Berbagi Cinta : DUA CINCIN
...Part ini sudah mengalami revisi....
...____...
...Selamat membaca....
...***...
“Siapa yang menikah, Ay?” tanya Raka saat Ayu menyodorkan sebuah undangan kepadanya.
“Undangan pernikahan Ayu, Mas.” Jawab Ayu lalu tersenyum.
Dunia Raka seketika berubah gelap mendengar jawaban dari bibir mungil Ayu. Perlahan dia membuka dan membaca undangan yang di sodorkan untuk memastikan lagi, apakah benar semua ini nyata dan bukan sebuah lelucon.
Matanya membaca tiap kata yang tercetak di atas kertas tersebut lalu terhenti pada kedua nama mempelai yang akan melangsungkan pernikahan, di sana jelas tertera nama Ayu dan calon suaminya.
Dan Raka mengenali pria itu, dia adalah wakil Raka saat menjadi ketua BEM semasa kuliah dulu.
Raka benar-benar tidak menyangka, ternyata ini bukanlah mimpi. Dirinya sudah sangat terlambat. Kini Ayu-nya sudah lebih dulu dipinang oleh pria lain.
Meskipun hatinya terasa bagaikan diremas, tapi dia berusaha menampakkan wajah yang biasa saja. Seolah kabar itu merupakan hal yang biasa.
“Pokoknya Mas Raka harus datang, ya. Aku bakalan marah kalau sampai Mas Raka nggak datang ke pernikahanku, kalau gitu aku permisi dulu ya, Mas. Masih banyak laporan yang mesti aku selesaikan sekarang sebelum besok rapat bulanan.” Setelah mengatakan hal itu, Ayu melangkahkan kakinya keluar dari ruangan Raka.
Sedangkan pria itu masih bergeming tanpa mengucapkan satu kata pun, bahkan ketika Ayu meninggal ruangannya setelah memberikan undangan itu.
Raka hanya memandangi undangan pernikahan itu dengan pikiran yang kacau.
Dia mendesah merasa frustasi. Mungkin dirinya memang tak jodoh.
“Selamat ya, Ay. Semoga kamu bahagia, mungkin aku nggak bisa datang ke pernikahan kamu, Ay. Hatiku nggak mungkin sanggup melihat kamu bersanding dengan pria lain di pelaminan nanti,” ujarnya dengan suara lirih.
Raka kemudian memandangi langit-langit ruangannya.
Dirinya mengingat kembali terkenang saat pertama kali bertemu dengan Ayu, Raihan—sahabatnya– yang mengenalkan mereka, saat acara pesta ulang tahun Widi. Mantan kekasih Raihan.
Semenjak hari itu Raka tidak bisa melupakan pertemuan singkat mereka. Bahkan, saat Ayu wisuda dan melamar pekerjaan di perusahaan milik keluarganya, Raka begitu senang dan langsung menerima Ayu sebagai asistennya. Terbukti, Ayu memang cekatan dan handal menjalani tugasnya.
Sikapnya yang murah senyum, ramah dan anggun serta baik kepada siapapun membuat Ayu disukai oleh semua orang di tempatnya bekerja, termasuk Raka yang memang dikenal pendiam dan sikap kakunya terhadap orang lain.
Dengan Ayu yang berada di sisinya, hari-hari menjadi Raka sangat berwarna. Ada saja hal yang membuatnya tersenyum ceria begitu Ayu berbicara kepada dirinya. Ayu juga seolah menjadi perantara bagi pegawai lain yang memang sangat sungkan kepada Raka, karena sikap diamnya itu.
Dia dan Ayu tidak hanya sekedar bertemu di kantornya saja, melainkan setiap berkunjung ke rumah Raihan. Raka selalu mencari kesempatan untuk menghabiskan waktunya dengan perempuan pujaan hatinya itu.
Meskipun Raka dikenal pendiam karena jarang berbicara, tetapi saat bersama Ayu dirinya selalu tidak pernah kehabisan topik untuk dibahas. Bahkan, perempuan itu berhasil membuatnya tertawa lepas saat Ayu melontarkan candaan.
Ibunya sendiri, bahkan Raihan dibuat terheran-heran melihat pemandangan yang menurut mereka langka.
Bahkan mereka sempat berpikir, jika dirinya salah memakan sesuatu atau menuduh Ayu menggunakan ilmu pelet. Tentu saja itu hanya gurauan yang dilontarkan kepada Raka oleh ibunya dan Raihan.
Tapi kini, hari-hari berwarna itu telah berubah menjadi sepenuhnya hitam. Hatinya patah mendengar wanita yang dicintainya akan menikah dengan pria lain. Raka terlambat, benar-benar sudah terlambat.
