakan untuk makanan itu adalah wadah bekal.
"Kenapa?" Brian merasa bahwa wadah itu sudah benar. Menurutnya itu terlihat higienis karena ada penutupnya.
"A-ah! Tidak, tidak! Terimakasih, kalau begitu aku pulang dulu," si montok melangkahkan kakinya ke arah gerbang depan.
"Hey!" Sahut Brian yang ingin membenarkan arah jalan pulang si montok.
"Ya?" Si montok berbalik dan menghentikan langkahnya.
"Di samping rumah juga ada pintu kecil, kamu tidak perlu jauh-jauh lewat ke gerbang depan."
"O-oh? Iya? Aku tidak tahu," si montok tersenyum malu.
"Ayo, biar aku antar." Ucap Brian sambil berjalan ke arah samping. Langkah kakinya diikuti oleh si montok.
'Apa gue harus minta nomor ponselnya sekarang ya? Tapi, rasanya itu agak keliatan kayak buaya deh. Ya udah lain kali aja.'
"Terimakasih ya, aku pergi."
Si montok pergi dan masuk ke dalam rumahnya. Brian juga kembali ke rumahnya dan langsung melihat isi bingkisan itu.
"Apaan? Katanya dari Australia? Yang kayak gini mah di sini juga ada."
Tenyata isinya adalah Cokelat dan beberapa souvenir. Tapi saat itu juga ada ponsel!
"Ponsel?! Dia ngasih ponsel secara cuma-cuma?!"
"Tapi kok gak ada dus nya?"
Brian mencoba menyalakannya. Terlihat foto si montok yang dijadikan lock screen.
'Whoaa! Ponsel punya si montok!'
'Hehe.. pura-pura gak tau ah, biar dia dateng lagi ke sini.'
Brian tersenyum nakal dan segera memasukkan kembali isi bingkisan itu. Lalu ia membawa bingkisan itu ke dalam kamarnya.
Tak menunggu lama, sore nya si montok datang lagi ke rumah. Saat itu Brian dan Ibu baru saja selesai membuat bakso.
"Tok.. Tok.. Tok.."
"Permisi..."
Mendengar sahutan orang dari luar, Ibu pun langsung bergegas membukakan pintu.
"Ehh.. kamu Nak Sinta yang dari rumah baru itu kan?" Tanya ibu dengan senyum ramah.
"Iya Bu." Sinta tersenyum.
"Ada perlu apa ya Nak Sinta?"
"Itu Bu, tadi Sinta ngasih bingkisan, terus Sinta lupa kalo ada ponsel Sinta di dalemnya."
"Bingkisan... coba Ibu tanya Brian."
Ibu menampakkan wajahnya ke dalam rumah.
"Brian, kamu tadi yang ngambil bingkisan kan?"
"Iya Bu,"
"Ada ponsel gak di dalemnya?"
"Gak tau Bu, Ibu liat aja. Bingkisannya ada di kamar Brian kok."
"Mmm.. sebentar ya Ibu ambilkan dulu. Ayo sini Nak, masuk dulu." Ucap Ibu kepada Sinta.
"Iya Bu,"
Ibu mempersilahkan Sinta untuk menunggu di sofa. Lalu Ibu pergi ke kamar Brian untuk mengambil bingkisan itu.
'Hehe.. biar namu nya lebih lama, gue bawain minum ahh.'
Brian yang saat itu tengah berada di dapur, menuangkan sirup ke dalam gelas dan membawanya menuju ke arah Sinta.
"Silahkan diminum," ucap Brian sambil meletakkan sirup itu di atas meja.
"Aduh, gak usah repot-repot, aku gak lama kok." Sinta melambai-lambaikan tangannya. Ia terlihat montok dan menggemaskan.
"Gak papa lama juga kok Nak Sinta," ucap Ibu yang baru saja kembali.
'Ohh.. Sinta namanya.' Gumam Brian yang baru tahu.
"Oh! Kebetulan kita abis bikin bakso. Makan bareng yuk Nak Sinta. Nanti sekalian juga kamu bawa ke rumah ya, soalnya Ibu bikin banyak, kan sayang kalo gak ada yang makan."
'Bagus Bu! Bagus!' Brian merasa sangat senang.
Sinta merasa tidak enak jika menolak, karena ini adalah tetangganya dan juga jarak rumahnya sangat dekat, jadi Sinta mengiyakan saja.
"Kamu kok bisa ikut masukin ponselnya ke dalem sih?" Tanya Ibu di sela-sela makan.
"Hehe.. tadi Sinta pikir di rumah gak ada orang Bu, jadi Sinta niatnya mau pulang dan gak sengaja masukin ponsel Sinta ke dalem."
"Ada ada aja kamu masa bisa lupa kayak gitu."
'Soalnya aku panik pas dia dateng!' Ucap Sinta dalam hatinya. Saat itu ia hanya tersenyum.
Setelah makan selesai, Ibu memberikan Sinta rantang yang berisikan bakso.
"Nak Sinta, ini dibawa ya buat keluarga kamu di rumah."
"Terimakasih Bu."
"Gimana enak gak baksonya? Ini Ibu sama Brian loh yang bikin."
"Enak Bu."
"Eh, Kalian udah pada kenal belum?" Tanya Ibu.
"Belum Bu," ucap Brian, sementara Sinta hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kenalin Nak Sinta, ini Brian, anak Ibu. Gimana? Ganteng kan?"
Ibu memperkenalkan anaknya seperti orang yang sok akrab. Tapi Sinta hanya tersenyum karena bingung harus menjawab apa.
"Brian, ini nak Sinta. Tetangga baru kita. Dia baru aja pindah dari Australia loh." jelas Ibu.
Ternyata memang benar Sinta itu adalah orang Australia. Jadi, kilas cerita, Ibunya itu adalah orang Indonesia, tetapi Ayahnya adalah orang Australia.
Dulu, mereka berada di Indonesia dan membuat rumah di sini. Tapi, tiba-tiba saja pihak keluarga laki-laki menginginkan mereka berdua untuk tinggal di sana. Orang tua mereka yang berada di Australia ingin melihat cucu pertamanya tumbuh dewasa di sana. Lantas rumah yang sedang dibangun itu tidak dilanjutkan pengerjaannya.
Mereka terbang ke Australia dan tinggal di sana. Tepatnya di kota Bunbury. Di tempat yang indah itu, mereka melahirkan dan membesarkan anak-anak mereka. Hingga sampai lah dimana satu per satu ayah dan ibu mereka yang berada di sana pergi meninggalkan mereka untuk selama-lamanya.
Lalu, mereka memutuskan untuk menjual rumah dan kembali ke Indonesia. Meskipun sudah lama tinggal di Australia, tapi sang ibu tetap mencintai tanah airnya. Ia selalu berbicara Bahasa Indonesia kepada keluarganya. Karena itu, meskipun mereka baru saja pindah, mereka langsung bisa berbahasa Indonesia dengan lancar.
Bersambung...
Next Chapter Kembali Ke Masa Kini! 😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
ayam receh
ohh
2021-11-21
1