“Sekarang aku harus bagaimana, Ay? Aku benar-benar tidak tahu harus apa.” Raka berujar dengan nada putus asa.
...***...
Beberapa hari ini suasana hati Raka suram, setelah mendapat undangan pernikahan itu. Kaki yang biasanya begitu semangat untuk melangkah agar segera sampai ke kantornya, kini bagai terasa berat jika diajak bergerak.
Dulu dia begitu tak sabar setiap kali malam menjelang dan berharap pagi segera tiba, karena Raka ingin segera bertemu dengan wanita pujaan hatinya. Sangat berbeda dengan keadaan saat ini.
Matahari sudah mulai berpendar menerangi bumi, dirinya seolah selalu berada dalam kegelapan abadi begitu wanita yang dicintainya akan segera menjadi milik orang lain.
Lia—ibunya Raka– sangat khawatir melihat perubahan drastis putra semata wayangnya. Dia tidak tahu apa yang menyebabkan anaknya itu seolah tak memiliki jiwa di dalam raganya, akhir-akhir ini putranya tampak melamun dengan tatapan kosong.
Lia juga dapat melihat kantung mata yang terlihat jelas di bawah mata putranya, saat pun makan tidak lebih dari dua sampai tiga sendok saja. Bahkan terkadang makanan itu berakhir di tempat sampah, karena Raka hanya mengaduk-aduk tanpa memakannya sama sekali.
Beberapa hari ini juga putranya itu lebih banyak berdiam diri di dalam kamarnya. Tidak bekerja, seperti biasa.
Hingga beberapa menit berlalu, Lia menemukan jawaban atas semua perilaku anaknya. Sebuah surat undangan. Undangan pernikahan yang tertera nama wanita yang begitu dicintai oleh putranya.
Lia menarik napas panjang. Kemudian mengetok pintu kamar Raka.
“Raka, Bunda boleh masuk?”
Hening. Tak ada jawaban.
Perlahan Lia membuka pintu kamar Raka. Sama seperti kemarin, Raka hanya duduk berdiam diri di depan jendela kamarnya.
Lia menyentuh pundak Raka. Raka tersadar dari lamunannya lalu segera memeluk erat tubuh sang ibu.
“Raka telat, Bund.” ujarnya dengan suara lirih, “aku benar-benar pria pengecut, ya Bund?”
“Sssttt... kamu jangan bilang seperti itu. Bunda tahu kamu pria yang hebat, dan benar-benar baik. Jika memang nantinya dia benar jodohmu pasti akan kembali lagi. Bunda tahu kamu sedih, tapi apa kamu juga nggak kasian sama Bunda yang sudah siapkan makanan tapi menyentuhnya hanya dikit saja, atau bahkan ngga disentuh sama sekali.”
“Maafin Raka ya, Bund.”
Setelah mengatakan hal itu dirinya semakin memeluk erat butuh bundanya. Bu Lia mulai mengusap pundak Raka,
“Iya, bunda maafkan, tapi sekarang kamu makan dulu ya.”
Raka hanya mengangguk perlahan.
...***...
“Jujur gue sendiri kurang suka sama calon suaminya Ayu,” ujar Raihan dengan mimik wajah serius.
Berbeda dengan tadi, kini rahang pria itu tampak mengeras.
Mendengar hal itu terlontar dari mulut Raihan, Raka memalingkan wajahnya ke arah sahabatnya itu.
“Memangnya kenapa bisa nggak suka? Apa pria itu playboy atau pria yang kasar?” tanya Raka penasaran. Pasalnya dia tahu, jika penilaian Raihan tidak pernah meleset.
Raihan menggelengkan kepalanya, kemudian menghela napasnya.
“Gue kurang nyaman sama orang tuanya, terutama ibunya. Firasat gue bilang, kalau calon ibu mertuanya itu yang akan jadi sumber segala nggak mengenakan saat Ayu dan calon suaminya menikah nanti. Sedangkan calon suaminya itu terlihat sekali, jika tipe pria yang lebih condong ke arah ibunya,” ujarnya dengan memandang lurus ke depan.
Raka tersenyum kecut mendengar jawaban yang terlontar dari mulut Raihan.
“Kita sama-sama berdoa, semoga Ayu bahagia saat menjalani kehidupan rumah tangganya nanti.”
“Gue harap juga gitu.”
Setelah mengatakan hal itu keduanya sama-sama terdiam memandang lurus ke depan dan tenggelam dalam pikirannya masing-masing.
...****...
...Jangan lupa untuk klik Like, vote dan love ya....
...Terima kasih....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
putia salim
hai kak othor....hadir🤚
2023-06-17
0
✨viloki✨
Raka kurang gercep, keburu digondol ayu-nya
2022-05-20
0
Minah🌼
Aku singgah😍
2021-12-18
1